Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Pemprov Harus Berperang Aktif Memenuhi Hak-hak Perempuan Papua

JAYAPURA – Momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan merupakan moment penting bagi setiap perempuan, khususnya perempuan Ha Anim untuk menyuarakan hak-hak perempuan yang hingga saat ini belum dipenuhi.

Dalam kampanye 16  Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP ) yang telah dan sedang berlangsung di seluruh Indonesia yang dimulai pada tanggal 25 November hingga 10 Desember. Merupakan bentuk perlawanan dan  perjuangan hak-hak perempuan.

Dengan momentum tersebut, para perempuan yang tergabung dalam persatuan Perempuan Ha-Anim didampingi langsung oleh LBH Papua Merauke juga turut serta dalam Agenda kampanye  16 HAKTP tersebut.

Dalam kampanye 16 hari anti kekerasan tersebut Persatuan Perempuan Ha-Anim menyelenggarakan beberapa rangkaian diskusi  Online dan Off Line serta Nonton  Film bareng.

  Dalam diskusi yang dilakukan, dalam konteks Papua dimana Persatuan Perempuan Ha-Anim (PPHA) turut membahas isu perempuan dan gerakanya Perempuan Papua sebagai bagian dari golongan masyarkat di Papua yang saat ini juga berada dalam  pada posisi terpinggirkan hak-haknya.

  Ketua Persatuan Perempuan Ha Anim Josepina Guam menyebutkan, sepanjang tahun 2012 terdapat 207 kebijakan daerah atau Peraturan Daerah (Perda) yang mendiskriminatif perempuan. Hingga total saat ini 282 Perda yang tersebar diseluruh daerah di Papua yang mengatasnamakan moral dan agama. Banyak dari perda  tersebut mengatur tentang cara berpakaian, peraturan jam malam bahkan gerak tubuh perempuan.

“Tentunya melihat penyimpangan-penyimpangan dan kriminalitas terhadap perempuan-perempuan  maka perempuan Papuapun mulai membuat organisasi untuk bergerak menyuarakan suara-suara perempuan. Telah banyak organisasi-organisasi perempuan Papua, salah satunya adalah Persatuan Perempuan Ha-Anim,” terangnya.

Baca Juga :  Puluhan Anggota DPR Papua Tutup Paksa Ruang Pimpinan

Dalam diskusi tersebut juga membahas bagaimana kekerasan erat dengan perempuan dan bagaimanan  perempuan mendapat kekerasan oleh keluarga, komunitas, dan Negara. Contohnya, kebijakan pemerintah membuka masuknya investor asing sehingga membuat para perempuan adat harus mencari makan ke tempat yang jauh lagi secara spesifik ada beberapa poit penting dalam melihat persoalan papua secara holistic yaitu ;

Pendekatan keamanan oleh Negara yang mengedepankan kekerasan untuk melumpuhkan lawan, tanpa ada saksi yang serius bagi pelaku kekerasan pelanggaran HAM, dan pelaku kekerasan terhadap perempuan. Diskriminasi terhadap perempuan dalam adat dan budaya di Papua mengakibatkan pembiaran kekerasan terhadap perempuan.

Konflik sumber daya alam, konflik politik, dan perebutan kekuasaan dari tingkat local sampai  sampai dengan nasional, menumbuhkan situasi dimana kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan Negara maupun kekerasan dalam keluarga, semakin meningkat.

Tidak adanya respon dan kemauan politik yang serius dari pihak pemerintah untuk mengatasi konflik di Papua secara umun, atau masalah kekerasan terhadap perempuan secara khusus. Trauma dan ketidakberdayaan berlapis yang tumpang-tindih tidak tertangani sehingga menimbulkan siklus viktimisasi.

Selanjutnya pada malam puncak tanggal 10 Desember yang bertepatan dengan hari HAM sedunia, Perstuan Perempuan Ha Anim telah menjadwalkan diskusi puncak dengan thema Peran Perempuan dalam Advokasi Lingkungan yang akan dibawakan oleh LatifaH HalAmid dari Aliansi Demokrasi untuk Rakyat Papua.

Baca Juga :  Masalah Asmara, Koko Panjat Tiang Jembatan Youtefa

  Pada moment 16 HAKTP, Persatuan Perempuan Ha-Anim sebagai organ yang bertujuan mendampingi dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan juga para korban kekerasan menyuarakan tentang kampanye Anti kekerasan terhadap perempuan harus terus dilakukan oleh semua stekholder baik lembaga baik Lembaga Negara yang diberikan kewenangan langsung secara Undang – Undang serta Organisasi sipil dan indifidu yang ada di Papua dan khsusunya di wilayah adat Ha Anim yang meliputi Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat, agar masyarakat memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentah Hak-hak Perempuan dan bentuk serta jenis kekerasan terhadap perempuan.

Meminta semua pihak untuk turut aktif dalam menkampanyekan dan membuka ruang-ruang diskusi yang lebih masiv kepada prempuan untuk menyalurkan dan menyatakan pendapat mereka.

“Pemerintah Provinsi yang ada harus berperang aktif dalam memenuhi hak-hak perempuan khusunya perempuan Papua mengingat saat ini Papua adalah daerah Otsus. Semua masyarakat ikut serta dalam memerangi segalah bentuk kekerasan yang terjadi, dan apabila melihat dan menemukan tindakan kekerasan yang terjadi kepada  perempuan maka wajib dalapokan kepada lembaga yang berwenang untuk diproses hukum,” ucapnya.

Selain itu, persatuan perempuan Ha-Anim siap mendampingi para korban, sehingga apabila terjadi tindakan kekerasan terhadap perempuan di masyarakat, segera melapor untuk didampingi. (fia)

JAYAPURA – Momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan merupakan moment penting bagi setiap perempuan, khususnya perempuan Ha Anim untuk menyuarakan hak-hak perempuan yang hingga saat ini belum dipenuhi.

Dalam kampanye 16  Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP ) yang telah dan sedang berlangsung di seluruh Indonesia yang dimulai pada tanggal 25 November hingga 10 Desember. Merupakan bentuk perlawanan dan  perjuangan hak-hak perempuan.

Dengan momentum tersebut, para perempuan yang tergabung dalam persatuan Perempuan Ha-Anim didampingi langsung oleh LBH Papua Merauke juga turut serta dalam Agenda kampanye  16 HAKTP tersebut.

Dalam kampanye 16 hari anti kekerasan tersebut Persatuan Perempuan Ha-Anim menyelenggarakan beberapa rangkaian diskusi  Online dan Off Line serta Nonton  Film bareng.

  Dalam diskusi yang dilakukan, dalam konteks Papua dimana Persatuan Perempuan Ha-Anim (PPHA) turut membahas isu perempuan dan gerakanya Perempuan Papua sebagai bagian dari golongan masyarkat di Papua yang saat ini juga berada dalam  pada posisi terpinggirkan hak-haknya.

  Ketua Persatuan Perempuan Ha Anim Josepina Guam menyebutkan, sepanjang tahun 2012 terdapat 207 kebijakan daerah atau Peraturan Daerah (Perda) yang mendiskriminatif perempuan. Hingga total saat ini 282 Perda yang tersebar diseluruh daerah di Papua yang mengatasnamakan moral dan agama. Banyak dari perda  tersebut mengatur tentang cara berpakaian, peraturan jam malam bahkan gerak tubuh perempuan.

“Tentunya melihat penyimpangan-penyimpangan dan kriminalitas terhadap perempuan-perempuan  maka perempuan Papuapun mulai membuat organisasi untuk bergerak menyuarakan suara-suara perempuan. Telah banyak organisasi-organisasi perempuan Papua, salah satunya adalah Persatuan Perempuan Ha-Anim,” terangnya.

Baca Juga :  Negara Federal Pastikan Papua Sulit Mendapat Referendum

Dalam diskusi tersebut juga membahas bagaimana kekerasan erat dengan perempuan dan bagaimanan  perempuan mendapat kekerasan oleh keluarga, komunitas, dan Negara. Contohnya, kebijakan pemerintah membuka masuknya investor asing sehingga membuat para perempuan adat harus mencari makan ke tempat yang jauh lagi secara spesifik ada beberapa poit penting dalam melihat persoalan papua secara holistic yaitu ;

Pendekatan keamanan oleh Negara yang mengedepankan kekerasan untuk melumpuhkan lawan, tanpa ada saksi yang serius bagi pelaku kekerasan pelanggaran HAM, dan pelaku kekerasan terhadap perempuan. Diskriminasi terhadap perempuan dalam adat dan budaya di Papua mengakibatkan pembiaran kekerasan terhadap perempuan.

Konflik sumber daya alam, konflik politik, dan perebutan kekuasaan dari tingkat local sampai  sampai dengan nasional, menumbuhkan situasi dimana kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan Negara maupun kekerasan dalam keluarga, semakin meningkat.

Tidak adanya respon dan kemauan politik yang serius dari pihak pemerintah untuk mengatasi konflik di Papua secara umun, atau masalah kekerasan terhadap perempuan secara khusus. Trauma dan ketidakberdayaan berlapis yang tumpang-tindih tidak tertangani sehingga menimbulkan siklus viktimisasi.

Selanjutnya pada malam puncak tanggal 10 Desember yang bertepatan dengan hari HAM sedunia, Perstuan Perempuan Ha Anim telah menjadwalkan diskusi puncak dengan thema Peran Perempuan dalam Advokasi Lingkungan yang akan dibawakan oleh LatifaH HalAmid dari Aliansi Demokrasi untuk Rakyat Papua.

Baca Juga :  Kuota PPK Provinsi Papua 900 Guru

  Pada moment 16 HAKTP, Persatuan Perempuan Ha-Anim sebagai organ yang bertujuan mendampingi dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan juga para korban kekerasan menyuarakan tentang kampanye Anti kekerasan terhadap perempuan harus terus dilakukan oleh semua stekholder baik lembaga baik Lembaga Negara yang diberikan kewenangan langsung secara Undang – Undang serta Organisasi sipil dan indifidu yang ada di Papua dan khsusunya di wilayah adat Ha Anim yang meliputi Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat, agar masyarakat memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentah Hak-hak Perempuan dan bentuk serta jenis kekerasan terhadap perempuan.

Meminta semua pihak untuk turut aktif dalam menkampanyekan dan membuka ruang-ruang diskusi yang lebih masiv kepada prempuan untuk menyalurkan dan menyatakan pendapat mereka.

“Pemerintah Provinsi yang ada harus berperang aktif dalam memenuhi hak-hak perempuan khusunya perempuan Papua mengingat saat ini Papua adalah daerah Otsus. Semua masyarakat ikut serta dalam memerangi segalah bentuk kekerasan yang terjadi, dan apabila melihat dan menemukan tindakan kekerasan yang terjadi kepada  perempuan maka wajib dalapokan kepada lembaga yang berwenang untuk diproses hukum,” ucapnya.

Selain itu, persatuan perempuan Ha-Anim siap mendampingi para korban, sehingga apabila terjadi tindakan kekerasan terhadap perempuan di masyarakat, segera melapor untuk didampingi. (fia)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya