“Dana 18,5 Miliyar ini kemana? dan gunanya untuk apa,” tanya ketua hakim kepada saksi Theresia dengan tegas. Menangapi pertanyaan dari ketua majelis hakim tersebut, Theresia menjelaskan bahwa Sebesar Rp 10 Milyar dari 18,5 Miliyar tersebut dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan hak ulayat dibeberapa tempat salah satunya masalah pemalangan Stadion Lukas Enembe waktu itu dan langsung diserahkan secara tunai (dalam bentuk uang cash) oleh bendahara kepada ketua harian PB PON XX Papua di lokasi Pantai Holtekamp pada 25 atau 26 Oktober tahun 2020.
“Biaya dana untuk biaya pemalangan Rp 10 miliar diserahkan kepada ketua harian PB PON XX Papua YW dalam bentuk uang cash,” terangnya kepada majelis hakim pada, persidangan 10 Maret 2025.
Ia mengaku saat itu YW meminta dirinya untuk menyerahkan uang tersebut sendiri tanpa perlu pendampingan, namun karena takut saksi mengajak suaminya untuk menyerahkan uang tersebut secara cash. Diketahui uang tersebut diisi dalam tas besar. Hanya sayangnya ketika itu tak ada bukti penyerahan uang yang didokumentasikan.
“Tidak ada (dokumentasi atau bukti penyerahan) karena diperintahkan oleh YW untuk tidak perlu didokumentasikan,” jawab Theresia.
“Saat itu YW mengaku bahwa uang itu digunakan untuk menyelesaikan palang-memalang. Bukti pemberian kepada pihak hak ulayat juga tidak didokumentasi sebagai bukti penyerahan,” bebernya.
Dirinya pun mengaku tidak tahu keperluan uang tersebut oleh YW setelah diserahkan. Tak hanya itu Eka juga mengungkapkan bahwa sebanyak RP 2,5 miliar juga diserahkan ke Ketua Harian PB PON, namun ini diserahkan diserahkan lewat sopirnya R di belakang kantor PB PON Hamadi.
Sementara Rp 6 miliar lainnya diserahkan ke beberapa pengurus dan panitia. Hal itu dilakukan berdasarkan perintah ketua harian, diantaranya ; Ketua Bidang l sebesar Rp 700 juta (tahan l), Rp 300 juta (tahap ll), tahap lll Rp 100 juta (diserahkan di stadion Lukas Enembe). Tak hanya saksi Theresia, beberapa saksi lain juga seperti, saksi Sonya, Baharuddin, dan beberapa puluhan saksi lainnya juga menyebut YW dalam persidangan.
Nama selanjutnya yang juga tak kala menarik disebutkan oleh para saksi di ruangan sidang di pengadilan negeri kelas 1 A Jayapura adalah RF. RF disebutkan namanya oleh saksi Baharudin dalam menerima kucuran dana sewa mobil very very important (VVIP) sebesar Rp 4 miliar, yang sudah terbayarkan.
Dalam keterangannya Saksi Bahrudin mengatakan bahwa dalam penyediaan mobil VVIP tersebut ada beberapa hal yang tak sesuai peruntukan atau berdasarkan Daftar Pengguna Anggaran (DPA) yang pegang pihaknya. Salah satunya ada tagihan dan oleh Bendahara Umum yang diakuinya adalah perintah ketua harian, untuk membayar dana senilai Rp4 miliar kepada RF dengan alasan membayar kekurangan biaya kendaraan untuk tamu VIP di Kota dan Kabupaten Jayapura. “Saya hanya membayar sesuai perintah bendahara,” kata Bahar kepada majelis hakim.