Thursday, April 25, 2024
28.7 C
Jayapura

Hanya Butuh Sembilan Hari Pembahasan

Pemekaran Tiga Provinsi Papua Disahkan

JAKARTA-Pemekaran tiga provinsi di Papua tetap berlanjut. Pengesahan daerah otonom baru (DOB) tersebut didapat setelah forum sidang paripurna memberikan persetujuan atas lahirnya provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan di kompleks DPR RI kemarin (30/6).

Pengambilan keputusan itu berlangsung cepat. Setelah Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan laporan kerja panitia kerja (panja), anggota langsung memberikan persetujuan yang ditanyakan pimpinan DPR. Pengesahan tersebut juga menandai kerja kilat panja DOB. Praktis, hanya butuh sembilan hari intensif untuk menuntaskan tiga UU itu. Panja DOB sendiri baru dibentuk 21 Juni lalu.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengapresiasi kerja panja. Dia menilai komitmen yang ditunjukkan DPR membuat pembahasan jadi efektif. Tito berharap kebijakan itu bisa diterima oleh semua pihak.

Dia menyebut kebijakan pemekaran di tanah Papua sebagai upaya untuk kemajuan di Bumi Cenderawasih. Dengan pemekaran, Tito yakin birokrasi akan lebih pendek, pelayanan masyarakat lebih baik, dan pembangunan lebih cepat. ’’Bagaimana mempercepat pembangunan dan menyejahterakan rakyat Papua, terutama orang asli Papua. Itulah spirit dari UU ini,’’ ujarnya kemarin.

Meski begitu, dia mengakui, jalan untuk membuat tiga provinsi baru benar-benar mandiri masih panjang. Dia memastikan pusat akan melakukan pendampingan. ’’Nanti perlu banyak diskusi dengan pemerintah pusat, provinsi (induk) untuk mengaktifkan provinsi baru,’’ ucapnya.

Terkait masih munculnya riak-riak penolakan, mantan Kapolri itu menilai sebagai hal lumrah. Sebab, tidak ada kebijakan yang dapat memuaskan semua pihak. Namun, dia mengklaim proses pemekaran sudah menjaring aspirasi.

Dia juga membantah prosesnya terburu-buru. Sebab, sebelum proses di DPR berjalan, persiapan dilakukan sejak jauh-jauh hari. ’’Prosesnya terlihat pendek, tapi waktunya sudah panjang. Diskusi dilakukan, komunikasi dilakukan,’’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menyayangkan terburu-burunya pengesahan DOB. Padahal, dasar hukum untuk melaksanakan pemekaran masih diproses di Mahkamah Konstitusi. ’’Seharusnya mereka menunggu kepastian hukum. Ada keputusan MK, baru pengesahan RUU menjadi UU,’’ katanya kepada Jawa Pos.

Padahal, gugatan di MK juga mewakili sikap sebagian warga Papua yang menolak pemekaran dengan skema top-down. ’’Sangat disayangkan, pemerintah tidak menghargai uji materi di MK,’’ tuturnya. Sikap tidak menghormati proses hukum, kata Murib, menunjukkan cara kerja negara yang tidak baik.

Soal sikap MRP selanjutnya, Murib mengaku tidak punya pilihan lain. Namun, pihaknya akan mengawal dan menuntut janji pemerintah pusat untuk melanjutkan pembangunan di Papua. ’’MRP akan menunggu janji-janji pemerintah pusat, bagaimana menyejahterakan masyarakat melalui RUU itu (pemekaran),’’ pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan UU DOB Papua sudah berjalan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

“Tentu selama proses panjang itu sudah dibahas juga efektivitas UU ini untuk penyebaran pembangunan di Papua. DPR akan terus mengawasi pelaksanaan UU tersebut,” ujarnya yang dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (30/6).

Puan memastikan bahwa DPR telah mengakomodasi kepentingan rakyat Papua dalam UU DOB, salah satunya terkait syarat maksimal usia aparatur sipil negara (ASN) orang asli Papua yang lebih dibandingkan daerah lain.

Baca Juga :  Sistem Noken pada Pemilu Dinilai Melanggar Hak Konstitusional

Hal itu menurut dia terkait kategori tenaga honorer dan CPNS yang batas usianya naik menjadi 48 tahun, dan 50 tahun untuk tenaga honorer.

“Melalui ketiga UU tersebut, ASN di wilayah DOB Papua akan diprioritaskan diisi orang asli Papua. Saya berharap agar peraturan teknis-nya bisa segera dikeluarkan agar menjamin keberadaan orang asli Papua,” tuturnya.

Dia juga menyoroti terkait DOB Papua yang berpengaruh terhadap alokasi kursi di DPR RI karena pemekaran daerah memperkecil daerah pemilihan (Dapil) dalam Pemilihan Umum.

Puan mengingatkan agar persoalan tersebut segera diatasi karena tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai. “Komisi II DPR dan Pemerintah kami harapkan segera berkoordinasi dengan KPU untuk membahas masalah Dapil ini. Termasuk juga dalam hal pemilihan gubernur di ketiga provinsi baru tersebut,” ujarnya.

Puan berharap agar UU dapat bermanfaat bagi rakyat Papua karena cita-cita bangsa Indonesia adalah agar saudara-saudara kita yang berada di sisi timur Nusantara ikut merasakan pemerataan ekonomi sosial dengan pembangunan infrastruktur yang ada di Papua.

Secara terpisah Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut penambahan tiga provinsi di Papua adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.

“Pemekaran adalah salah satu upaya untuk memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, artinya kalau dibagi wilayahnya jadi pelayanan-nya, koordinasi lebih dekat dengan masyarakat,” kata Wapres Ma’ruf di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (30/6).

“Ini tujuannya untuk lebih mudah melayani masyarakat dalam rangka menyejahterakan. Kalau pelayanan-nya terlalu jauh dalam satu provinsi, itu pelayanan-nya kurang optimal,” sambung Wapres.

Pemekaran provinsi di Papua tersebut menurut pemerintah merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua terutama Pasal 76 yang terdiri dari lima ayat, bahwa pemekaran harus memerhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan, sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, dan kemampuan ekonomi.

“Kita berkomitmen mereka yang akan jadi pimpinan memang kita utamakan orang asli Papua. Karena itu DPR sudah melakukan berbagai penjajakan, RDP (Rapat Dengar Pendapat), telah melakukan berbagai penjajakan di beberapa daerah di Papua bahkan gubernur sendiri sudah menyetujui penyusunannya,” jelas Wapres.

Namun, sejumlah pihak mengkritik kebijakan tersebut termasuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menyampaikan, pembentukan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua tidak sesuai keinginan rakyat.

“Bahwa masih ada 1-2 pihak saya kira tidak mayoritas, tidak mencerminkan mayoritas, bahwa ada iya, tapi menurut hasil penelitian, mereka (rakyat Papua) mendukung adanya pemekaran karena mereka ingin lebih cepat terlayani. Upaya kita mereka terus akan melakukan sosialisasi, dialog, memberikan pemahaman yang lebih dalam lagi kepada mereka,” tutur Wapres.

Adapun Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Badan Kepegawaian Negara menyiapkan lembaga untuk memenuhi kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) dari orang asli Papua (OAP) di tiga DOB Papua.

“Jadi, perlu kami siapkan dahulu semacam fondasi, pejabat yang akan melakukan persiapan-persiapan untuk rekrutmen, pembinaan karier, dan lainnya. Perlu juga ada lembaganya supaya pemenuhan atas kebutuhan itu bisa secara bertahap,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

Baca Juga :  Provinsi Induk Komitmen Dalam Pelaksanaan Pembangunan di Tiga DOB

Benni Irwan menjelaskan bahwa  ASN yang akan bertugas di tiga DOB Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, berasal dari Provinsi Papua atau induk dan kabupaten yang ada di tiga provinsi baru.

“Kepada ASN yang ada di provinsi ditawarkan untuk pindah ke provinsi yang baru sesuai dengan wilayah adatnya masing-masing,” tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga akan membuka perekrutan ASN baru untuk memenuhi kebutuhan 80 persen ASN dari OAP untuk DOB.

Ia berharap keberadaan daerah otonom baru dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan pelayanan publik. Hal ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua, terutama OAP.

“Untuk melaksanakan tujuan tadi, perlu ASN yang akan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Ini ‘kan ada tiga provinsi yang baru, tentu perlu dipersiapkan ASN-ASN yang akan bertugas di provinsi itu,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Theo Litaay berharap keterisian OAP dalam formasi ASN bisa meningkat seiring dengan keberadaan tiga DOB di Papua saat ini.

“Makin dekatnya pusat pemerintah provinsi di masing-masing wilayah otonomi baru, kami berharap dapat meningkatkan keterisian OAP dalam formasi ASN,” kata dia.

Theo mengatakan bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) mendukung terwujudnya kebijakan afirmasi DOB. Afirmasi ini masih diolah oleh Kemendagri, Kemenpan RB, dan BKN dengan aturan teknis dari Permenpan RB.

“Afirmasi ini sebenarnya konsisten dikeluarkan oleh Pemerintah untuk penerimaan CPNS di Papua dan Papua Barat dengan alokasi 80 : 20,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Ad Interim Mahfud MD mengusulkan pemenuhan sumber daya manusia (SDM) untuk DOB berasal dari tenaga honorer dan CPNS formasi pada tahun 2021 dari Provinsi Papua atau induk, kemudian penerima beasiswa S-2 Papua sebanyak 434 orang lulusan IPDN periode 2017—2021 sebanyak 487 orang.

Kemendagri mengusulkan pelonggaran salah satunya batas usia sebagai CPNS dari semula 35 tahun menjadi 50 tahun demi memenuhi 80 persen formasi ASN untuk OAP.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berencana membentuk tiga kepolisian daerah (polda) baru setelah DPR mengesahkan tiga RUU terkait Provinsi Baru Papua atau DOB menjadi Undang-Undang (UU), Kamis.

“(pembentukan polda) itu melalui proses dan perencanaanya nantinya. Tentu Polri akan melihat setelah ada pembentukan provisi baru,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, teknis pembentukan polda baru tersebut akan direncanakan melalui bagian perencanaan Polri, yang nantinya akan dilaporkan atau meminta petunjuk dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

“Nantinya akan berjalan sesuai dengan kebutuhan organisasi, masyarakat dan tentunya kebutuhan dalam rangka menciptakan kondisi situasi masyarakat,” kata Ramadhan. (far/c18/bay/Antara/JPG)

Pemekaran Tiga Provinsi Papua Disahkan

JAKARTA-Pemekaran tiga provinsi di Papua tetap berlanjut. Pengesahan daerah otonom baru (DOB) tersebut didapat setelah forum sidang paripurna memberikan persetujuan atas lahirnya provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan di kompleks DPR RI kemarin (30/6).

Pengambilan keputusan itu berlangsung cepat. Setelah Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan laporan kerja panitia kerja (panja), anggota langsung memberikan persetujuan yang ditanyakan pimpinan DPR. Pengesahan tersebut juga menandai kerja kilat panja DOB. Praktis, hanya butuh sembilan hari intensif untuk menuntaskan tiga UU itu. Panja DOB sendiri baru dibentuk 21 Juni lalu.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengapresiasi kerja panja. Dia menilai komitmen yang ditunjukkan DPR membuat pembahasan jadi efektif. Tito berharap kebijakan itu bisa diterima oleh semua pihak.

Dia menyebut kebijakan pemekaran di tanah Papua sebagai upaya untuk kemajuan di Bumi Cenderawasih. Dengan pemekaran, Tito yakin birokrasi akan lebih pendek, pelayanan masyarakat lebih baik, dan pembangunan lebih cepat. ’’Bagaimana mempercepat pembangunan dan menyejahterakan rakyat Papua, terutama orang asli Papua. Itulah spirit dari UU ini,’’ ujarnya kemarin.

Meski begitu, dia mengakui, jalan untuk membuat tiga provinsi baru benar-benar mandiri masih panjang. Dia memastikan pusat akan melakukan pendampingan. ’’Nanti perlu banyak diskusi dengan pemerintah pusat, provinsi (induk) untuk mengaktifkan provinsi baru,’’ ucapnya.

Terkait masih munculnya riak-riak penolakan, mantan Kapolri itu menilai sebagai hal lumrah. Sebab, tidak ada kebijakan yang dapat memuaskan semua pihak. Namun, dia mengklaim proses pemekaran sudah menjaring aspirasi.

Dia juga membantah prosesnya terburu-buru. Sebab, sebelum proses di DPR berjalan, persiapan dilakukan sejak jauh-jauh hari. ’’Prosesnya terlihat pendek, tapi waktunya sudah panjang. Diskusi dilakukan, komunikasi dilakukan,’’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menyayangkan terburu-burunya pengesahan DOB. Padahal, dasar hukum untuk melaksanakan pemekaran masih diproses di Mahkamah Konstitusi. ’’Seharusnya mereka menunggu kepastian hukum. Ada keputusan MK, baru pengesahan RUU menjadi UU,’’ katanya kepada Jawa Pos.

Padahal, gugatan di MK juga mewakili sikap sebagian warga Papua yang menolak pemekaran dengan skema top-down. ’’Sangat disayangkan, pemerintah tidak menghargai uji materi di MK,’’ tuturnya. Sikap tidak menghormati proses hukum, kata Murib, menunjukkan cara kerja negara yang tidak baik.

Soal sikap MRP selanjutnya, Murib mengaku tidak punya pilihan lain. Namun, pihaknya akan mengawal dan menuntut janji pemerintah pusat untuk melanjutkan pembangunan di Papua. ’’MRP akan menunggu janji-janji pemerintah pusat, bagaimana menyejahterakan masyarakat melalui RUU itu (pemekaran),’’ pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan UU DOB Papua sudah berjalan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

“Tentu selama proses panjang itu sudah dibahas juga efektivitas UU ini untuk penyebaran pembangunan di Papua. DPR akan terus mengawasi pelaksanaan UU tersebut,” ujarnya yang dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (30/6).

Puan memastikan bahwa DPR telah mengakomodasi kepentingan rakyat Papua dalam UU DOB, salah satunya terkait syarat maksimal usia aparatur sipil negara (ASN) orang asli Papua yang lebih dibandingkan daerah lain.

Baca Juga :  Pembangunan Gagal Jika Pendidikan Rusak

Hal itu menurut dia terkait kategori tenaga honorer dan CPNS yang batas usianya naik menjadi 48 tahun, dan 50 tahun untuk tenaga honorer.

“Melalui ketiga UU tersebut, ASN di wilayah DOB Papua akan diprioritaskan diisi orang asli Papua. Saya berharap agar peraturan teknis-nya bisa segera dikeluarkan agar menjamin keberadaan orang asli Papua,” tuturnya.

Dia juga menyoroti terkait DOB Papua yang berpengaruh terhadap alokasi kursi di DPR RI karena pemekaran daerah memperkecil daerah pemilihan (Dapil) dalam Pemilihan Umum.

Puan mengingatkan agar persoalan tersebut segera diatasi karena tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai. “Komisi II DPR dan Pemerintah kami harapkan segera berkoordinasi dengan KPU untuk membahas masalah Dapil ini. Termasuk juga dalam hal pemilihan gubernur di ketiga provinsi baru tersebut,” ujarnya.

Puan berharap agar UU dapat bermanfaat bagi rakyat Papua karena cita-cita bangsa Indonesia adalah agar saudara-saudara kita yang berada di sisi timur Nusantara ikut merasakan pemerataan ekonomi sosial dengan pembangunan infrastruktur yang ada di Papua.

Secara terpisah Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut penambahan tiga provinsi di Papua adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.

“Pemekaran adalah salah satu upaya untuk memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, artinya kalau dibagi wilayahnya jadi pelayanan-nya, koordinasi lebih dekat dengan masyarakat,” kata Wapres Ma’ruf di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (30/6).

“Ini tujuannya untuk lebih mudah melayani masyarakat dalam rangka menyejahterakan. Kalau pelayanan-nya terlalu jauh dalam satu provinsi, itu pelayanan-nya kurang optimal,” sambung Wapres.

Pemekaran provinsi di Papua tersebut menurut pemerintah merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua terutama Pasal 76 yang terdiri dari lima ayat, bahwa pemekaran harus memerhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan, sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, dan kemampuan ekonomi.

“Kita berkomitmen mereka yang akan jadi pimpinan memang kita utamakan orang asli Papua. Karena itu DPR sudah melakukan berbagai penjajakan, RDP (Rapat Dengar Pendapat), telah melakukan berbagai penjajakan di beberapa daerah di Papua bahkan gubernur sendiri sudah menyetujui penyusunannya,” jelas Wapres.

Namun, sejumlah pihak mengkritik kebijakan tersebut termasuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menyampaikan, pembentukan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua tidak sesuai keinginan rakyat.

“Bahwa masih ada 1-2 pihak saya kira tidak mayoritas, tidak mencerminkan mayoritas, bahwa ada iya, tapi menurut hasil penelitian, mereka (rakyat Papua) mendukung adanya pemekaran karena mereka ingin lebih cepat terlayani. Upaya kita mereka terus akan melakukan sosialisasi, dialog, memberikan pemahaman yang lebih dalam lagi kepada mereka,” tutur Wapres.

Adapun Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Badan Kepegawaian Negara menyiapkan lembaga untuk memenuhi kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) dari orang asli Papua (OAP) di tiga DOB Papua.

“Jadi, perlu kami siapkan dahulu semacam fondasi, pejabat yang akan melakukan persiapan-persiapan untuk rekrutmen, pembinaan karier, dan lainnya. Perlu juga ada lembaganya supaya pemenuhan atas kebutuhan itu bisa secara bertahap,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

Baca Juga :  Disambut Meriah di SMAN 2 dan SMAN 5

Benni Irwan menjelaskan bahwa  ASN yang akan bertugas di tiga DOB Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, berasal dari Provinsi Papua atau induk dan kabupaten yang ada di tiga provinsi baru.

“Kepada ASN yang ada di provinsi ditawarkan untuk pindah ke provinsi yang baru sesuai dengan wilayah adatnya masing-masing,” tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga akan membuka perekrutan ASN baru untuk memenuhi kebutuhan 80 persen ASN dari OAP untuk DOB.

Ia berharap keberadaan daerah otonom baru dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan pelayanan publik. Hal ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua, terutama OAP.

“Untuk melaksanakan tujuan tadi, perlu ASN yang akan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Ini ‘kan ada tiga provinsi yang baru, tentu perlu dipersiapkan ASN-ASN yang akan bertugas di provinsi itu,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Theo Litaay berharap keterisian OAP dalam formasi ASN bisa meningkat seiring dengan keberadaan tiga DOB di Papua saat ini.

“Makin dekatnya pusat pemerintah provinsi di masing-masing wilayah otonomi baru, kami berharap dapat meningkatkan keterisian OAP dalam formasi ASN,” kata dia.

Theo mengatakan bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) mendukung terwujudnya kebijakan afirmasi DOB. Afirmasi ini masih diolah oleh Kemendagri, Kemenpan RB, dan BKN dengan aturan teknis dari Permenpan RB.

“Afirmasi ini sebenarnya konsisten dikeluarkan oleh Pemerintah untuk penerimaan CPNS di Papua dan Papua Barat dengan alokasi 80 : 20,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Ad Interim Mahfud MD mengusulkan pemenuhan sumber daya manusia (SDM) untuk DOB berasal dari tenaga honorer dan CPNS formasi pada tahun 2021 dari Provinsi Papua atau induk, kemudian penerima beasiswa S-2 Papua sebanyak 434 orang lulusan IPDN periode 2017—2021 sebanyak 487 orang.

Kemendagri mengusulkan pelonggaran salah satunya batas usia sebagai CPNS dari semula 35 tahun menjadi 50 tahun demi memenuhi 80 persen formasi ASN untuk OAP.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berencana membentuk tiga kepolisian daerah (polda) baru setelah DPR mengesahkan tiga RUU terkait Provinsi Baru Papua atau DOB menjadi Undang-Undang (UU), Kamis.

“(pembentukan polda) itu melalui proses dan perencanaanya nantinya. Tentu Polri akan melihat setelah ada pembentukan provisi baru,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, teknis pembentukan polda baru tersebut akan direncanakan melalui bagian perencanaan Polri, yang nantinya akan dilaporkan atau meminta petunjuk dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

“Nantinya akan berjalan sesuai dengan kebutuhan organisasi, masyarakat dan tentunya kebutuhan dalam rangka menciptakan kondisi situasi masyarakat,” kata Ramadhan. (far/c18/bay/Antara/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya