Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Belum Digaji, Jasa PelayananTak Dibayar, Nakes RSUD Dok II Demo

Juga Sampaikan Soal Buruknya Standard Pelayanan dan Masalah Kesejahteraan yang Diabaikan

JAYAPURA –Mirisnya nasib kesejahteraan Tenaga Medis (Nakes) khusuznya tenaga honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II. Mulai dari gaji yang belum dibayarkan hingga tambahan jasa medis belum juga dilunasi.

Kendati demikian, para Nakes yang ada di RSUD Dok II ini tetap melayani setiap pasien yang datang berobat di rumah sakit yang belum lama ini dilabeli sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional yang telah disematkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

  Ketua Komite Medik RSUD Dok II dr Yunike H menyatakan, RSUD Dok II Jayapura adalah  tipe B sebagai pusat rujukan nasional bagi Indonesia Timur terutama Papua-Papua Barat. Namun ironisnya, nasib Nakesnya seperti perawat, dokter, dokter spesialis yang terabaikan.

“Kita mengingin perbaikan RSUD Dok II ke arah yang lebih bagus, kita ingin RS ini bisa sehebat rumah sakit yang ada di luar Papua dan memimpikan menjadi rumah sakit rujukan terbaik di Asia Pasifik,” ucap dr Yunike dalam keterangan persnya kepada wartawan di RSUD Dok II, Senin (17/10).

   Ia juga menyebut terdapat ratusan Nakes yang gaji honorer dan dokter kontrak dua bulan belakangan belum juga dibayarkan. Padahal, dokter umum dan dokter spesialis gajinya diatur oleh Pergub.

  Adapun para Medis yang belum mendapatkan haknya adalah sebanyak 475 orang terdiri dari 380 orang perawat dan penunjang, 64 orang dokter spesialis, 5 orang dokter spesialis kontrak dan 25 orang dokter umum.   “Kendati belum dibayarkan haknya, para Nakes ini berjiwa besar untuk datang melakukan pelayanan di rumah sakit,” ungkapnya.

  Terkait belum dibayarkannya jasa jasa pelayanan dan honorer dokter, perawat dan bidan. dr Yunike mengaku sudah melakukan pendekatan dengan manajemen termasuk Direktur Rumah Sakit.

“Beberapa Nakes itu sudah mengeluhkan nasib mereka, bahkan ada yang mengaku hampir diusir dari kos lantaran belum membayar kosan. Selain itu, Nakes ke rumah sakit juga butuh ongkos,” terangnya.

  Bukan hanya honor Nakes yang belum dibayarkan, tapi juga jasa jasa pelayanan. Bahkan, untuk tahun 2021, jasa KPS baru dibayarkan untuk bulan Januari dan Februari. Selebihnya tidak dibayarkan oleh pihak rumah sakit.

  Hal tersebut kata dr Yunike telah disampaikan kepada pihak rumah sakit, hanya saja penyampaikan dari pihak manajemen bahwa anggaran disiapkan oleh TAPD.

“Persoalan yang terjadi hari ini, bukan hanya masalah pembiayaan jasa kami. Tapi alat bahan dan obat obatan di rumah sakit tidak tersedia. Jika tidak ada angaran yang disiapkan oleh DPR atau TAPD Pemda Provinsi Papua, maka kami akan bekerja ‘Padamu Negeri’,” ungkapnya.

  Ada empat dana jasa medis yang belum dibayarkan pihak rumah sakit selain gaji honorer, yakni Jasa KPS, Covid, BPJS dan Jasa Umum.

  Untuk jasa BPJS sendiri baru dibayarkan pada periode Januari-Februari tahun 2022, Jasa Umum sejak januari hingga saat ini belum dibayarkan dan jasa Covid sejak tahun 2021 hingga saat ini belum juga dibayarkan.  “Jasa Covid sendiri sebagaimana kami melayani Pasien Covid yang klaimnya dibayar oleh Departemen Kesehatan RI yang dimasukan ke rekening rumah sakit, namun sejak tahun 2021 hingga saat ini belum juga dibayarkan. Namun, dalam kondisi kami tidak dibayarkan pun kami tetap iklas melayani setiap orang yang datang di RS,” terangnya.

Ia pun meminta Gubernur Papua, Sekda dan Ketua DPR untuk melihat kondisi RSUD Dok II. Sebab, para Nakes sudah tidak tahu mengadu ke mana lagi.

Baca Juga :  Resmi, Delapan Cabor jadi Anggota KONI Papua

  “Jeritan hati kami tolong di dengar, pekerjaan kami berkaitan dengan manusia. Hingga kini Nakes masih tetap melayani karena itu tugas dan tanggung jawabnya,” tuturnya.

   Sementara itu, Anggota Komite Medik RSUD Dok II, dr Jan Siauta menghendaki suatu pelayanan yang baik. Artinya, pelayanan di Papua harus sama di luar Papua. Sebagaimana dalam pelayanan ada 3 aspek yang selalu diperhatikan mengenasi SDM.

  “Dari awal SDM kita khususnya bedah dari UGD mengalami kekurangan hingga ruang perawatan. Kamar operasi yang selama ini kekurangan tenaga terlebih ketika kemarin para tenaga tenaga kontrak yang putus menjadikan pelayanan pincang,” paparnya.

  Sebagai dokter di RS, dr Jan mengaku sudah berusaha membantu rumah sakit dengan menggunakan uang pribadi hanya untuk menyewa tenaga administrasi.

  Juga mengenai sarana penunjang, dan leb menjadi kendala buat Medis dalam bekerja. Membutuhkan alat pemeriksaan contohnya  PCR, TCM dan lainnya tidak bisa dijalankan. Sebagai RS Tipe B dimana angka kecelakaan cukup tinggi, tentu membutuhkan alat bantu diagnostic.

  “Belum juga CT Scan yang sudah berbulan bulan rusak dan itu manajemen sudah tahu namun tidak ada perbaikan sama sekali, sangat memprihatinkan RSUD Dok II jika harus CT Scan dengan mengirim pasiennya ke RS Provita, RS Bhayangkara dan RS lainnya. Ini adalah hal yang aneh, RS Tipe B tapi mengemis ke rumah sakit yang lebih rendah,” bebernya.

  Bukan hanya itu, sarana USG yang sudah tidak bisa digunakan sejak seminggu terakhir. Air bersih yang tidak mengalir selama 1 kali 24 jam. Alat alat dibawah standar, alat bahan habis pakai contohnya benang, alat pelindung diri bahkan pernah sampai kosong.

  “Yang terbaru bahan pembiusan lewat hidung tidak ada, bahkan pisau bedah saja tidak ada apakah kita mau operasi pake pisau dapur ? Rumah sakit yang katanya rujukan Nasional namun untuk pisau bedahnya saja bermasalah, dan yang paling riskan mengenai obat obatan sering habis,” tuturnya.

“Per hari ini pasien yang tertunda kemo terapinya ada 12 orang sekitar 2 minggu, dimana kita tahu pasien dengan kanker harusnya tepat waktu. Jika tidak bertindak maka kita membangunkan macan yang tidur,” sambungnya.

  Dengan masalah masalah tersebut, sudah tentu akan menurunkan stadar pelayanan kepada pasien.

  Sementara itu, Rika salah satu perawat ruang anak di RSUD Dok II meminta solusi dari pihak manajemen rumah sakit kenapa hingga dua bulan ini belum dibayarkan juga gaji mereka. Ia juga mempertanyakan apa yang menjadi kendala dan apa yang menajdi permasalahan.

“Rumah sakit ini adalah RS Badan Layanan Umum Daerah, tomatisnya tenaga kontrak dibayarkan melelaui anggaran belanja ASN. Apakah kita tidak masuk dalam perencanaan anggaran itu ? Sehingga 2 bulan ini gaji kami belum juga dibayarkan,” cercanya.

  Ia juga meminta kepastian untuk segera dibayarkan gajinya  yang sudah nunggak 2 bulan. Sebab, ada banyak teman temannya yang ngekos, punya kredit motor. Hingga ada yang mau diusir dari kos kosan.

“Bapak Direktur, mungkin ada rasa empati buat kami. Karena kami bekerja untuk manusia, sekalipun kami belum dibayar tapi kami tidak meninggalkan pelayanan di RSUD. Dan mogok juga bukan solusi, kami melayani manusis bukan kertas, yang kami pikirkan adalah manusia,” tuturnya.

  Fahmi, seorang Perawat di Kamar Operasi mempertanyakan menunggu berapa lama lagi dan kapan pastinya ia dan kwan kawan Nakes lainnya gajian.

Baca Juga :  Diharapkan Tercipta Pemilihan yang Aman dan Damai

  “Apakah kami boleh mogok 1 minggu saja sampai kami bisa dapatkan tanggal pasti kami bisa gajian. Mungkin dengan kami mogok kami bisa ojek untuk bisa mencukupi kehidupan kami sehari hari,” tegasnya.

Sementara itu salah satu pasien Amrani mengaku buruknya pelayanan di RSUD Dok II, bahkan air bersih saja sulit didapatkan di rumah sakit.

“Kami mengharapkan perlengkapan di RS lebih lengkap dan pelayanan bagi masyarakat lebih baik,” pintanya.

Direktur RSUD Dok II: PEnguarangan Anggaran dan Sidang Perubahan TA 2022 jadi Kendala

  Secara terpisah, Direktur RSUD Dok II dr Anton Mote menyampaikan, untuk gaji kontrak per Januari-Juli 2022 pihaknya membayarkan dengan kas Badan Layanan Umum Daerah (Balude) yang merupakan pendapatan rumah sakit.

  Namun saat ini, kas Balude difokuskan untuk pembayaran jasa BPJS dan jasa medik umum maka untuk ganti gaji kontraknya sudah dianggarkan ke APBD anggaran perubahan.

“Yang terjadi hingga kini kita belum bisa menggunakan anggaran tersebut karena menunggu sidang perubahan tahun anggaran 2022. Hanya saja waktu kami pertemuan dengan TAPD sudah disampaikan bahwa anggaran perubahan tidak bisa dilakukan, saya juga sudah konsultasikan dengan TAPD dalam hal ini Sekda dan Kepala Badan Keuangan dan mereka akan segera koordinasikan untuk mencari solusinya dan sampai saat ini kami masih menunggu tindak lanjut tersebut. Seandainya sidang perubahan ada, kita langsung melakukan pembayaran,” terangnya.

  Dr Mote juga mengaku sudah berkoordinasi untuk solusinya dengan berkoordinasi ke bagian keuangan rumah sakit. Walaupun itu juga nantinya menganggu kas Balude dalam pembelanjaan hal hal Cito dan juga pembayaran jasa medik umum dan BPJS.

  Menurut dr Anton, dampak dari pengurangan anggaran pusat kepada Pemerintah Provinsi diawal tahun dari sebelumnya Rp 15 T turun menjadi Rp 8 T sangat berdampak terhadap Pagu anggaran rumah sakit yang didapat diawal tahun lalu.

“Yang biasanya kami untuk anggaran induk hampir rata rata digabung dengan belanja pegawai rata rata sekitar Rp 200an M, tapi kita dapat Pagu anggaran induk terbatas dan itu bukan hanya kami rumah sakit namun hampir semua OPD,” jelasnya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos.

  Yang bisa dimaksimalkan dari anggaran yang didapatkan adalah belanja obat dan beberapa hal yang Cyto lainnya. Tidak bisa maksimal pemenuhan mulai dari pemenuhan bahan abis pakai, obat obatan dan lainnya. Tetapi pihaknya sudah berupaya selama ini mencukupinya yang bekerjasama dengan distributor dan proses pembayarannya secara bertahap.

“Selama ini anggaran APBD Induk tidak maksimal, sehingga kita berupaya mengatasi persoalan ini. Tenaga kontrak di tahun tahun sebelumnya pembiayaannya ada di APBD, tetapi kalau di APBD tidak bisa masuk dalam pagu yang diberikan maka selama ini kita bayar dengan Balude,” terangnya.

  Menurutnya, masalah ini bukan hanya menjadi masalah RSUD Dok II melainkan dampak nasional. Mulai dari pusat melakukan sentralisasi anggran perubahan Otsus masa transisi otsus yang terjadi di 2022 penerapannya, sehigga secara anggaran dari pusat ke Provinsi Papua mengalami banyak perubahan.

“Ini adalah situasi nasional yang bedampak terhadap anggaran Provinsi yang secara khusus berdampak kepada RS Dok II. Saya berharap tetap kita sesuai dengan sumpah janji kita memberi pelayanan terbaik,” kata dr Mote.

“Untuk hal hal yang lain masalah jasa menjadi wajib hukumnya kami harus bayarkan, sehingga saya terus berkoordinasi dengan Sekda agar bisa keluar dari masalah ini,” pungkasnya. (fia/wen)

Juga Sampaikan Soal Buruknya Standard Pelayanan dan Masalah Kesejahteraan yang Diabaikan

JAYAPURA –Mirisnya nasib kesejahteraan Tenaga Medis (Nakes) khusuznya tenaga honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II. Mulai dari gaji yang belum dibayarkan hingga tambahan jasa medis belum juga dilunasi.

Kendati demikian, para Nakes yang ada di RSUD Dok II ini tetap melayani setiap pasien yang datang berobat di rumah sakit yang belum lama ini dilabeli sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional yang telah disematkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

  Ketua Komite Medik RSUD Dok II dr Yunike H menyatakan, RSUD Dok II Jayapura adalah  tipe B sebagai pusat rujukan nasional bagi Indonesia Timur terutama Papua-Papua Barat. Namun ironisnya, nasib Nakesnya seperti perawat, dokter, dokter spesialis yang terabaikan.

“Kita mengingin perbaikan RSUD Dok II ke arah yang lebih bagus, kita ingin RS ini bisa sehebat rumah sakit yang ada di luar Papua dan memimpikan menjadi rumah sakit rujukan terbaik di Asia Pasifik,” ucap dr Yunike dalam keterangan persnya kepada wartawan di RSUD Dok II, Senin (17/10).

   Ia juga menyebut terdapat ratusan Nakes yang gaji honorer dan dokter kontrak dua bulan belakangan belum juga dibayarkan. Padahal, dokter umum dan dokter spesialis gajinya diatur oleh Pergub.

  Adapun para Medis yang belum mendapatkan haknya adalah sebanyak 475 orang terdiri dari 380 orang perawat dan penunjang, 64 orang dokter spesialis, 5 orang dokter spesialis kontrak dan 25 orang dokter umum.   “Kendati belum dibayarkan haknya, para Nakes ini berjiwa besar untuk datang melakukan pelayanan di rumah sakit,” ungkapnya.

  Terkait belum dibayarkannya jasa jasa pelayanan dan honorer dokter, perawat dan bidan. dr Yunike mengaku sudah melakukan pendekatan dengan manajemen termasuk Direktur Rumah Sakit.

“Beberapa Nakes itu sudah mengeluhkan nasib mereka, bahkan ada yang mengaku hampir diusir dari kos lantaran belum membayar kosan. Selain itu, Nakes ke rumah sakit juga butuh ongkos,” terangnya.

  Bukan hanya honor Nakes yang belum dibayarkan, tapi juga jasa jasa pelayanan. Bahkan, untuk tahun 2021, jasa KPS baru dibayarkan untuk bulan Januari dan Februari. Selebihnya tidak dibayarkan oleh pihak rumah sakit.

  Hal tersebut kata dr Yunike telah disampaikan kepada pihak rumah sakit, hanya saja penyampaikan dari pihak manajemen bahwa anggaran disiapkan oleh TAPD.

“Persoalan yang terjadi hari ini, bukan hanya masalah pembiayaan jasa kami. Tapi alat bahan dan obat obatan di rumah sakit tidak tersedia. Jika tidak ada angaran yang disiapkan oleh DPR atau TAPD Pemda Provinsi Papua, maka kami akan bekerja ‘Padamu Negeri’,” ungkapnya.

  Ada empat dana jasa medis yang belum dibayarkan pihak rumah sakit selain gaji honorer, yakni Jasa KPS, Covid, BPJS dan Jasa Umum.

  Untuk jasa BPJS sendiri baru dibayarkan pada periode Januari-Februari tahun 2022, Jasa Umum sejak januari hingga saat ini belum dibayarkan dan jasa Covid sejak tahun 2021 hingga saat ini belum juga dibayarkan.  “Jasa Covid sendiri sebagaimana kami melayani Pasien Covid yang klaimnya dibayar oleh Departemen Kesehatan RI yang dimasukan ke rekening rumah sakit, namun sejak tahun 2021 hingga saat ini belum juga dibayarkan. Namun, dalam kondisi kami tidak dibayarkan pun kami tetap iklas melayani setiap orang yang datang di RS,” terangnya.

Ia pun meminta Gubernur Papua, Sekda dan Ketua DPR untuk melihat kondisi RSUD Dok II. Sebab, para Nakes sudah tidak tahu mengadu ke mana lagi.

Baca Juga :  Mayat Pria Terdampar di Pinggir Kali

  “Jeritan hati kami tolong di dengar, pekerjaan kami berkaitan dengan manusia. Hingga kini Nakes masih tetap melayani karena itu tugas dan tanggung jawabnya,” tuturnya.

   Sementara itu, Anggota Komite Medik RSUD Dok II, dr Jan Siauta menghendaki suatu pelayanan yang baik. Artinya, pelayanan di Papua harus sama di luar Papua. Sebagaimana dalam pelayanan ada 3 aspek yang selalu diperhatikan mengenasi SDM.

  “Dari awal SDM kita khususnya bedah dari UGD mengalami kekurangan hingga ruang perawatan. Kamar operasi yang selama ini kekurangan tenaga terlebih ketika kemarin para tenaga tenaga kontrak yang putus menjadikan pelayanan pincang,” paparnya.

  Sebagai dokter di RS, dr Jan mengaku sudah berusaha membantu rumah sakit dengan menggunakan uang pribadi hanya untuk menyewa tenaga administrasi.

  Juga mengenai sarana penunjang, dan leb menjadi kendala buat Medis dalam bekerja. Membutuhkan alat pemeriksaan contohnya  PCR, TCM dan lainnya tidak bisa dijalankan. Sebagai RS Tipe B dimana angka kecelakaan cukup tinggi, tentu membutuhkan alat bantu diagnostic.

  “Belum juga CT Scan yang sudah berbulan bulan rusak dan itu manajemen sudah tahu namun tidak ada perbaikan sama sekali, sangat memprihatinkan RSUD Dok II jika harus CT Scan dengan mengirim pasiennya ke RS Provita, RS Bhayangkara dan RS lainnya. Ini adalah hal yang aneh, RS Tipe B tapi mengemis ke rumah sakit yang lebih rendah,” bebernya.

  Bukan hanya itu, sarana USG yang sudah tidak bisa digunakan sejak seminggu terakhir. Air bersih yang tidak mengalir selama 1 kali 24 jam. Alat alat dibawah standar, alat bahan habis pakai contohnya benang, alat pelindung diri bahkan pernah sampai kosong.

  “Yang terbaru bahan pembiusan lewat hidung tidak ada, bahkan pisau bedah saja tidak ada apakah kita mau operasi pake pisau dapur ? Rumah sakit yang katanya rujukan Nasional namun untuk pisau bedahnya saja bermasalah, dan yang paling riskan mengenai obat obatan sering habis,” tuturnya.

“Per hari ini pasien yang tertunda kemo terapinya ada 12 orang sekitar 2 minggu, dimana kita tahu pasien dengan kanker harusnya tepat waktu. Jika tidak bertindak maka kita membangunkan macan yang tidur,” sambungnya.

  Dengan masalah masalah tersebut, sudah tentu akan menurunkan stadar pelayanan kepada pasien.

  Sementara itu, Rika salah satu perawat ruang anak di RSUD Dok II meminta solusi dari pihak manajemen rumah sakit kenapa hingga dua bulan ini belum dibayarkan juga gaji mereka. Ia juga mempertanyakan apa yang menjadi kendala dan apa yang menajdi permasalahan.

“Rumah sakit ini adalah RS Badan Layanan Umum Daerah, tomatisnya tenaga kontrak dibayarkan melelaui anggaran belanja ASN. Apakah kita tidak masuk dalam perencanaan anggaran itu ? Sehingga 2 bulan ini gaji kami belum juga dibayarkan,” cercanya.

  Ia juga meminta kepastian untuk segera dibayarkan gajinya  yang sudah nunggak 2 bulan. Sebab, ada banyak teman temannya yang ngekos, punya kredit motor. Hingga ada yang mau diusir dari kos kosan.

“Bapak Direktur, mungkin ada rasa empati buat kami. Karena kami bekerja untuk manusia, sekalipun kami belum dibayar tapi kami tidak meninggalkan pelayanan di RSUD. Dan mogok juga bukan solusi, kami melayani manusis bukan kertas, yang kami pikirkan adalah manusia,” tuturnya.

  Fahmi, seorang Perawat di Kamar Operasi mempertanyakan menunggu berapa lama lagi dan kapan pastinya ia dan kwan kawan Nakes lainnya gajian.

Baca Juga :  Kuasa Hukum LE: Kami Mau Menanggapi Hal-hal yang jelas saja

  “Apakah kami boleh mogok 1 minggu saja sampai kami bisa dapatkan tanggal pasti kami bisa gajian. Mungkin dengan kami mogok kami bisa ojek untuk bisa mencukupi kehidupan kami sehari hari,” tegasnya.

Sementara itu salah satu pasien Amrani mengaku buruknya pelayanan di RSUD Dok II, bahkan air bersih saja sulit didapatkan di rumah sakit.

“Kami mengharapkan perlengkapan di RS lebih lengkap dan pelayanan bagi masyarakat lebih baik,” pintanya.

Direktur RSUD Dok II: PEnguarangan Anggaran dan Sidang Perubahan TA 2022 jadi Kendala

  Secara terpisah, Direktur RSUD Dok II dr Anton Mote menyampaikan, untuk gaji kontrak per Januari-Juli 2022 pihaknya membayarkan dengan kas Badan Layanan Umum Daerah (Balude) yang merupakan pendapatan rumah sakit.

  Namun saat ini, kas Balude difokuskan untuk pembayaran jasa BPJS dan jasa medik umum maka untuk ganti gaji kontraknya sudah dianggarkan ke APBD anggaran perubahan.

“Yang terjadi hingga kini kita belum bisa menggunakan anggaran tersebut karena menunggu sidang perubahan tahun anggaran 2022. Hanya saja waktu kami pertemuan dengan TAPD sudah disampaikan bahwa anggaran perubahan tidak bisa dilakukan, saya juga sudah konsultasikan dengan TAPD dalam hal ini Sekda dan Kepala Badan Keuangan dan mereka akan segera koordinasikan untuk mencari solusinya dan sampai saat ini kami masih menunggu tindak lanjut tersebut. Seandainya sidang perubahan ada, kita langsung melakukan pembayaran,” terangnya.

  Dr Mote juga mengaku sudah berkoordinasi untuk solusinya dengan berkoordinasi ke bagian keuangan rumah sakit. Walaupun itu juga nantinya menganggu kas Balude dalam pembelanjaan hal hal Cito dan juga pembayaran jasa medik umum dan BPJS.

  Menurut dr Anton, dampak dari pengurangan anggaran pusat kepada Pemerintah Provinsi diawal tahun dari sebelumnya Rp 15 T turun menjadi Rp 8 T sangat berdampak terhadap Pagu anggaran rumah sakit yang didapat diawal tahun lalu.

“Yang biasanya kami untuk anggaran induk hampir rata rata digabung dengan belanja pegawai rata rata sekitar Rp 200an M, tapi kita dapat Pagu anggaran induk terbatas dan itu bukan hanya kami rumah sakit namun hampir semua OPD,” jelasnya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos.

  Yang bisa dimaksimalkan dari anggaran yang didapatkan adalah belanja obat dan beberapa hal yang Cyto lainnya. Tidak bisa maksimal pemenuhan mulai dari pemenuhan bahan abis pakai, obat obatan dan lainnya. Tetapi pihaknya sudah berupaya selama ini mencukupinya yang bekerjasama dengan distributor dan proses pembayarannya secara bertahap.

“Selama ini anggaran APBD Induk tidak maksimal, sehingga kita berupaya mengatasi persoalan ini. Tenaga kontrak di tahun tahun sebelumnya pembiayaannya ada di APBD, tetapi kalau di APBD tidak bisa masuk dalam pagu yang diberikan maka selama ini kita bayar dengan Balude,” terangnya.

  Menurutnya, masalah ini bukan hanya menjadi masalah RSUD Dok II melainkan dampak nasional. Mulai dari pusat melakukan sentralisasi anggran perubahan Otsus masa transisi otsus yang terjadi di 2022 penerapannya, sehigga secara anggaran dari pusat ke Provinsi Papua mengalami banyak perubahan.

“Ini adalah situasi nasional yang bedampak terhadap anggaran Provinsi yang secara khusus berdampak kepada RS Dok II. Saya berharap tetap kita sesuai dengan sumpah janji kita memberi pelayanan terbaik,” kata dr Mote.

“Untuk hal hal yang lain masalah jasa menjadi wajib hukumnya kami harus bayarkan, sehingga saya terus berkoordinasi dengan Sekda agar bisa keluar dari masalah ini,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya