Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Tolak Hasil Seleksi Anggota MRP Pokja Agama

JAYAPURA-Aktivis dan tokoh perempuan Papua menyayangkan hasil seleksi anggota MRP khususnya (Pokja) Agama yang diumumkan oleh Gubernur Papua dalam surat Nomor 161.1/77-5/SET pada 10 Juli 2023 lalu. Pasalnya mereka dinilai hasil seleksi tidak sesuai dengan regulasi.

Doliana Yakadewa selaku Aktivis Jaker Tiki HAM Perempuan Papua mengatakan, mestinya pemilihan anggota MRP dari unsur agama itu, harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan daerah, seperti sinode yang berkedudukanya di Tanah Papua, berusia minimal 50 tahun dalam pelayanannya.

Tapi yang terjadi justru Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua yang lahir 17 Oktober 1956 atau lebih dari 50 tahun, justru tidak diakomidir. Padahal, GBGP justru lebih dahulu lahir dibandingkan GKI di Tanah Papua.

“Dalam aturan rekrutmennya, Sinode harus ada di Tanah Papua, penyebarannya 50 persen dan berbadan hukum. Kami menilai panitia pemilihan anggota MRP tidak memperhatikan kriteria, dalam hal ini melanggar peraturan daerah dan ini pelecehan, mengingat MRP merupakan lembaga kultur yang ada di Provinsi Papua,” tandas Doliana Yakadewa saat Jumpa Pers dengan Awak media di Abepura, Minggu, (16/7) kemarin.

Doliana, meminta pemilihan Calon Anggota MRP khususnya Pokja Agama ini tidak diintervensi dengan kepentingan tertentu. Apalagi, jika tidak representasi kultur terutama di wilayah Adat Tabi dan Saereri.

Baca Juga :  Uskup Agung Merauke Izinkan Misa dengan Umat

Lebih lanjut, disampaikan mestinya panitia pemilihan anggota MRP harus melihat kelayakannya sesuai dengan persyaratan dari peraturan daerah tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP tersebut.

“Ini kejahatan terstruktur atas nama Tuhan. Apalagi, tidak melihat aturan yang ada. Untuk itu, kami tolak hasilnya.

Sebab lanjutnya GBGP yang merupakan penster pertama yang mengikuti GKI di Tanah Papua, tidak diakomodir. “Satu  kursipun dari perwakilan GBGP tidak dapat,” sesalnya.

Padahal, GBGP lahir sejak tahun 1956 atau lebih dari 50 tahun di Tanah Papua. Justru mereka tidak mendapatan satupun kursi MRP, tapi Gereja yang lain seperti Baptis West Papua justru dapat kursi.

“Gereja ini sinodenya dimana, Apa itu Gereja West Papua, Jangan bikin kacau atau dipolitisir dalam pemilihan calon Anggota MRP ini Itu tidak boleh,” tandasnya.

Untuk itu, ia mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk tidak melakukan pelantikan terhadap anggota MRP periode 2023-2028 khususnya Pokja Agama.

“Silakan dilantik untuk unsur adat dan perempuan, namun untuk Pokja Agama jangan dilantik,” tegasnya.

Dia pun menegaskan pihaknya akan menggugat terhadap penetapan calon anggota MRP periode 2023-2028 tersebut melalui jalur hukum. Karena tidak sesuai regulasi yang ada. Sebab, menurutnya jika hal ini dibiarkan, maka akan muncul banyak gereja yang hanya ingin menjadi anggota MRP.  “Kami akan gugat ke PTUN terhadap Panpil dan siapapun yang terlibat,” tandasnya.

Baca Juga :  Ditutup Dengan Semangat Mengedukasi

Diapun meminta agar seleksi anggota MRP tidak dilakukan hanya atas kepentingan oknum tertentu. Sebab MRP hadir untuk memenuhi kebutuhan orang Papua.

“Tidak boleh ada oknum-oknum  yang ingin meracuni agama di atas tanah ini, jangan memasukan nama-nama baru, gereja-gereja baru dan sinode baru yang tumbuh ibarat jamur di tengah musim hujan,” ujarnya.

“Kami minta pemerintah pusat harus mendengar hal ini dengan serius. Kami minta harus ada perwakilan anggota MRP dari GBGP di Tanah Papua. Jika GBGP tidak dapat 1 kursi, jangan pernah ada namanya pelantikan MRP,” sambungnya.

Sementara itu, aktivis Perempuan Papua, Yemima Gamai Yerisetouw juga mengaku kecewa atas hasil seleksi anggota MRP kali ini, diapun dengan tegas meminta agar penetapan Calon Anggota MRP periode 2023-2028 terutama Pokja Agama dibatalkan.

“Kami tolak tegas hasil pengumuman penetapan calon anggota MRP Pokja Agama. Itu harus dibatalkan, karena ada indikasi tidak sesuai aturan,” tegas Emi.

Diapun mendesak agar Plh Gubernur Papua meninjau ulang dan membatalkan hasil rekrutmen calon Anggota MRP Periode 2023-2028 terutama Pokja Agama, karena syarat dengan pelanggaran terhadap peraturan daerah yang mengatur tentang tata cara pemilihan anggota MRP periode 2023-2028. (rel/wen)

JAYAPURA-Aktivis dan tokoh perempuan Papua menyayangkan hasil seleksi anggota MRP khususnya (Pokja) Agama yang diumumkan oleh Gubernur Papua dalam surat Nomor 161.1/77-5/SET pada 10 Juli 2023 lalu. Pasalnya mereka dinilai hasil seleksi tidak sesuai dengan regulasi.

Doliana Yakadewa selaku Aktivis Jaker Tiki HAM Perempuan Papua mengatakan, mestinya pemilihan anggota MRP dari unsur agama itu, harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan daerah, seperti sinode yang berkedudukanya di Tanah Papua, berusia minimal 50 tahun dalam pelayanannya.

Tapi yang terjadi justru Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua yang lahir 17 Oktober 1956 atau lebih dari 50 tahun, justru tidak diakomidir. Padahal, GBGP justru lebih dahulu lahir dibandingkan GKI di Tanah Papua.

“Dalam aturan rekrutmennya, Sinode harus ada di Tanah Papua, penyebarannya 50 persen dan berbadan hukum. Kami menilai panitia pemilihan anggota MRP tidak memperhatikan kriteria, dalam hal ini melanggar peraturan daerah dan ini pelecehan, mengingat MRP merupakan lembaga kultur yang ada di Provinsi Papua,” tandas Doliana Yakadewa saat Jumpa Pers dengan Awak media di Abepura, Minggu, (16/7) kemarin.

Doliana, meminta pemilihan Calon Anggota MRP khususnya Pokja Agama ini tidak diintervensi dengan kepentingan tertentu. Apalagi, jika tidak representasi kultur terutama di wilayah Adat Tabi dan Saereri.

Baca Juga :  Bupati RHP Ikut Wujudkan Pembangunan Gereja GKII Kalvari Onggobalo

Lebih lanjut, disampaikan mestinya panitia pemilihan anggota MRP harus melihat kelayakannya sesuai dengan persyaratan dari peraturan daerah tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP tersebut.

“Ini kejahatan terstruktur atas nama Tuhan. Apalagi, tidak melihat aturan yang ada. Untuk itu, kami tolak hasilnya.

Sebab lanjutnya GBGP yang merupakan penster pertama yang mengikuti GKI di Tanah Papua, tidak diakomodir. “Satu  kursipun dari perwakilan GBGP tidak dapat,” sesalnya.

Padahal, GBGP lahir sejak tahun 1956 atau lebih dari 50 tahun di Tanah Papua. Justru mereka tidak mendapatan satupun kursi MRP, tapi Gereja yang lain seperti Baptis West Papua justru dapat kursi.

“Gereja ini sinodenya dimana, Apa itu Gereja West Papua, Jangan bikin kacau atau dipolitisir dalam pemilihan calon Anggota MRP ini Itu tidak boleh,” tandasnya.

Untuk itu, ia mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk tidak melakukan pelantikan terhadap anggota MRP periode 2023-2028 khususnya Pokja Agama.

“Silakan dilantik untuk unsur adat dan perempuan, namun untuk Pokja Agama jangan dilantik,” tegasnya.

Dia pun menegaskan pihaknya akan menggugat terhadap penetapan calon anggota MRP periode 2023-2028 tersebut melalui jalur hukum. Karena tidak sesuai regulasi yang ada. Sebab, menurutnya jika hal ini dibiarkan, maka akan muncul banyak gereja yang hanya ingin menjadi anggota MRP.  “Kami akan gugat ke PTUN terhadap Panpil dan siapapun yang terlibat,” tandasnya.

Baca Juga :  Kemenangan Partai Demokrat Butuh Kerja Keras Semua Kader Partai

Diapun meminta agar seleksi anggota MRP tidak dilakukan hanya atas kepentingan oknum tertentu. Sebab MRP hadir untuk memenuhi kebutuhan orang Papua.

“Tidak boleh ada oknum-oknum  yang ingin meracuni agama di atas tanah ini, jangan memasukan nama-nama baru, gereja-gereja baru dan sinode baru yang tumbuh ibarat jamur di tengah musim hujan,” ujarnya.

“Kami minta pemerintah pusat harus mendengar hal ini dengan serius. Kami minta harus ada perwakilan anggota MRP dari GBGP di Tanah Papua. Jika GBGP tidak dapat 1 kursi, jangan pernah ada namanya pelantikan MRP,” sambungnya.

Sementara itu, aktivis Perempuan Papua, Yemima Gamai Yerisetouw juga mengaku kecewa atas hasil seleksi anggota MRP kali ini, diapun dengan tegas meminta agar penetapan Calon Anggota MRP periode 2023-2028 terutama Pokja Agama dibatalkan.

“Kami tolak tegas hasil pengumuman penetapan calon anggota MRP Pokja Agama. Itu harus dibatalkan, karena ada indikasi tidak sesuai aturan,” tegas Emi.

Diapun mendesak agar Plh Gubernur Papua meninjau ulang dan membatalkan hasil rekrutmen calon Anggota MRP Periode 2023-2028 terutama Pokja Agama, karena syarat dengan pelanggaran terhadap peraturan daerah yang mengatur tentang tata cara pemilihan anggota MRP periode 2023-2028. (rel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya