Kedua, hasil yang tidak konsisten terdapat anomali serius dalam penetapan peserta terpilih. Peserta dengan skor dan peringkat terbaik dalam seleksi awal justru dinyatakan tidak lolos. Ketiga, dominasi peserta non-lokal salah satu aspek yang menimbulkan keberatan adalah terpilihnya peserta dari luar Papua, termasuk Jakarta, untuk mewakili komunitas adat kabupaten tertentu.
Keempat, pelanggaran kuota perempuan dalam hasil seleksi, empat perempuan dinyatakan terpilih dari total 11 peserta, melebihi batas maksimal 30 persen sesuai aturan yang berlaku. Kelima, pengabaian kriteria peringkat dan nilai tertinggi kriteria utama seleksi, yaitu peringkat terbaik dan nilai tertinggi, diabaikan dalam proses ini.
Keenam, pelanggaran administrasi peserta dari Jayapura dua peserta asal Jayapura diduga melanggar aturan administrasi karena tidak terdaftar di Kesbangpol atau dokumen SK terkait. Kendati demikian, mereka tetap diizinkan mengikuti seluruh tahapan seleksi dan bahkan dinyatakan terpilih sebagai Anggota DPRP. Hal ini menunjukkan lemahnya verifikasi administrasi yang dilakukan oleh Pansel.
Ketujuh, intervensi dalam seleksi peserta supiori kasus di Kabupaten Supiori menunjukkan adanya intervensi pihak eksternal, baik melalui surat resmi maupun melakukan lobi verbal, yang memengaruhi keputusan Pansel.
“Akibatnya, peserta dengan nilai tertinggi diabaikan, dan peserta lain yang tidak memenuhi kriteria unggul justru diakomodasi. Kejadian ini mengindikasikan adanya tekanan politik atau kepentingan tertentu yang mencoreng independensi Pansel,” pungkasnya. (fia/kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos