Thursday, April 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Koordinasi TNI-Polri, Pemda dan DPR Tidak Jalan

Frits Ramandey ( FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, munculnya struktur baru di tubuh TNI, menambah panjang rumitnya birokrasi koordinasi penanganan kasus di tanah papua sepanjang tahun 2020.

 Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey melihat koordinasi antara TNI-Polri, Pemda dan DPR tidak jalan. Masing-masing jalan dengan timnya sendiri dalam 

penanganan setiap kejadian di papua.

“Ini menjadi fenomena baru yang tidak menyelesaikan masalah, masing-masing hanya ada  pada posisinya yang tidak menyelesaikan masalah,” kata Frits.

Komnas HAM juga menyoroti soal Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III, terutaman juru bicaranya yang berada di tempat lain namun selalu memberikan statement. Yang mana secara hirarki komando akan membuat kaku Kodam dan Polda Papua.

Baca Juga :  Harus Dihormati Hak-haknya sebagai Warga Negara

“Kami mengusulkan Kogabwilhan cukup mengkoordinir saja. Biarkan Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih yang mengendalikan operasi di daerah,” ungkap Frits.

Penyampaian Komnas HAM ini tidak terlepas dari rentetan peristiwa yang terjadi di Papua sepnjang tahun 2020 yang melibatkan Kogabwilhan, namun ketika dimintai keterangan Komnas HAM merasa kesulitan.

 “Kehadiran  Kogabwilhan mengganggu sistim koordinasi operasi  dan komando, sebagaimana  beberapa kasus terakhir di Hitadipa dimana oknum anggota TNI membakar rumah dinas kesehatan, kasus Mile 34 dan penembakan ayah dan anak di Kabupaten Nduga,” beber Frits.

Lanjut Frits, dalam kasus Mile 34. Sampai saat ini tidak bisa dibuktikan apakah dua orang tersebut membawa senjata atau tidak. Kenyataannya, mereka membawa senapan angin.

“Pengelolaan keamanan di papua jika tidak dibenahi, ini akan menambah masalah besar di papua dan berpotensi mengundang reaksi  internasional untuk menyatakan keprihatinan dalam mekanisme Dewan HAM PBB,” tegas Frits.

Baca Juga :  Jeda Kemanusian Tidak Direspon, Pemerintah Tidak Serius Selesaikan Konflik ?

Frits mengaku Komnas HAM telah bertemu langsung dengan Panglima TNI di Timika, dalam pertemuan tersebut, Frits meminta Panglima untuk menata ulang komunikasi antara Kodam XVII/Cenderawasih, Kogabwilhan III dan Polda Papua dalam  rangka kebijakan operasi keamanan di Papua.

Secara terpisah Kapen Kogabwilhan III Kol Ci IGN Suriastawa mengatakan, keberadaan  Kogabwilhan untuk menjaga kedaulatan  dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Siapa saja boleh  menilai atau berpendapat, yang jelas keberadaan Kogabwilhan untuk membantu  dan mnjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Ada hal yang lebih besar,” tegasnya. (fia/nat)

Frits Ramandey ( FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, munculnya struktur baru di tubuh TNI, menambah panjang rumitnya birokrasi koordinasi penanganan kasus di tanah papua sepanjang tahun 2020.

 Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey melihat koordinasi antara TNI-Polri, Pemda dan DPR tidak jalan. Masing-masing jalan dengan timnya sendiri dalam 

penanganan setiap kejadian di papua.

“Ini menjadi fenomena baru yang tidak menyelesaikan masalah, masing-masing hanya ada  pada posisinya yang tidak menyelesaikan masalah,” kata Frits.

Komnas HAM juga menyoroti soal Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III, terutaman juru bicaranya yang berada di tempat lain namun selalu memberikan statement. Yang mana secara hirarki komando akan membuat kaku Kodam dan Polda Papua.

Baca Juga :  Kelompok Sabinus Waker Diduga Dalang Penembakan

“Kami mengusulkan Kogabwilhan cukup mengkoordinir saja. Biarkan Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih yang mengendalikan operasi di daerah,” ungkap Frits.

Penyampaian Komnas HAM ini tidak terlepas dari rentetan peristiwa yang terjadi di Papua sepnjang tahun 2020 yang melibatkan Kogabwilhan, namun ketika dimintai keterangan Komnas HAM merasa kesulitan.

 “Kehadiran  Kogabwilhan mengganggu sistim koordinasi operasi  dan komando, sebagaimana  beberapa kasus terakhir di Hitadipa dimana oknum anggota TNI membakar rumah dinas kesehatan, kasus Mile 34 dan penembakan ayah dan anak di Kabupaten Nduga,” beber Frits.

Lanjut Frits, dalam kasus Mile 34. Sampai saat ini tidak bisa dibuktikan apakah dua orang tersebut membawa senjata atau tidak. Kenyataannya, mereka membawa senapan angin.

“Pengelolaan keamanan di papua jika tidak dibenahi, ini akan menambah masalah besar di papua dan berpotensi mengundang reaksi  internasional untuk menyatakan keprihatinan dalam mekanisme Dewan HAM PBB,” tegas Frits.

Baca Juga :  Honorer Satpol PP Tewas Dihajar Teman Minum

Frits mengaku Komnas HAM telah bertemu langsung dengan Panglima TNI di Timika, dalam pertemuan tersebut, Frits meminta Panglima untuk menata ulang komunikasi antara Kodam XVII/Cenderawasih, Kogabwilhan III dan Polda Papua dalam  rangka kebijakan operasi keamanan di Papua.

Secara terpisah Kapen Kogabwilhan III Kol Ci IGN Suriastawa mengatakan, keberadaan  Kogabwilhan untuk menjaga kedaulatan  dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Siapa saja boleh  menilai atau berpendapat, yang jelas keberadaan Kogabwilhan untuk membantu  dan mnjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Ada hal yang lebih besar,” tegasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya