Sayangnya lanjut dia Politik uang juga muncul disebakan karena biaya atau cost politik di Indonesia sangat tinggi dan atas dasar itulah mendorong setiap kandidiat untuk memberanikan diri berpolitik uang karena dianggap sebagai politik pasti. “Hampir tidak ada caleg atau calon bupati atau gubernur yang betul-betul maju di dalam pemilu karena kapasitas atau kapabilitas tinggi, semua pasti karena ada uang,” sindirnya.
Dengan demikian, semua akan berpengaruh pada kinerja ketika menduduki jabatan tertinggi disuatu daerah. Pasalnya dengan pengeluaran yang besar paling tidak ada pemikiran untuk bagaimana mengembalikan dana uang digunakan selama proses pilkada serta akan fokus terhadap pola untuk merebut suara pemilih untuk Pemilu berikutnya. “Alhasil waktu bekerja untuk masyarakat akan sangat minim,” tambahnya.
Atas persoalan tersebut langkah yang harus dilakukan ke depan adalah pemerintah wajib membuat sebuah komitmen agar terkait biaya politik harus dievaluasi secara total. Bagaimana agar para kandidat yang ingin berkontestasi tidak sekedar karena kekuatan financial, namun betul betul karena punya kapabilitas dan kapasitas untuk menjadi pemimpin.
Kemudian pola politik uang dihilangkan serta yang tidak kalah penting seorang pemimpin harus betul-betul bekerja untuk kesejahteran masyarakat. Jika itu bisa dilakukan, maka demokrasi di Indonesia akan berjalan baik. “Tentu proses evaluasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi kalau kita bisa melakukannya secara perlahan, maka partisipasi masyarakat akan semakin baik,” pungkasnya. (rel/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos