Lebih jauh, Yulianus menyebut bahwa Komisi II akan mendorong pengembangan produksi beras lokal di Papua sebagai upaya jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dari luar daerah. Meskipun produksi beras lokal sudah ada, namun belum mencukupi kebutuhan pasar yang semakin meningkat.
“Beras lokal kita ada, tapi masih terbatas. Karena itu, sembari kita dorong produksi dalam negeri, kita juga harus pastikan bahwa beras dari luar yang masuk ke Papua harus berkualitas dan aman untuk dikonsumsi,” jelasnya.
Ia juga menghimbau kepada para pedagang dan kontributor di Papua untuk tidak mengambil keuntungan dengan mengoplos beras, karena selain melanggar hukum, tindakan tersebut juga bisa membahayakan kesehatan masyarakat.
“Beras oplosan ini sangat berbahaya. Kami harap para pedagang tidak bermain-main dengan cara-cara seperti ini. Jika kami temukan di lapangan, kami akan bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Sementara nampaknya informasi beras oplosan ini tak begitu mempengaruhi animo masyarakat untuk tetap memenuhi keputuhan pangan seperti biasa. Belum ada penurunan pembelian beras dari toko maupun distributor
General Manager Saga Ritel Grup, Harris Manuputty, menegaskan bahwa supermarketnya tidak terdampak isu tersebut. “Saga Supermarket hanya menjual beras premium langsung dari pabrik, tanpa melalui pihak ketiga. Jadi aman,” ujarnya, Kamis (17/7), kemarin.
Hal senada disampaikan Direktur Saga Ritel Grup, Garry M Pirono, yang memastikan tidak ada merek beras premium yang diduga oplosan dijual di gerai mereka. Ini karena Saga menjual beras premium yang didatangkan langsung dari pabrik dan sebelum masuk ke Jayapura tentunya berbagai tahapan sudah dilakukan mulai dari pengawas.
Salah satu pedagang sembako di jalan baru Pasar Youtefa Abepura, Ipul saat ditemui wartawan Cenderawasih Pos juga tak khawatir. Ia menjelaskan bahwa beras premium yang masuk Papua, khususnya Jayapura, melalui prosedur dan pengawasan ketat. “Masyarakat di sini juga selektif. Mereka biasanya setia pada merek tertentu,” akunya