Thursday, August 14, 2025
26.3 C
Jayapura

Rawan Jika Pejabat Pusat Datang dengan Agenda Ganda

JAYAPURA – Akademisi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Uncen, Yakobus Richard menilai, polemik yang hari ini muncul di publik pada masa Pemungutan Suara Ulang (PSU) adalah bentuk ketidakpercayaan kepada institusi baik pemerintahan maupun penyelenggara.

“Yang terjadi saat ini, penyampaian aspirasi sudah tidak lagi menggunakan jalur-jalur yang sifatnya normatif. Namun dilakukan dengan bentuk solidaritas sosial yang kemudian menghasilkan unjuk rasa, seperti demo yang terjadi di Kantor Gubernur Papua,” kata Yakobus kepada Cenderawasih Pos, Selasa (12/8).

Demo ini bukan sekali dan isinya menyinggung dugaan keterlibatan Pj Gubernur dalam mendukung salah satu paslon.

Menurutnya, hal ini menandakan masyarakat tidak lagi menghendaki adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) jilid II.

Baca Juga :  Pembangunan Gedung RS Vertikal Papua Capai  22,19 Persen

“PSU ini adalah pertarungan harga mati, yang diharapkan jauh dari aspek pelanggaran Pemilu yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif,” ungkapnya.

Lalu, di tengah proses PSU yang sedang berjalan, beberapa menteri dalam kabinet Presiden Prabowo mengunjungi Papua. Seperti Menteri ESDM Bahlil yang menyambangi Papua sebelum tahapan pencoblosan. Bahlil merupakan Ketua DPP Golkar yang juga menjadi pengusung salah satu kandidat. Terbaru, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian bersama Tito Karnavian yang ketika itu didampingi Menteri Perumahan dan Permukiman Indonesia, Maruarar Sirait.

Hanya dua menteri ini memiliki jadwal ke Papua Pegunungan untuk mengecek titik pusat pembangunan pemerintahan disana. Dua Menteri ini dijemput Pj Gubernur, Agus Fatoni, Kapolda Irjend Pol Patrige Renwarin, Sekda Susana Wanggai dan beberapa pejabat lainnya. Yakobus menilai, kehadiran pejabat di tingkat pusat harus menggunakan pendekatan yang sifatnya non-PSU. Mereka datang ke Papua tujuannya untuk melihat perkembangan pembangunan di tanah Papua.

Baca Juga :  13 Kali ke Papua, BEM Minta Presiden Selesaikan Pelanggaran HAM di Papua

JAYAPURA – Akademisi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Uncen, Yakobus Richard menilai, polemik yang hari ini muncul di publik pada masa Pemungutan Suara Ulang (PSU) adalah bentuk ketidakpercayaan kepada institusi baik pemerintahan maupun penyelenggara.

“Yang terjadi saat ini, penyampaian aspirasi sudah tidak lagi menggunakan jalur-jalur yang sifatnya normatif. Namun dilakukan dengan bentuk solidaritas sosial yang kemudian menghasilkan unjuk rasa, seperti demo yang terjadi di Kantor Gubernur Papua,” kata Yakobus kepada Cenderawasih Pos, Selasa (12/8).

Demo ini bukan sekali dan isinya menyinggung dugaan keterlibatan Pj Gubernur dalam mendukung salah satu paslon.

Menurutnya, hal ini menandakan masyarakat tidak lagi menghendaki adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) jilid II.

Baca Juga :  Berharap Trayek Kapal Putih ke Waropen Terus  Berjalan

“PSU ini adalah pertarungan harga mati, yang diharapkan jauh dari aspek pelanggaran Pemilu yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif,” ungkapnya.

Lalu, di tengah proses PSU yang sedang berjalan, beberapa menteri dalam kabinet Presiden Prabowo mengunjungi Papua. Seperti Menteri ESDM Bahlil yang menyambangi Papua sebelum tahapan pencoblosan. Bahlil merupakan Ketua DPP Golkar yang juga menjadi pengusung salah satu kandidat. Terbaru, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian bersama Tito Karnavian yang ketika itu didampingi Menteri Perumahan dan Permukiman Indonesia, Maruarar Sirait.

Hanya dua menteri ini memiliki jadwal ke Papua Pegunungan untuk mengecek titik pusat pembangunan pemerintahan disana. Dua Menteri ini dijemput Pj Gubernur, Agus Fatoni, Kapolda Irjend Pol Patrige Renwarin, Sekda Susana Wanggai dan beberapa pejabat lainnya. Yakobus menilai, kehadiran pejabat di tingkat pusat harus menggunakan pendekatan yang sifatnya non-PSU. Mereka datang ke Papua tujuannya untuk melihat perkembangan pembangunan di tanah Papua.

Baca Juga :  Tak Ada Solusi Lain, Kembalikan Pilot Susi Air!

Berita Terbaru

Artikel Lainnya