Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Ingin Jadi Manager Operasional dan Instruktur Pilot Untuk Anak Papua

Terbang Bersama Pilot Papua Yosias Andi Arwam Lulusan Terbaik Diangkatannya (Bag-2/Habis)

Selain tetap melayani masyarakat di tanah kelahirannya, Captain Pilot Yosias Andi Arwam memiliki impian mendidikan anak-anak Papua menjadi pilot.

Laporan: Elfira, Jayapura 

PESAWAT Caravan C-208 EX milik maskapai PT. Alda Trans Papua yang dipiloti Captain Pilot Yosias Andi Arwam terus melaju di atas ketinggian 10 ribu feet di langit Papua. 

Sebelum dikukuhkan menjadi seorang pilot dengan lulusan peringkat kedua 6 tahun silam, Yosias harus merasakan suka duka selama menjalani pendidikan penerbangan.

Selain jauh dari keluarga dan jarang pula berkomunikasi dengan kedua orang tuanya yang ada di Biak, Yosias juga berjuang seorang diri di Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang (BP3) Bayuwangi sejak masuk pendidikan tahun 2014 lalu.

Anak kedua dari lima bersaudara itu masuk sekolah pilot tahun 2014, yang sebelumnya mendaftar di BP3 Jayapura usai melihat iklan penerimaan beasiswa bagi anak-anak khusus Papua untuk jadi penerbang.

“Seleksi kurang lebih sekira 8 bulanan saat itu. Dari 25 orang yang dikirim ke Jakarta  untuk seleksi di Lakespra Jakarta, terpilih 11 orang yang dikirim ke Bayuwangi. Salah satunya saya,” kenangnya.

Ia lantas berkisah suka dukanya saat sekolah pilot, yang harus jauh dari orang tua dan  jarang berkomunikasi serta tinggal di asrama yang setiap hari hidupnya diatur. Sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi semua diatur. Meskipun menjalani kehidupan yang ketat, Yosias bisa menjalaninya dengan baik. 

Baca Juga :  Keceriaan Wajah anak-anak Pasca Tak Ada Kontak Tembak di Intan Jaya

“Awalnya agak susah saat pendidikan, namun kelamaan terbiasa. Pas keluar dari pendidikan, tahu-tahu sudah lulus,” kenangnya sembali tertawa kecil, mengingat masa masa pendidikan beberapa tahun lalu.

Hukum Newton masih sempat ia dapatkan saat mengikuti pendidikan penerbangan dan tidak semua pelajaran SMA ada di pendidikan penerbangan. Selebihnya adalah skill dan berbagai pengalaman ia dapatkan saat mengikuti pendidikan.

Kini, pemuda 27 tahun itu telah menjadi pilot di tanah kelahirannya sendiri. Pesawat sudah ia terbangkan ke berbagai daerah di Papua untuk melayani masyarakat yang ada di pelosok ujung timur Indonesia.

Meski sudah menerbangkan pesawat sejak 6 tahun silam, Yosias rupanya belum memikirkan untuk mengawaki pesawat berbadan lebar atau pesawat bermesin jet. Pasalnya, dirinya memiliki impian bukan hanya menjadi pilot yang bisa menerbanhkan pesawat, melainkan ingin menjadi bagian dari Manager Operasi.

“Manager Operasi itu yang saya impikan, bukan hanya sekedar menerbangkan pesawat melainkan bisa mengurus dokumen, bisa mengurus di kantor dan itu saya punya impian ke depan,” ungkapnya lirih.

Pemuda asal Biak ini rupanya punya alasan tersendiri ingin menjadi pilot. Ia mengaku tertarik dengan pekerjaan bapaknya yang menjadi pegawai Garuda kala itu. Ketika lulus SMA, Yosias tidak ingin melanjutkan kuliah melainkan bekerja seperti bapaknya. 

“Saat itu, saya bilang ke bapak, saya mau kerja seperti bapak. Namun saat itu, bapak menentang saya dan menginginkan saya harus lebih dari beliau. Awalnya belum kepikiran untuk jadi pilot, tapi karena omongan bapak tadi akhirnya saya memilih sekolah pilot,” kenangnya.

Baca Juga :  Surat Edaran Gubernur Terdapat 8 Poin Penting

“Puji Tuhan, mulai dari masuk pendidikan hingga lulus saya tidak menggunakan uang orang tua. Saya mengandalkan beasiswa yang saya dapatkan. Orang tua sudah susah, jadi saya tidak mau menambah penderitaan mereka saat itu,” tuturnya dengan mata sayu.

Yosias kini tak tertarik lagi menjadi pilot ke luar. Ia mengaku merasa nyaman menerbangkan pesawat di rumahnya sendiri Papua. Bahkan, impiannya ke depan ingin menjadi instruktur penerbang. 

“Impian saya ke depan menjadi instruktur atau guru untuk adik-adik saya di Papua yang nantinya mau jadi pilot,” ucapnya.

Sebagai orang Papua, Yosias mengaku harus melayani masyarakatnya sendiri. Sebab, ada kepuasan tersendiri ketika melayani masyarakat tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Apalagi, melayani dengan hati.

Ia berpesan kepada adik-adiknya yang saat ini sedang menempuh sekolah pilot atau yang baru mau sekolah pilot, tetap semangat dan pandai dalam melihat peluang.

“Tetap semangat, tetap berjuang jangan lupa andalkan Tuhan. Kita tak memungkiri, realita saat ini adalah kita punya peswat tidak bertambah tapi lulusan penerbangan pilot terus bertambah tidak sebanding dengan jumlah pesawat yang ada,” tutupnya. ***

Terbang Bersama Pilot Papua Yosias Andi Arwam Lulusan Terbaik Diangkatannya (Bag-2/Habis)

Selain tetap melayani masyarakat di tanah kelahirannya, Captain Pilot Yosias Andi Arwam memiliki impian mendidikan anak-anak Papua menjadi pilot.

Laporan: Elfira, Jayapura 

PESAWAT Caravan C-208 EX milik maskapai PT. Alda Trans Papua yang dipiloti Captain Pilot Yosias Andi Arwam terus melaju di atas ketinggian 10 ribu feet di langit Papua. 

Sebelum dikukuhkan menjadi seorang pilot dengan lulusan peringkat kedua 6 tahun silam, Yosias harus merasakan suka duka selama menjalani pendidikan penerbangan.

Selain jauh dari keluarga dan jarang pula berkomunikasi dengan kedua orang tuanya yang ada di Biak, Yosias juga berjuang seorang diri di Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang (BP3) Bayuwangi sejak masuk pendidikan tahun 2014 lalu.

Anak kedua dari lima bersaudara itu masuk sekolah pilot tahun 2014, yang sebelumnya mendaftar di BP3 Jayapura usai melihat iklan penerimaan beasiswa bagi anak-anak khusus Papua untuk jadi penerbang.

“Seleksi kurang lebih sekira 8 bulanan saat itu. Dari 25 orang yang dikirim ke Jakarta  untuk seleksi di Lakespra Jakarta, terpilih 11 orang yang dikirim ke Bayuwangi. Salah satunya saya,” kenangnya.

Ia lantas berkisah suka dukanya saat sekolah pilot, yang harus jauh dari orang tua dan  jarang berkomunikasi serta tinggal di asrama yang setiap hari hidupnya diatur. Sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi semua diatur. Meskipun menjalani kehidupan yang ketat, Yosias bisa menjalaninya dengan baik. 

Baca Juga :  Satgas Pamtas Yonif 725/Wrg dan Bea Cukai Temukan Ladang Ganja

“Awalnya agak susah saat pendidikan, namun kelamaan terbiasa. Pas keluar dari pendidikan, tahu-tahu sudah lulus,” kenangnya sembali tertawa kecil, mengingat masa masa pendidikan beberapa tahun lalu.

Hukum Newton masih sempat ia dapatkan saat mengikuti pendidikan penerbangan dan tidak semua pelajaran SMA ada di pendidikan penerbangan. Selebihnya adalah skill dan berbagai pengalaman ia dapatkan saat mengikuti pendidikan.

Kini, pemuda 27 tahun itu telah menjadi pilot di tanah kelahirannya sendiri. Pesawat sudah ia terbangkan ke berbagai daerah di Papua untuk melayani masyarakat yang ada di pelosok ujung timur Indonesia.

Meski sudah menerbangkan pesawat sejak 6 tahun silam, Yosias rupanya belum memikirkan untuk mengawaki pesawat berbadan lebar atau pesawat bermesin jet. Pasalnya, dirinya memiliki impian bukan hanya menjadi pilot yang bisa menerbanhkan pesawat, melainkan ingin menjadi bagian dari Manager Operasi.

“Manager Operasi itu yang saya impikan, bukan hanya sekedar menerbangkan pesawat melainkan bisa mengurus dokumen, bisa mengurus di kantor dan itu saya punya impian ke depan,” ungkapnya lirih.

Pemuda asal Biak ini rupanya punya alasan tersendiri ingin menjadi pilot. Ia mengaku tertarik dengan pekerjaan bapaknya yang menjadi pegawai Garuda kala itu. Ketika lulus SMA, Yosias tidak ingin melanjutkan kuliah melainkan bekerja seperti bapaknya. 

“Saat itu, saya bilang ke bapak, saya mau kerja seperti bapak. Namun saat itu, bapak menentang saya dan menginginkan saya harus lebih dari beliau. Awalnya belum kepikiran untuk jadi pilot, tapi karena omongan bapak tadi akhirnya saya memilih sekolah pilot,” kenangnya.

Baca Juga :  Ubah Pendekatan, Kekerasan Tak Boleh Direspon Dengan Kekerasan

“Puji Tuhan, mulai dari masuk pendidikan hingga lulus saya tidak menggunakan uang orang tua. Saya mengandalkan beasiswa yang saya dapatkan. Orang tua sudah susah, jadi saya tidak mau menambah penderitaan mereka saat itu,” tuturnya dengan mata sayu.

Yosias kini tak tertarik lagi menjadi pilot ke luar. Ia mengaku merasa nyaman menerbangkan pesawat di rumahnya sendiri Papua. Bahkan, impiannya ke depan ingin menjadi instruktur penerbang. 

“Impian saya ke depan menjadi instruktur atau guru untuk adik-adik saya di Papua yang nantinya mau jadi pilot,” ucapnya.

Sebagai orang Papua, Yosias mengaku harus melayani masyarakatnya sendiri. Sebab, ada kepuasan tersendiri ketika melayani masyarakat tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Apalagi, melayani dengan hati.

Ia berpesan kepada adik-adiknya yang saat ini sedang menempuh sekolah pilot atau yang baru mau sekolah pilot, tetap semangat dan pandai dalam melihat peluang.

“Tetap semangat, tetap berjuang jangan lupa andalkan Tuhan. Kita tak memungkiri, realita saat ini adalah kita punya peswat tidak bertambah tapi lulusan penerbangan pilot terus bertambah tidak sebanding dengan jumlah pesawat yang ada,” tutupnya. ***

Berita Terbaru

Artikel Lainnya