Saturday, April 20, 2024
31.7 C
Jayapura

Arsitek Bangunan Masukan Simbol Hari Kemerdekaan

Mengunjungi Gereja Katolik Tertua di Kalteng yang Masuk Cagar Budaya 

Keberadaan Gereja Katedral St Maria Palangka Raya menjadi simbol kehadiran umat Katolik di Bumi Tambun Bungai. Bangunan yang berdiri kokoh dan megah di Jalan Tjilik Riwut Km 1 Palangka Raya tersebut menjadi salah satu gereja Katolik tertua di Kalteng yang diresmikan pada 1 Maret 1963.  

EMANUEL LIU, Palangka Raya

KATEDRAL berasal dari bahasa latin yaitu dari kata cathedral yang berarti kursi tahta bagi pemimpin umat Katolik. Seperti paus dan uskup serta merupakan tempat uskup memberikan ajaran, kepemimpinan, merayakan ekaristi dan lainnya yang berpusat di gereja katedral tersebut.

Paroki Santa Perawan Maria Palangka Raya diresmikan Uskup Banjarmasin Mgr W Demarteau MSF pada 1 Maret 1963. Namun tahun 1955 sudah ada umat Katolik, diantaranya keluarga Tjilik Riwut (mantan gubernur Kalteng yang juga pahlawan nasional). 

Tahun 1959, kantor pemerintahan mulai dipindahkan dari Banjarmasin ke Palangka Raya, sehingga dengan sendirinya para pegawai yang beragama Katolik pun berpindah dan terus bertambah jumlahnya.

“Setelah mendapatkan sebidang tanah seluas 10.000 M2 dari pemerintah daerah, bantuan diperluas lagi sebesar 175 M2. Berkat kerja sama yang baik, kemudian diperoleh tambahan tanah di Jalan H Oesman Baboe yang saat ini adalah Jalan Tjilik Riwut,” kata Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius Sutrisnaatmaka MSF kepada Kalteng Pos di Keuskupan Palangka Raya, Rabu (8/9).

Ditambahkannya, kendati masih sangat sedikit umat dan tempat tinggal yang berjauhan, namun tidak menyurutkan semangat untuk berkumpul dan mengikuti ibadat sabda setiap hari Minggu dan dipimpin kepala kanwil sebagai ketua umat.

Baru pada tahun 1963, umat Katolik di Palangka Raya mendapatkan seorang pastor yang menetap yaitu Karl Klein MSF yang kemudian mampu mendirikan sebuah kapel (gereja kecil) dan dipergunakan sebagai rumah ibadat. Kapel tersebut diresmikan Mgr W Demarteau tanggal 1 Maret 1963 sekaligus sebagai momen berdirinya Paroki St Maria Palangka Raya.

Tahun 1965, umat Katolik sudah mencapai 200 jiwa dan kapel itu sudah tidak mampu menampung lagi. Sehingga muncul gagasan untuk membangun gereja baru yang terwujud tahun 1965 melalui acara peletakan batu pertama.

Baca Juga :  Digrebek, 11 Unit Truk dan 1 Excavator Diamankan

“Arsitek bangunan gereja ini sesuai dengan pesan Tjilik Riwut untuk memasukan unsur angka 17,8 dan 45 sebagai simbol hari kemerdekaan RI. Sehingga diwujudkan dalam bentuk 17 tiang, segi delapan bentuk gereja dan tegel pertama altar berjumlah 45 buah,” tambahnya.

Setelah itu, pada 3 April 1967, Gereja Paroki St Perawan Maria diberkati dan diresmikan Mgr W Demarteau MSF yang dibarengi dengan didirikannya SD Katolik St Yohanes Don Bosco dan SMPK Santo Paulus Palangka Raya.

Setelah sekian lama, wilayah paroki ini dilayani pastor dari Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF), sehingga tahun 1984 Uskup Banjarmasin Mgr FX Prajasuta MSF menyerahkan pelayanan kepada Kongregasi Serikat Sabran Allah (SVD) dengan pastor parokinya P Clemens Cletus Da Cunha SVD didampingi  Pastor Gabriel Kalen Wujon SVD. Jumlah umat katolik saat itu berkisar 1.180 jiwa.

Seiring berjalannya waktu dan umatnya semakin bertambah serta memperhatikan perkembangan kehidupan menggereja di Kalteng, maka Tahtah Suci Vatikan menetapkan Kalteng menjadi keuskupan sendiri. Setelah sebelumnya berada di bawah Keuskupan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Sehingga uskup pertama pada saat itu adalah Mgr JA Husin MSF. Maka dengan sendirinya Paroki Santa Perawan Maria Palangka Raya menjadi paroki katedral,” tambahnya.

Karena jumlah umat terus bertambah dan kapasitas gereja tidak dapat menampung lagi, maka muncul gagasan untuk membangun gereja baru lagi. Sehingga kemudian dilakukan peletakan batu pertama pada tahun 1995 untuk gereja katedral yang baru, masih dalam komplek yang sama. Setelah pembangunan gereja baru selesai, bangunan gereja lama dialihfungsikan menjadi gedung serba guna. Pada tahun 2003, diadakan misa deskralisasi untuk memindahkan kesaktian menuju gereja baru.

Tahun 2003, Uskup Palangka Raya Mgr AM Sutrisnaatmaka MSF sudah menggagas pemekaran gereja baru. Setelah semua prises berjalan, maka tahun 2010 dilaksanakan perayaan ekaristi  di gereja katedral sebagai deklarasi lahirnya Paroki Yesus Gembala Baik (YGB) Palangka Raya yang berada di Jalan Tjilik Riwut Km 9 Palangka Raya.

Baca Juga :  Tiga Pelaku Kasus Mutilasi Akui Hanya Ikuti Perintah

“Saat ini gereja katedral menjadi gerejanya uskup yang didelegasilan kepada pastor paroki untuk mengelola. Sehingga menjadi pusat perhatian dan orientasi menuju ke kereja katedral. Sehingga diharapkan gereja katedral dapat memberikan contoh untuk menggerakan seluruh keuskupan,” ungkapnya.

Jumlah umat Katolik di Keuskupan Palangka Raya yang mencakup seluruh Kalimantan Tengah mencapai saat ini adalah 91.000 lebih jiwa. Jumlah gereja untuk paroki ada 28. Jumlah biarawati 170 orang lebih dan biarawan 160 lebih. Sementara jumlah umat paroki di Gereja Katedral Santa Maria Palangka Raya sebanyak 3.134 jiwa.

Setelah pemekaran Paroki YGB, maka Paroki Katedral perlu mempersiapkan lokasi baru untuk pemekaran kedua di wilayah bagian selatan katedral. Tujuannya adalah pelayanan pastoral yang lebih efektif.

Terkait dengan akan dijadikan lokasi cagar budaya oleh pemerintah, diharapkan dapat mempertahankan nilai budaya sebagai simbol lahirnya umat Katolik di Kalteng hingga saat ini. “Gereja ini menjadi salah satu gereja Katolik tertua di Kalteng, selain gereja Katolik yang berada di Muara Teweh,” katanya.

Secara terpisah, Pastor Paroki Katedral St Maria Palangka Raya, Pastor Patrisius Alu Tampu mengatakan, gereja yang hidup harus hidup sepanjang masa. 

“Memang sangat kering dengan panggilan untuk menjadi imam, khususnya di paroki katedral. Sehingga menjadi tantangan berat untuk menumbuhkembangkan panggilan ini,” kisahnya. 

Sudah banyak yang dilakukan, mulai dari melibatkan anak-anak dalam kegiatan misdinar, Sekami, OMK dan lainnya. Namun masih terus berproses untuk melahirkan calon-calon biarawan dan biarawati. Tapi semuanya itu membutuhkan waktu untuk terus berkembang.

“Ini semua perlu kerja sama yang baik bersama masyarakat dan unsur terkait, agar dapat menanamkan semangat generasi muda, menjadi pelayan Tuhan dengan kami di biarawan biarawati,” tutupnya. (*/ens/JPG)

Mengunjungi Gereja Katolik Tertua di Kalteng yang Masuk Cagar Budaya 

Keberadaan Gereja Katedral St Maria Palangka Raya menjadi simbol kehadiran umat Katolik di Bumi Tambun Bungai. Bangunan yang berdiri kokoh dan megah di Jalan Tjilik Riwut Km 1 Palangka Raya tersebut menjadi salah satu gereja Katolik tertua di Kalteng yang diresmikan pada 1 Maret 1963.  

EMANUEL LIU, Palangka Raya

KATEDRAL berasal dari bahasa latin yaitu dari kata cathedral yang berarti kursi tahta bagi pemimpin umat Katolik. Seperti paus dan uskup serta merupakan tempat uskup memberikan ajaran, kepemimpinan, merayakan ekaristi dan lainnya yang berpusat di gereja katedral tersebut.

Paroki Santa Perawan Maria Palangka Raya diresmikan Uskup Banjarmasin Mgr W Demarteau MSF pada 1 Maret 1963. Namun tahun 1955 sudah ada umat Katolik, diantaranya keluarga Tjilik Riwut (mantan gubernur Kalteng yang juga pahlawan nasional). 

Tahun 1959, kantor pemerintahan mulai dipindahkan dari Banjarmasin ke Palangka Raya, sehingga dengan sendirinya para pegawai yang beragama Katolik pun berpindah dan terus bertambah jumlahnya.

“Setelah mendapatkan sebidang tanah seluas 10.000 M2 dari pemerintah daerah, bantuan diperluas lagi sebesar 175 M2. Berkat kerja sama yang baik, kemudian diperoleh tambahan tanah di Jalan H Oesman Baboe yang saat ini adalah Jalan Tjilik Riwut,” kata Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius Sutrisnaatmaka MSF kepada Kalteng Pos di Keuskupan Palangka Raya, Rabu (8/9).

Ditambahkannya, kendati masih sangat sedikit umat dan tempat tinggal yang berjauhan, namun tidak menyurutkan semangat untuk berkumpul dan mengikuti ibadat sabda setiap hari Minggu dan dipimpin kepala kanwil sebagai ketua umat.

Baru pada tahun 1963, umat Katolik di Palangka Raya mendapatkan seorang pastor yang menetap yaitu Karl Klein MSF yang kemudian mampu mendirikan sebuah kapel (gereja kecil) dan dipergunakan sebagai rumah ibadat. Kapel tersebut diresmikan Mgr W Demarteau tanggal 1 Maret 1963 sekaligus sebagai momen berdirinya Paroki St Maria Palangka Raya.

Tahun 1965, umat Katolik sudah mencapai 200 jiwa dan kapel itu sudah tidak mampu menampung lagi. Sehingga muncul gagasan untuk membangun gereja baru yang terwujud tahun 1965 melalui acara peletakan batu pertama.

Baca Juga :  Penggerebekan Markas KKB Bukan Berada di Belakang Kantor Bupati

“Arsitek bangunan gereja ini sesuai dengan pesan Tjilik Riwut untuk memasukan unsur angka 17,8 dan 45 sebagai simbol hari kemerdekaan RI. Sehingga diwujudkan dalam bentuk 17 tiang, segi delapan bentuk gereja dan tegel pertama altar berjumlah 45 buah,” tambahnya.

Setelah itu, pada 3 April 1967, Gereja Paroki St Perawan Maria diberkati dan diresmikan Mgr W Demarteau MSF yang dibarengi dengan didirikannya SD Katolik St Yohanes Don Bosco dan SMPK Santo Paulus Palangka Raya.

Setelah sekian lama, wilayah paroki ini dilayani pastor dari Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF), sehingga tahun 1984 Uskup Banjarmasin Mgr FX Prajasuta MSF menyerahkan pelayanan kepada Kongregasi Serikat Sabran Allah (SVD) dengan pastor parokinya P Clemens Cletus Da Cunha SVD didampingi  Pastor Gabriel Kalen Wujon SVD. Jumlah umat katolik saat itu berkisar 1.180 jiwa.

Seiring berjalannya waktu dan umatnya semakin bertambah serta memperhatikan perkembangan kehidupan menggereja di Kalteng, maka Tahtah Suci Vatikan menetapkan Kalteng menjadi keuskupan sendiri. Setelah sebelumnya berada di bawah Keuskupan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Sehingga uskup pertama pada saat itu adalah Mgr JA Husin MSF. Maka dengan sendirinya Paroki Santa Perawan Maria Palangka Raya menjadi paroki katedral,” tambahnya.

Karena jumlah umat terus bertambah dan kapasitas gereja tidak dapat menampung lagi, maka muncul gagasan untuk membangun gereja baru lagi. Sehingga kemudian dilakukan peletakan batu pertama pada tahun 1995 untuk gereja katedral yang baru, masih dalam komplek yang sama. Setelah pembangunan gereja baru selesai, bangunan gereja lama dialihfungsikan menjadi gedung serba guna. Pada tahun 2003, diadakan misa deskralisasi untuk memindahkan kesaktian menuju gereja baru.

Tahun 2003, Uskup Palangka Raya Mgr AM Sutrisnaatmaka MSF sudah menggagas pemekaran gereja baru. Setelah semua prises berjalan, maka tahun 2010 dilaksanakan perayaan ekaristi  di gereja katedral sebagai deklarasi lahirnya Paroki Yesus Gembala Baik (YGB) Palangka Raya yang berada di Jalan Tjilik Riwut Km 9 Palangka Raya.

Baca Juga :  Truk Terguling ke Lembah, Sopir Tewas

“Saat ini gereja katedral menjadi gerejanya uskup yang didelegasilan kepada pastor paroki untuk mengelola. Sehingga menjadi pusat perhatian dan orientasi menuju ke kereja katedral. Sehingga diharapkan gereja katedral dapat memberikan contoh untuk menggerakan seluruh keuskupan,” ungkapnya.

Jumlah umat Katolik di Keuskupan Palangka Raya yang mencakup seluruh Kalimantan Tengah mencapai saat ini adalah 91.000 lebih jiwa. Jumlah gereja untuk paroki ada 28. Jumlah biarawati 170 orang lebih dan biarawan 160 lebih. Sementara jumlah umat paroki di Gereja Katedral Santa Maria Palangka Raya sebanyak 3.134 jiwa.

Setelah pemekaran Paroki YGB, maka Paroki Katedral perlu mempersiapkan lokasi baru untuk pemekaran kedua di wilayah bagian selatan katedral. Tujuannya adalah pelayanan pastoral yang lebih efektif.

Terkait dengan akan dijadikan lokasi cagar budaya oleh pemerintah, diharapkan dapat mempertahankan nilai budaya sebagai simbol lahirnya umat Katolik di Kalteng hingga saat ini. “Gereja ini menjadi salah satu gereja Katolik tertua di Kalteng, selain gereja Katolik yang berada di Muara Teweh,” katanya.

Secara terpisah, Pastor Paroki Katedral St Maria Palangka Raya, Pastor Patrisius Alu Tampu mengatakan, gereja yang hidup harus hidup sepanjang masa. 

“Memang sangat kering dengan panggilan untuk menjadi imam, khususnya di paroki katedral. Sehingga menjadi tantangan berat untuk menumbuhkembangkan panggilan ini,” kisahnya. 

Sudah banyak yang dilakukan, mulai dari melibatkan anak-anak dalam kegiatan misdinar, Sekami, OMK dan lainnya. Namun masih terus berproses untuk melahirkan calon-calon biarawan dan biarawati. Tapi semuanya itu membutuhkan waktu untuk terus berkembang.

“Ini semua perlu kerja sama yang baik bersama masyarakat dan unsur terkait, agar dapat menanamkan semangat generasi muda, menjadi pelayan Tuhan dengan kami di biarawan biarawati,” tutupnya. (*/ens/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya