JAYAPURA– Dipilihnya Constant Karma (CK) sebagai pendamping Benhur Tomi Mano (BTM) dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Papua 2025 masih memunculkan tanya di tengah publik.
Apa alasan BTM menyetujui menggandeng sang maestro birokrasi ini. Pasalnya, bisa dibilang masa keemasan Constant Karma sudah lewat cukup jauh dan apakah bisa menjalankan roda pemerintahan di usia yang tak lagi muda dengan tantangan yang tentu berbeda dengan masanya.
Banyak pihak menilai pilihan ini kurang tepat apalagi sebelumnya ada beberapa nama seperti Velix Wanggai, Paulus Waterpauw, Boy Markus Dawir maupun Anthonius Ayorbaba yang sempat masuk bursa calon. Namun disini Constant Karma membuktikan bahwa usia hanyalah angka dan pengalaman yang akan berbicara. Makin tua makin jadi.
Beberapa kalangan menilai framing negatif terhadap pemilihan CK hanya bertujuan untuk memperkeruh suasana. Hal ini dikhawatirkan dapat merusak hubungan BTM dengan figur-figur lain yang sempat masuk dalam radar PDIP sebelum akhirnya memilih CK.
Padahal, BTM telah memberikan penjelasan terkait alasan pemilihan CK, termasuk kendala aturan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) yang mensyaratkan calon harus benar-benar orang asli Papua, baik dari garis ibu maupun ayah.
BTM menegaskan bahwa dirinya sebenarnya ingin berdampingan dengan Velix Wanggai, maupun figur lain yang sempat dipertimbangkan. Namun, hal itu terkendala aturan Otsus.
“Hati saya dengan Velix Wanggai, tapi terkendala aturan. Semoga ini bisa dimengerti. Pernyataan ini disampaikan langsung kepada Velix Wanggai saat ia mengunjungi kediaman BTM pada Jumat (8/3).
Velix Wanggai sendiri datang bersama kepala suku dari 25 keret keluarga besar Ambai, Kabupaten Kepulauan Yapen, untuk memberikan dukungan kepada BTM dalam PSU kali ini. Velix Wanggai menyatakan bahwa dirinya menghormati keputusan BTM dan partai pengusung. Ia juga memahami situasi dan aturan yang berlaku dalam pencalonan.