JAYAPURA-Kabar duka kembali terdengar di Kabupaten Nduga, Sabtu (16/7) kemarin. Sebanyak 10 orang warga sipil dikabarkan tewas dan dua lainnya luka-luka yang diduga akibat penyerangan dan penembakan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Penyerangan terhadap warga sipil bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Nduga. Dimana pada Desember tahun 2018 lalu, puluhan warga sipil pekerja di PT Istaka Karya juga tewas akibat dibantai KKB.
Terkait dengan peristiwa di Kampung Nogolait Kabupaten Nduga Sabtu (16/7) kemarin, Komnas HAM Papua menyampaikan rasa prihatinnya.
Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey menyampaikan, dalam prespektif Hak Asasi Manusia (HAM), peristiwa di Nduga merupakan tindakan kejahatan yang serius terhadap kemanusiaan.
“Kejadian di Nduga sebagai tindakan kejahatan yang serius terhadap kemanusiaan. Karena mereka melakukan pembunuhan secara massal, itu tindakan yang serius. Sehingga dalam prespektif HAM kita mengkualifikasikan sebagai tindakan kejahatan serius. Jika melihat polanya direncanakan dimana penyerangan itu menggunakan senjata maupun menggunakan alat tajam yang lain,” ungkap Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Minggu (17/7).
Frits menjelaskan, tindakan seperti ini dalam prespektif HAM akan mengucilkan mereka (KKB-red) dari simpati masyarakat internasional. “Kelompok ini selain membunuh tetapi mereka juga menyusahkan masyarakat setempat, sehingga kelompok ini harus dikucilkan karena mereka secara terus menerus melakukan kejahatan,” tegasnya.
“Saya tidak meyakini kalau mereka (KKB-red) ada dibawah kelompok TPN-OPM. Sebab TPN-OPM tidak punya agenda untuk pembunuhan masal seperti ini,” sambung Frits.
Selain mereka membunuh secara sadis, tetapi pasca kejadian yang akan menjadi korban adalah masyarakat setempat. Sebab kelompok ini kemudian akan melarikan diri dan bersembunyi di tempat persembunyian mereka.
“Kejadian ini mendesak kehadiran negara untuk segera melakukan tindakan-tindakan terukur, memulihkan situasi keamanan setempat dan bagaimana para korban jasadnya dievakuasi,” kata Frits.
Tindakan ini juga kata Frits, menjastivikasi kehadiran dan tindakan-tindakan negara di lokasi tersebut. Mengingat kejadian seperti ini terus berulang di wilayah yang sama. “Ini memberikan kritik terhadap negara agar bercermin dari kasus tahun 2018 untuk tidak lengah terhadap kelompok ini. Harus ada tindakan terukur, ada operasi terukur untuk mengkucilkan kelompok ini, atau menisolasi kelompok ini untuk tidak mengulangi perbuatan kejam mereka,” ungkapnya.
Menurut Frits, peristiwa yang menewaskan 10 warga sipil itu tindakan kejahatan yang menciderai kemanusiaan dan melanggar HAM. Sehingga hal itu akan mengkucilkan mereka (KKB) dari simpati internasional.
Perbuatan ini menurut Frits masuk dalam ketegori pelanggaran HAM berdasarkan definisi pelanggaran HAM, sebagaimana perbuatan pelanggaran HAM itu yang mengakibatkan hak hidup seseorang hilang atau hak seseorang terlanggarkan.
“Definisi pelangaran HAM adalah perbuatan seseorang sekelompok orang termasuk aparat negara yang mengakibatkan hak hidup seseorang hilang, namun apakah ini pelanggaran HAM berat ? tentu belum bisa menjadi sebuah peristiwa pelanggaran HAM Berat,” tegasnya.
“Kejadian ini memberi pesan kritik kepada negara karena terkesan tidak belajar dari peristiwa tahun 2018 yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia, dan sekarang kasusnya berulang lagi,” tambahnya.
Menurutnya, ini menjadi sebuah tamparan kepada negara dalam rangka penanganan kasus kekerasan kelompok sipil bersenjata di wilayah yang sama. Sehingga negara harus segera hadir dengan melakukan seluruh evaluasi terhadap pendekatan selama ini di Nduga. “Pendekatan itu menjadi penting agar tidak mengakibatkan korban yang lebih luas pasca kejadian ini. Tentu masyarakat sipil jangan sampai menjadi korban,” ujarnya.
Terkait peristiwa ini, Komnas HAM juga menyampaikan belasungkawa dan atas nama kemanusiaan Komnas HAM menolak seluruh tindakan kejahatan seperti ini. (fia/nat)