Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Dua Warga Sipil yang Tewas Bukan Anggota KKB

Kapolda Papua Irjen Pol. Paulus Waterpauw dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab  saat melihat jenazah korban penembakan di RSUD Timika, Selasa (14/4). (FOTO: Humas Polda Papua for Cepos)

Pangdam: Yakinkan Proses Hukum Berjalan

JAYAPURA- Warga sipil kembali menjadi korban tembak salah sasaran yang dilakukan aparat keamanan di Kabupaten Mimika tepatnya di MP 34  area PT. Freeport Indonesia Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Senin (13/4). Adapun dua korban tersebut bernama Eben Bebari  (20) dan Rony Wandik (23).

Terkait penembakan salah sasaran ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnnas HAM) RI Perwakilan Papua dan Papua Barat telah menerima aduan dari keluarga korban yang mendesak Komnas HAM untuk segera turun di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua dan Papua Barat Frits Ramandey menyampaikan, dari pengaduan keluarga korban Eben Bebari, kedua pemuda yang ditembak hingga meninggal dunia sama sekali tidak terlibat dalam Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

“Komnas HAM sudah  berkoordinasi dengan Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih terkait hal ini. Namun  belum  mendapatkan klarifikasi soal kasus yang terjadi di Mimika yang menewaskan dua warga sipil tersebut,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Selasa (14/4).

Terhadap pengaduan dari keluarga korban, menurutnya jauh hari Komnas HAM telah mengingatkan kepada Satgas-satgas yang bertugas di wilayah Papua harus melakukan penegakan hukum dengan tepat sasaran, agar tidak ada warga sipil yang menjadi korban.

“Salah tembak hingga menjadikan warga sipil sebagai korban menunjukkan bahwa mereka ini kerja tidak terstruktur. Mereka menciderai negara, orang  yang tidak berdosa, tidak ada hubungan apa apa dengan KKB dihilangkan nyawanya,” sesalnya.

Dalam prespektif HAM lanjut Frits, kesalahan sekecil apapun salah yang dilakukan oleh aparat negara, itu membuat  citra negara semakin buruk dalam  perspektif HAM  bagi orang Papua.

Karena itu, penegakan hukum ada di bawah Satgas Nemangkawi. Sehingga seluruh operasi harus dikendalikan di bawah Satgas Nemangkawi dan diarahkan oleh Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih, sehingga kemudian tidak melakukan operasi di luar Satgas.

“Saya lihat saat ini Satgas-satgas terlalu banyak. Karena itu kita minta  agar seluruh Satgas-satgas yang ada di luar Satgas Nemangkawi dievaluasi. Bila perlu ditarik, sehingga tidak terlalu banyak satgas di Papua,” tegasnya.

Komnas HAM juga mengingatkan agar Satgas-satgas yang  bertugas dari luar Papua harus melibatkan anggota Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua. Sebab hanya orang Papua  yang lebih mengerti karakter, kultur dan budaya orang Papua itu sendiri.

“Saya mengingatkan Panglima TNI agar Satgas  yang datang ke Papua harus dibekali, jangan  kerja sendiri. Penegakan hukum kepada KKB itu dikerjakan oleh Satgas Nemangkawi, karena didalam Satgas Nemangkawi ada anggota TNI-Polri,” ucap Frits.

Baca Juga :  Bersyukur Terserang saat Gaya Hidup Sudah Sehat

Terkait dengan kejadian ini, Frits mengaku belum bisa mengirimkan tim. Mengingat situasi yang ada saat ini soal pembatasan akses. Namun ini menjadi PR Komnas HAM dan akan menurunkan TIM jika situasi sudah membaik.

“Ini menjadi tugas kami, namun sekali lagi  atas nama komnas HAM saya menyampaikan permintaan maaf sebagai pimpinan di Papua dan Papua Barat yang belum bisa  datang ke wilayah ini, karena situsi yang sedang terjadi saat ini. Komnas HAM juga menyampaikan turut berduka cita atas kejadian ini,” ucap Frits.

Sementara itu, dari data yang diterima Cenderawasih Pos menyebutkan terjadi kontak tembak antara Satgas Pamtas Mobile Gab YR 712 dan YR 900 dengan anggota KKSB di MP 34 area PT Freeport, Kuala Kencana, pada Senin (13/4).

Dimana sekira pukul 16.30 WIT, personel Satgas YR 712 dan YR 900 yang terdiri dari Tim Badak 1, Badak 2 dan Subali 1 melaksanakan patroli dan ambush. Selang 15 menit kemudian tim mendengar suara tembakan sebanyak dua kali dan suara gaduh di sekitar sungai MP 34. Tim kemudian berusaha untuk merapat ke pinggir sungai guna melaksanakan pengintaian.

Dalam pengintaian itu, tim melihat ada empat orang KKSB yang sedang melaksanakan bakar-bakar dengan membawa dua pucuk senjata laras panjang jenis SS2 dan AK 47 hingga terjadilah tembakan terbidik terhadap empat orang kelompok KKSB mengakibatkan dua orang dari KKSB meninggal dunia dan dua orang berhasil melarikan diri  masuk ke dalam hutan dengan membawa kabur dua pucuk laras panjang.

Adapun barang bukti yang ditemukan di lokasi yakni dua pucuk senapan penembak ikan rakitan, satu gelang bendera lambang KKSB, satu bungkus rokok, dua kunci motor Yamaha Mio, 10 buah pinang, satu noken kecil berisi tujuh butir amunisi kaliber 5,56 mm.

Terkait kasus ini, Kemarin (14/4), Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Herman Asaribab dan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw bertolak ke Mimika. Mereka datang ke sana setelah mendapat laporan ada dua orang warga sipil tertembak aparat keamanan.

Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa insiden tersebut terjadi Senin (13/4). Aparat keamanan mengira kedua korban merupakan bagian dari kelompok kriminal bersenjata yang kerap mengganggu masyarakat. Namun belakangan diketahui bahwa kedua korban tidak berkaitan dengan kelompok itu. Untuk itu, Pangdam dan Kapolda turun langsung ke Mimika. Mereka datang untuk melihat korban dan bertemu keluarga korban.

Baca Juga :  Rumasukun Terima Nota Dinas Plt. dan Plh. Sekda

Kepada awak media, Pangdam Herman Asaribab menyampaikan bahwa pihaknya akan mengambil langkah-langkah sesuai prosedur. ”Nanti kami ada petugas yang ditunjuk melaksanakan investigasi,” ungkap dia kemarin. 

Orang nomor satu di Kodam XVII/Cendrawasih itu pun menyatakan, investigasi dilakukan untuk mengetahui duduk persoalan berikut berbagai fakta terkait insiden yang dilaporkan terjadi di Mile 34 kawasan PT Freeport Indonesia itu.

Herman juga memastikan prosedur hukum berjalan pararel seiring dengan investigasi yang dilaksanakan. Jenderal bintang dua TNI AD itu menyebut, prosedur itu dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. ”Ada pun proses-proses hukum berjalan,” imbuhnya. Tidak hanya itu, dia juga menyampaikan belangsungkawa dan duka cita mendalam terhadap korban dan keluarga korban. ”Kami turut berduka cita,” tambah dia.

Senada dengan Herman, Paulus juga menyampaikan hal serupa. Pihaknya berduka atas insiden yang menyebabkan dua korban meninggal dunia. ”Ya, tugas kami hari ini adalah bagaimana agar kami segera menyampaikan duka cita kepada warga, kemudian mempersiapkan semua proses sampai dengan pemakaman dari kedua almarhum,” bebernya. Diakui olehnya, kondisi dan situasi keamanan di Papua saat ini sedang kurang baik.

Ketika mereka tengah membantu pemerintah yang bersusah payah melawan pandemi virus korona, gangguan dari kelompok kriminal bersenjata tidak ada hentinya. ”Sehingga kami harus menempatkan satuan-satuan tugas untuk menjaga masyarakat, melindungi masyarakat,” bebernya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, pakar militer Khairul Fahmi menyampaikan, aparat keamanan di Papua harus mengubah pola operasi.

Menurut Fahmi, kondisi saat ini memang tidak mudah. Apalagi bagi personel TNI dan Polri yang bertugas di Papua. ”Penanganan masalah Papua tentu punya beban ekstra,” kata dia. Untuk itu, perlu ada perubahan pola operasi. Yang tadinya banyak berkonsentrasi pada operasi keamanan, diubah jadi lebih banyak pada operasi kemanusiaan. ”Ya menyesuaikan situasi,” tambahnya.

Fahmi mengerti, aparat keamanan di Papua harus berhadapan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang bisa muncul kapan saja. Namun begitu, operasi kemanusiaan tetap harus dikedepankan dalam kondisi saat ini. ”Itu lebih diperkuat,” kata dia. Tentu, itu tidak lantas menutup ruang operasi keamanan. Sebab, keamanan masyarakat juga harus dijamin. ”Operasi keamanan menyesuikan gerak operasi kemanusiaan,” imbuhnya. (fia/syn/nat)

Kapolda Papua Irjen Pol. Paulus Waterpauw dan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab  saat melihat jenazah korban penembakan di RSUD Timika, Selasa (14/4). (FOTO: Humas Polda Papua for Cepos)

Pangdam: Yakinkan Proses Hukum Berjalan

JAYAPURA- Warga sipil kembali menjadi korban tembak salah sasaran yang dilakukan aparat keamanan di Kabupaten Mimika tepatnya di MP 34  area PT. Freeport Indonesia Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Senin (13/4). Adapun dua korban tersebut bernama Eben Bebari  (20) dan Rony Wandik (23).

Terkait penembakan salah sasaran ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnnas HAM) RI Perwakilan Papua dan Papua Barat telah menerima aduan dari keluarga korban yang mendesak Komnas HAM untuk segera turun di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua dan Papua Barat Frits Ramandey menyampaikan, dari pengaduan keluarga korban Eben Bebari, kedua pemuda yang ditembak hingga meninggal dunia sama sekali tidak terlibat dalam Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

“Komnas HAM sudah  berkoordinasi dengan Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih terkait hal ini. Namun  belum  mendapatkan klarifikasi soal kasus yang terjadi di Mimika yang menewaskan dua warga sipil tersebut,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Selasa (14/4).

Terhadap pengaduan dari keluarga korban, menurutnya jauh hari Komnas HAM telah mengingatkan kepada Satgas-satgas yang bertugas di wilayah Papua harus melakukan penegakan hukum dengan tepat sasaran, agar tidak ada warga sipil yang menjadi korban.

“Salah tembak hingga menjadikan warga sipil sebagai korban menunjukkan bahwa mereka ini kerja tidak terstruktur. Mereka menciderai negara, orang  yang tidak berdosa, tidak ada hubungan apa apa dengan KKB dihilangkan nyawanya,” sesalnya.

Dalam prespektif HAM lanjut Frits, kesalahan sekecil apapun salah yang dilakukan oleh aparat negara, itu membuat  citra negara semakin buruk dalam  perspektif HAM  bagi orang Papua.

Karena itu, penegakan hukum ada di bawah Satgas Nemangkawi. Sehingga seluruh operasi harus dikendalikan di bawah Satgas Nemangkawi dan diarahkan oleh Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih, sehingga kemudian tidak melakukan operasi di luar Satgas.

“Saya lihat saat ini Satgas-satgas terlalu banyak. Karena itu kita minta  agar seluruh Satgas-satgas yang ada di luar Satgas Nemangkawi dievaluasi. Bila perlu ditarik, sehingga tidak terlalu banyak satgas di Papua,” tegasnya.

Komnas HAM juga mengingatkan agar Satgas-satgas yang  bertugas dari luar Papua harus melibatkan anggota Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua. Sebab hanya orang Papua  yang lebih mengerti karakter, kultur dan budaya orang Papua itu sendiri.

“Saya mengingatkan Panglima TNI agar Satgas  yang datang ke Papua harus dibekali, jangan  kerja sendiri. Penegakan hukum kepada KKB itu dikerjakan oleh Satgas Nemangkawi, karena didalam Satgas Nemangkawi ada anggota TNI-Polri,” ucap Frits.

Baca Juga :  Pemprov Izinkan Salat Ied di Halaman Kantor Gubernur

Terkait dengan kejadian ini, Frits mengaku belum bisa mengirimkan tim. Mengingat situasi yang ada saat ini soal pembatasan akses. Namun ini menjadi PR Komnas HAM dan akan menurunkan TIM jika situasi sudah membaik.

“Ini menjadi tugas kami, namun sekali lagi  atas nama komnas HAM saya menyampaikan permintaan maaf sebagai pimpinan di Papua dan Papua Barat yang belum bisa  datang ke wilayah ini, karena situsi yang sedang terjadi saat ini. Komnas HAM juga menyampaikan turut berduka cita atas kejadian ini,” ucap Frits.

Sementara itu, dari data yang diterima Cenderawasih Pos menyebutkan terjadi kontak tembak antara Satgas Pamtas Mobile Gab YR 712 dan YR 900 dengan anggota KKSB di MP 34 area PT Freeport, Kuala Kencana, pada Senin (13/4).

Dimana sekira pukul 16.30 WIT, personel Satgas YR 712 dan YR 900 yang terdiri dari Tim Badak 1, Badak 2 dan Subali 1 melaksanakan patroli dan ambush. Selang 15 menit kemudian tim mendengar suara tembakan sebanyak dua kali dan suara gaduh di sekitar sungai MP 34. Tim kemudian berusaha untuk merapat ke pinggir sungai guna melaksanakan pengintaian.

Dalam pengintaian itu, tim melihat ada empat orang KKSB yang sedang melaksanakan bakar-bakar dengan membawa dua pucuk senjata laras panjang jenis SS2 dan AK 47 hingga terjadilah tembakan terbidik terhadap empat orang kelompok KKSB mengakibatkan dua orang dari KKSB meninggal dunia dan dua orang berhasil melarikan diri  masuk ke dalam hutan dengan membawa kabur dua pucuk laras panjang.

Adapun barang bukti yang ditemukan di lokasi yakni dua pucuk senapan penembak ikan rakitan, satu gelang bendera lambang KKSB, satu bungkus rokok, dua kunci motor Yamaha Mio, 10 buah pinang, satu noken kecil berisi tujuh butir amunisi kaliber 5,56 mm.

Terkait kasus ini, Kemarin (14/4), Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Herman Asaribab dan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw bertolak ke Mimika. Mereka datang ke sana setelah mendapat laporan ada dua orang warga sipil tertembak aparat keamanan.

Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa insiden tersebut terjadi Senin (13/4). Aparat keamanan mengira kedua korban merupakan bagian dari kelompok kriminal bersenjata yang kerap mengganggu masyarakat. Namun belakangan diketahui bahwa kedua korban tidak berkaitan dengan kelompok itu. Untuk itu, Pangdam dan Kapolda turun langsung ke Mimika. Mereka datang untuk melihat korban dan bertemu keluarga korban.

Baca Juga :  Tak Ada Lagi Balas Pantun, DPRP Nyatakan Satu Suara

Kepada awak media, Pangdam Herman Asaribab menyampaikan bahwa pihaknya akan mengambil langkah-langkah sesuai prosedur. ”Nanti kami ada petugas yang ditunjuk melaksanakan investigasi,” ungkap dia kemarin. 

Orang nomor satu di Kodam XVII/Cendrawasih itu pun menyatakan, investigasi dilakukan untuk mengetahui duduk persoalan berikut berbagai fakta terkait insiden yang dilaporkan terjadi di Mile 34 kawasan PT Freeport Indonesia itu.

Herman juga memastikan prosedur hukum berjalan pararel seiring dengan investigasi yang dilaksanakan. Jenderal bintang dua TNI AD itu menyebut, prosedur itu dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. ”Ada pun proses-proses hukum berjalan,” imbuhnya. Tidak hanya itu, dia juga menyampaikan belangsungkawa dan duka cita mendalam terhadap korban dan keluarga korban. ”Kami turut berduka cita,” tambah dia.

Senada dengan Herman, Paulus juga menyampaikan hal serupa. Pihaknya berduka atas insiden yang menyebabkan dua korban meninggal dunia. ”Ya, tugas kami hari ini adalah bagaimana agar kami segera menyampaikan duka cita kepada warga, kemudian mempersiapkan semua proses sampai dengan pemakaman dari kedua almarhum,” bebernya. Diakui olehnya, kondisi dan situasi keamanan di Papua saat ini sedang kurang baik.

Ketika mereka tengah membantu pemerintah yang bersusah payah melawan pandemi virus korona, gangguan dari kelompok kriminal bersenjata tidak ada hentinya. ”Sehingga kami harus menempatkan satuan-satuan tugas untuk menjaga masyarakat, melindungi masyarakat,” bebernya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, pakar militer Khairul Fahmi menyampaikan, aparat keamanan di Papua harus mengubah pola operasi.

Menurut Fahmi, kondisi saat ini memang tidak mudah. Apalagi bagi personel TNI dan Polri yang bertugas di Papua. ”Penanganan masalah Papua tentu punya beban ekstra,” kata dia. Untuk itu, perlu ada perubahan pola operasi. Yang tadinya banyak berkonsentrasi pada operasi keamanan, diubah jadi lebih banyak pada operasi kemanusiaan. ”Ya menyesuaikan situasi,” tambahnya.

Fahmi mengerti, aparat keamanan di Papua harus berhadapan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang bisa muncul kapan saja. Namun begitu, operasi kemanusiaan tetap harus dikedepankan dalam kondisi saat ini. ”Itu lebih diperkuat,” kata dia. Tentu, itu tidak lantas menutup ruang operasi keamanan. Sebab, keamanan masyarakat juga harus dijamin. ”Operasi keamanan menyesuikan gerak operasi kemanusiaan,” imbuhnya. (fia/syn/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya