JAYAPURA – Kejadian tewasnya tiga warga sipil di Kabupaten Nduga menambah catatan kelam tingginya angka criminal yang menghilangkan nyawa orang lain. Akibat insiden ini juga TNI Polri akhirnya melakukan siaga 1.
Kejadian demi kejadian sudah harus direduksi agar jangan lagi ada korban jiwa. Pemerintah daerah bersama forkopimda perlu menginisiasi sebuat resolusi perdamaian konflik Nduga agar jangan lagi ada yang meregang nyawa sia – sia.
Ini disampaikan salah satu anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge yang menanggapi kejadian di kabupaten asalnya. Dikatakan hidup matinya seseorang menjadi tanggungjawab Tuhan sehingga dari tewasnya tiga warga sipil ini ia mengutuk keras terhadap siapapun pelakunya.
Namantus juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut sehingga TPN OPM maupun TNI Polri sebagai penanggung jawab keamanan harus memberikan informasi yang jelas. Memberi penjelasan kepada keluarga almarhum dan juga kepada public tentang siapa yang harus bertanggungjawab sebab yang memiliki senjata hanyalah TNI Polri dan juga TPN OPM.
Ia meminta ada penjelasan segera termasuk apa motif dari pembunuhan itu. Namantus melihat bahwa saat ini masyarakat di Nduga sedang dalam posisi ketakutan dan trauma tingkat tinggi baik karena perang TNI Polri tetapi juga perang suku.
“Masyarakat Nduga saat ini berada pada trauma tingkat tinggi. Ada perang TNI Polri melawan OPM lalu ada juga perang antar suku. Saya pikir dari kejadian demi kejadian akan memberi rasa trauma tingkat tinggi sebab ketika keluar rumah ada bunyi senjata, lalu ada lagi perang suku,” sindir Namantus.
Kondisi ini akhirnya membuat masyarakat Nduga ada pada titik trauma dan stress. Menurut Namantus jika berbicara suku yang paling menderita di negeri ini adalah suku Nduga terutama yang tinggal di Kenyam.
“Kita perlu menciptakan situasi aman dan damai di Nduga sehingga semua elemen perlu bersatu perlu ada rekonsiliasi keamanan di Nduga secara keseluruhan agar ada damai sejahtera sebab itu kebutuhan mutlak mahluk social,” sarannya. Lembaga DPR, tokoh agama, adat, LMA, OKP, mahasiswa perlu ikut memikirkan ini untuk melahirkan sebuah rekonsiliasi tadi.
Dikatakan dari trauma mendalam ini perlu ada rambu yang disepakati oleh pemerintah atau elemen masyarakat untuk menciptakan situasi yang lebih baik. Ini penting untuk segera dilakukan menurutnya. “Ada nilai ketertiban social yang dibuat tertulis dan dipatuhi semua pihak dan ada poin – poin yang dibuat untuk kalimat ketertiban tersebut,” tambahnya.
“Untuk penyelesaian atau penanganannya disebutkan perlu melibatkan tokoh yang paham sebab tidak semua daerah memiliki persoalan yang sama. Yang jelas kami tidak mau trauma ini berkepanjangan,” tutupnya. (ade/wen)