Friday, November 22, 2024
25.7 C
Jayapura

Menyudahi Konflik Papua Harus Melibatkan OAP

JAYAPURA – Presiden Joko Widodo baru saja selesai menggelar rapat terbatas bersama Menhan Prabowo Subianto, Kapolri hingga Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/5). Rapat itu membahas mengenai operasi khusus di Papua.

Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menilai operasi tidak identik dengan operasi militer atau operasi keamanan. Namun ada juga operasi sipil dengan proyek pembangunan atau pendekatan partisipatoris yang menjadi pendekatan alternatif.

Namun yang perlu diingat kata Frits, Panglima TNI harus mendukung operasi yang sudah dilakukan oleh Kapolri. Sebab, Papua bukan daerah operasi militer (DOM).

“Komnas akan mengirim rekomenadsi kepada pemerintah untuk membenahi operasi di Papua, selain itu mengusulkan tentang operasi kemanusiaan yang mengedepankan proses yang partisipatif dengan mendorong upaya kompromi dan dialog,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (12/5).

Dengan begitu lanjut Frits, operasi yang ada bukan identik dengan operasi militer atau keamanan. Sehingga upaya damai dan aman di Papua kedepannya bisa terwujud.

Baca Juga :  Jacksen Sebut Zah Rahan ‘Kebelet’ Kembali ke Persipura

Namun yang perlu diingat kata Frits, berbicara soal Papua maka harus melibatkan OAP itu sendiri dan pembahasannya harus dilakukan di Papua bukan di tempat lain.

“Presiden harus mengajak OAP untuk bicara soal Papua, dan bicara tentang Papua harus dilakukan di Papua. Jangan bicara soal tanah ini dengan memanggil orang non Papua. Entah itu dia Menteri bahkan sekelas pengurus partai sekalipun, sepanjang dia bukan OAP tidak bisa menyelesaikan kasus Papua,” tegasnya.

Menurut Frits, hanya orang Papualah yang mengerti persoalan Papua. Bukan mereka yang mengatasnamakan diri sebagai OAP untuk sebuah kepentingan.

“Sejarah membuktikan bicara Papua dengan orang yang bukan OAP tidak ada solusinya. Presiden harus membentuk satu tim khusus yang didalamnya OAP untuk berbicara  penyelesaian Papua,” tegasnya.

Menurut Frits, bicara konflik Papua. 80 persen menjadi tanggungjawab pemerintah dan 20 persen menjadi tanggungjawab kelompok sipil bersenjata.

Lantas, bagaimana Komnas HAM menilai pembahasan operasi di Papua yang melibatkan Prabowo sebagai Menhan, yang juga menang di Pilpres kemarin sekaligus diduga punya catatan kelam di Papua soal dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan mantan menantu Soeharto itu ?

Baca Juga :  Terancam Penjara Seumur Hidup, Ngaku 3 Kali Bertransaksi Seks

Menurut Frits, Prabowo bukan hanya punya direktori soal Nduga. Namun juga Timur Leste hingga kasus Trisakti, Semanggi dimana nama Prabowo ada di sana.

“Sangatlah benar Jokowi memanggil Prabowo yang merupakan Presiden terpilih untuk  membahas isu Papua, sebab tahun depan yang melaksanakan anggaran ini adalah Prabowo,” ujarnya.

Namun lanjut Frits, yang menjadi tantangan berat bagi Prabowo adalah merubah image dia sebagai komandan waktu itu, dan image merubah citra satuan elit Kopasus.

“Saya punya keyakinan Prabowo merubah citranya, jika tidak merubah citranya dalam konteks Papua akan sangat berbahaya bagi negeri ini. Sangat berbahaya bagi keberadaan Papua dalam konteks NKRI,” pungkasnya. (fia/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

JAYAPURA – Presiden Joko Widodo baru saja selesai menggelar rapat terbatas bersama Menhan Prabowo Subianto, Kapolri hingga Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/5). Rapat itu membahas mengenai operasi khusus di Papua.

Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menilai operasi tidak identik dengan operasi militer atau operasi keamanan. Namun ada juga operasi sipil dengan proyek pembangunan atau pendekatan partisipatoris yang menjadi pendekatan alternatif.

Namun yang perlu diingat kata Frits, Panglima TNI harus mendukung operasi yang sudah dilakukan oleh Kapolri. Sebab, Papua bukan daerah operasi militer (DOM).

“Komnas akan mengirim rekomenadsi kepada pemerintah untuk membenahi operasi di Papua, selain itu mengusulkan tentang operasi kemanusiaan yang mengedepankan proses yang partisipatif dengan mendorong upaya kompromi dan dialog,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (12/5).

Dengan begitu lanjut Frits, operasi yang ada bukan identik dengan operasi militer atau keamanan. Sehingga upaya damai dan aman di Papua kedepannya bisa terwujud.

Baca Juga :  Bukan New Normal, Tapi Relaksasi Kontekstual Papua

Namun yang perlu diingat kata Frits, berbicara soal Papua maka harus melibatkan OAP itu sendiri dan pembahasannya harus dilakukan di Papua bukan di tempat lain.

“Presiden harus mengajak OAP untuk bicara soal Papua, dan bicara tentang Papua harus dilakukan di Papua. Jangan bicara soal tanah ini dengan memanggil orang non Papua. Entah itu dia Menteri bahkan sekelas pengurus partai sekalipun, sepanjang dia bukan OAP tidak bisa menyelesaikan kasus Papua,” tegasnya.

Menurut Frits, hanya orang Papualah yang mengerti persoalan Papua. Bukan mereka yang mengatasnamakan diri sebagai OAP untuk sebuah kepentingan.

“Sejarah membuktikan bicara Papua dengan orang yang bukan OAP tidak ada solusinya. Presiden harus membentuk satu tim khusus yang didalamnya OAP untuk berbicara  penyelesaian Papua,” tegasnya.

Menurut Frits, bicara konflik Papua. 80 persen menjadi tanggungjawab pemerintah dan 20 persen menjadi tanggungjawab kelompok sipil bersenjata.

Lantas, bagaimana Komnas HAM menilai pembahasan operasi di Papua yang melibatkan Prabowo sebagai Menhan, yang juga menang di Pilpres kemarin sekaligus diduga punya catatan kelam di Papua soal dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan mantan menantu Soeharto itu ?

Baca Juga :  HUT Ke 23, DWP Lanny Jaya Gelar Natal Bersama

Menurut Frits, Prabowo bukan hanya punya direktori soal Nduga. Namun juga Timur Leste hingga kasus Trisakti, Semanggi dimana nama Prabowo ada di sana.

“Sangatlah benar Jokowi memanggil Prabowo yang merupakan Presiden terpilih untuk  membahas isu Papua, sebab tahun depan yang melaksanakan anggaran ini adalah Prabowo,” ujarnya.

Namun lanjut Frits, yang menjadi tantangan berat bagi Prabowo adalah merubah image dia sebagai komandan waktu itu, dan image merubah citra satuan elit Kopasus.

“Saya punya keyakinan Prabowo merubah citranya, jika tidak merubah citranya dalam konteks Papua akan sangat berbahaya bagi negeri ini. Sangat berbahaya bagi keberadaan Papua dalam konteks NKRI,” pungkasnya. (fia/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya