Tuesday, April 23, 2024
31.7 C
Jayapura

Nama Provinsi Papua Selatan Sudah Final

MERAUKE-Meski ada usulan baru dari Badan Legeslasi (Baleg) DPR RI untuk memberi nama ketiga daerah  otonomi baru (DOB) yang akan dimekarkan di Provinsi Papua sesuai dengan nama wilayah adat masing-masing, namun untuk pembentukan Provinsi Papua Selatan, nama tersebut sudah final.

Pasalnya,  pengusulan dan pembahasan dengan empat kabupaten yang akan menjadi  wilayah Provinsi Papua Selatan selama 20 tahun tidak ada nama lain  selain namanya Provinsi Papua Selatan. Hal itu dikemukakan Ketua Pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPS) Thomas Eppe Safanpo, ST., MT., yang juga Wakil Bupati Asmat, Ketua DPR Kabupaten Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina dan  Wakil Bupati Merauke H. Riduwan, S.Sos, M.Pd, saat dimintai pendapatnya terkait usulan nama yang baru muncul dari Baleg DPR RI yang telah menetapkan RUU Provinsi Papua Selatan, RUU  Provinsi Papua Tengah dan RUU Papua Pegunungan Tengah.

Thomas Eppe Safanpo dihubungi lewat telpon selulernya, Jumat (8/4) menyatakan sebagai Ketua Tim Pemekaran PPS dan atas nama seluruh masyarakat Papua Selatan menyambut  gembira atas pengesahan dan penetapan dari Baleg atas rencana pemekaran 3 provinsi di Papua khususnya Provinsi Papua Selatan.

“Terkait dengan  Provinsi Papua Selatan ini, aspirasinya sudah sangat lama, sudah 20 tahun. Tahun 2002 digulirkan wacana ini kemudian 2007 dideklarasikan. Tanda-tanda menuju pemekaran ini akan terjawab tahun ini dan kami sangat bergembira. Kami sangat memberikan apresiasi kepada pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Jokowi dan  Kiai Ma’ruf Amin dan juga  DPR RI yang merespon aspirasi ini sangat positif. Kita berharap  semoga pemekaran ini bisa terealisasi tahun ini,” katanya.

  Sehubungan dengana adanya usulan nama PPS menjadi Provinsi Animha dari Baleg, menurut  Thomas Eppe Safanpo bahwa setelah  informasi tersebut beredar, dirinya langsung komunikasi dengan teman-teman di DPR RI, terutama fraksi PDI-Perjuangan yang ada di Senayan. “Informasinya, usulan dari Baleg itu  usulan sementara, dimana nama-nama provinsi baru itu akan memakai nama-nama wilayah adat. Untuk kita di selatan mereka mengusulkan dengan memakai Animha,” jelasnya.

Namun lanjut  Thomas Eppe Safanpo bahwa pihaknya langsung  menyempaikan keberatan soal usulan nama tersebut. Karena sejak tahun 2002  sampai saat ini, semua pemangku kepentingan di Selatan Papua baik dari unsur pemerintah, DPR, masyarakat adat, gereja dan lembaga keagamaan semua sepakat menggunakan  Papua Selatan.  Selain itu,  Thomas Eppe Safanpo menilai bahwa penggunaan nama Animha  untuk  wilayah adat Papua Selatan tidak tepat. “Karena misalnya Animha itu berasal dari bahasa Marind dan merujuk spfesifik bagaimana orang Marind menyebut diri mereka sebagai manusia sejati dan manusia sempurna. Manusia yang tinggi derajatnya. Di luar orang Marind, yang secara antroplogis, orang Marind menyebut suku-suku di luar Marind itu sebagai sebagai suku atau bangsa yang lebih rendah yang tidak   setara dengan mereka. Sehingga suku-suku lainnya bisa diparangi, dikayu, dibunuh dan sebagainya. Itu sesuai penelitian antropologi  Hendrikus Georsen, MSC yang dilakukan sekitar tahun 1920-an, sehingga kami menolak menggunakan nama itu. Dan wilayah adat itu menurut penelitian itu fiktif dan tidak pernah ada wilayah adat di Papua,” jelasnya.

Baca Juga :  Jika Sehat, Lukas Enembe Akan Gentleman Hadapi KPK

“Sebenarnya wilayah adat itu fiktif. Tidak pernah ada wilayah adat di Papua. Itu hanya mengadopsi 7 wilayah pemerintahan di zaman Netherland Guinea. Mereka mengganti nama-nama wilayah pemerintahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa-bahasa suku lokal. Misalnya Saireri diambil dari bahasa  Biak, kata Mepago  diambil dari suku Mee. Lalu kata Animha diambil dari bahasa  Suku Marind. Yang dulunya wilayah ini disebut Sut Guinea. Wilayah Saireri jaman Belanda diberi nama Afdeling Skoten Hilanden. Diganti saja nama-namanya dan diadopsi mentah-mentah oleh Provinsi Papua. Sebenarnya wilayah adat ini fiktif, karena tidak pernah ada suatu kajian antropologis baik budaya maupun antropologis anggunstik dan dari kajian enokrafi yang bisa membuktikan kebenaran 7 wilayah adat ini. Kalau dari sejarah pemerintahan Belanda  ya,” bebernya.

Namun demikian, jelas Thomas Eppe Safanpo bahwa nama tersebut baru tahap  usulan dan nanti akan ada harmonisasi. Setelah harmonisasi di DPR maka pembahasannya akan diserahkan ke panitia kerja DPR RI  atau Panja dimana setiap RUU DOB tersebut satu panja yang panjanya dikembalikan ke Komisi II. “Saya sudah dihubungkan untuk dapat komunikasi langsung nanti dengan beliau. Tapi Fraksi  PDI-Perjuangan di DPR RI tetap pada  usulan pertama nama provinsi itu Papua Selatan. Tidak bisa diubah dalam nama-nama adat,’’ pungkasnya.

Secara terpisah, Ketua DPR Kabupaten Merauke, Ir. Drs Benjamin Latumahina menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hasil kerja Baleg dalam singkat dapat memutuskan dan menetapkan untuk menerima usulan  pemekaran 3 DOB provinsi di Papua menjadi inisiatif DPR RI.

“Karena itu, kita mengharapkan dalam waktu dekat sesuai dengan apa yang mereka sampaikan, paling tidak bulan  Juni sudah ditetapkan undang-undangnya. Mudah-mudahan mekanisme ini jalan sempurna tanpa ada hambatan sehingga pada waktu yang telah ditentukan oleh Badan Musyawarah, mereka bisa menetapkan UU DOB,’’ katanya.

Baca Juga :  Polda Papua Siapkan Tim Dokter

Sedangkan mekanisme selanjutnya, lanjut Benjamin Latumahina  diserahkan ke komisi yang berkaitan dengan pemekaran kabupaten/kota dan provinsi.  Sehubungan dengan usulan nama dari DOB yang dilontarkan Baleg DPR RI,  Benjamin Latumahina menilai bahwa nomenklatur nama ketiga provinsi tersebut tidak  berubah, meski ada berbagai dasar  pertimbangan juga mengatakan jika menjadi provinsi Animha maka ruang lingkupnya hanya Kabupaten Merauke. “Sementara cakupannya  ada 4 kabupaten selain Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat,” jelasnya.

Menurut Benjamin Latumahina, nama Provinsi Papua Selatan sudah final karena nama itu sudah menjadi kesepakatan bersama sejak diperjuangkan 20  tahun lalu. “Saya pikir nama Provinsi Papua Selatan itu sudah final. Sejak  diperjuangkan, nama  itu yang diusung dan menjadi kesepakatan bersama dari 4 kabupaten yang akan menjadi  cakupan wilayah Provinsi Papua Selatan ini,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Wakil Bupati Merauke, H. Riduwan, S.Sos, M.Pd,  mengaku sangat senang dengan penetapan DOB 3 provinsi baru di Papua oleh Baleg DPR RI. Ini sekaligus  menjadi tanggung jawab besar  untuk Kabupaten Merauke, dimana proses demi proses untuk menyiapkan sarana prasarana termasuk SDMnya. “Kita ada empat kabupaten yaitu Merauke, Mappi, Boven Digoel dan Asmat. Ini harus bersinergi dalam rangka membentuk daerah pemekaran baru Provinsi Papua Selatan,’’ jelasnya.

Dikatakan, banyak yang akan  dikomunikasikan dan dibicarakan bersama dengan Tim Pemekaran PPS dan menindaklanjut tahap demi tahap PPS  tersebut. “Kita berharap seluruh masyarakat mendukung karena ini adalah lompatan percepatan pembangunan  di Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat,” tuturnya.

Sebab, dengan terbentuknya DOB provinsi baru ini, maka rentang kendali pemerintahan diperpendak dan lebih mudah  dan tidak perlu lagi ke Jayapura. “Kita harap semua mendukung. Tidak ada lagi gerakan-gerakan tambahan yang menolak. Karena ini untuk kesejahteraan masyarakat Merauke dan 3 kabupaten yang menjadi cakupan wilayah PPS ini. Apa yang salah. Orang yang tidak suka kemajuan saja yang tidak mau mendukung. Patut kita  berbangga dan bersyukur,  karena ini perjuangan puluhan tahun yang akan segera terwujud,” tambahnya.

Soal usulan nama Provinsi Animha untuk Selatan Papua tersebut, Wabup Riduwan menandaskan bahwa nama Provinsi Papua Selatan sudah final. “Saya pikir nama Provinsi Papua Selatan sudah final yang menjadi kesepakatan kita bersama sejak awal perjuangan sampai sekarang,” tutupnya. (ulo/nat)

MERAUKE-Meski ada usulan baru dari Badan Legeslasi (Baleg) DPR RI untuk memberi nama ketiga daerah  otonomi baru (DOB) yang akan dimekarkan di Provinsi Papua sesuai dengan nama wilayah adat masing-masing, namun untuk pembentukan Provinsi Papua Selatan, nama tersebut sudah final.

Pasalnya,  pengusulan dan pembahasan dengan empat kabupaten yang akan menjadi  wilayah Provinsi Papua Selatan selama 20 tahun tidak ada nama lain  selain namanya Provinsi Papua Selatan. Hal itu dikemukakan Ketua Pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPS) Thomas Eppe Safanpo, ST., MT., yang juga Wakil Bupati Asmat, Ketua DPR Kabupaten Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina dan  Wakil Bupati Merauke H. Riduwan, S.Sos, M.Pd, saat dimintai pendapatnya terkait usulan nama yang baru muncul dari Baleg DPR RI yang telah menetapkan RUU Provinsi Papua Selatan, RUU  Provinsi Papua Tengah dan RUU Papua Pegunungan Tengah.

Thomas Eppe Safanpo dihubungi lewat telpon selulernya, Jumat (8/4) menyatakan sebagai Ketua Tim Pemekaran PPS dan atas nama seluruh masyarakat Papua Selatan menyambut  gembira atas pengesahan dan penetapan dari Baleg atas rencana pemekaran 3 provinsi di Papua khususnya Provinsi Papua Selatan.

“Terkait dengan  Provinsi Papua Selatan ini, aspirasinya sudah sangat lama, sudah 20 tahun. Tahun 2002 digulirkan wacana ini kemudian 2007 dideklarasikan. Tanda-tanda menuju pemekaran ini akan terjawab tahun ini dan kami sangat bergembira. Kami sangat memberikan apresiasi kepada pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Jokowi dan  Kiai Ma’ruf Amin dan juga  DPR RI yang merespon aspirasi ini sangat positif. Kita berharap  semoga pemekaran ini bisa terealisasi tahun ini,” katanya.

  Sehubungan dengana adanya usulan nama PPS menjadi Provinsi Animha dari Baleg, menurut  Thomas Eppe Safanpo bahwa setelah  informasi tersebut beredar, dirinya langsung komunikasi dengan teman-teman di DPR RI, terutama fraksi PDI-Perjuangan yang ada di Senayan. “Informasinya, usulan dari Baleg itu  usulan sementara, dimana nama-nama provinsi baru itu akan memakai nama-nama wilayah adat. Untuk kita di selatan mereka mengusulkan dengan memakai Animha,” jelasnya.

Namun lanjut  Thomas Eppe Safanpo bahwa pihaknya langsung  menyempaikan keberatan soal usulan nama tersebut. Karena sejak tahun 2002  sampai saat ini, semua pemangku kepentingan di Selatan Papua baik dari unsur pemerintah, DPR, masyarakat adat, gereja dan lembaga keagamaan semua sepakat menggunakan  Papua Selatan.  Selain itu,  Thomas Eppe Safanpo menilai bahwa penggunaan nama Animha  untuk  wilayah adat Papua Selatan tidak tepat. “Karena misalnya Animha itu berasal dari bahasa Marind dan merujuk spfesifik bagaimana orang Marind menyebut diri mereka sebagai manusia sejati dan manusia sempurna. Manusia yang tinggi derajatnya. Di luar orang Marind, yang secara antroplogis, orang Marind menyebut suku-suku di luar Marind itu sebagai sebagai suku atau bangsa yang lebih rendah yang tidak   setara dengan mereka. Sehingga suku-suku lainnya bisa diparangi, dikayu, dibunuh dan sebagainya. Itu sesuai penelitian antropologi  Hendrikus Georsen, MSC yang dilakukan sekitar tahun 1920-an, sehingga kami menolak menggunakan nama itu. Dan wilayah adat itu menurut penelitian itu fiktif dan tidak pernah ada wilayah adat di Papua,” jelasnya.

Baca Juga :  Sesalkan Adanya Oknum TNI Terlibat Jual Beli Senjata di Papua

“Sebenarnya wilayah adat itu fiktif. Tidak pernah ada wilayah adat di Papua. Itu hanya mengadopsi 7 wilayah pemerintahan di zaman Netherland Guinea. Mereka mengganti nama-nama wilayah pemerintahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa-bahasa suku lokal. Misalnya Saireri diambil dari bahasa  Biak, kata Mepago  diambil dari suku Mee. Lalu kata Animha diambil dari bahasa  Suku Marind. Yang dulunya wilayah ini disebut Sut Guinea. Wilayah Saireri jaman Belanda diberi nama Afdeling Skoten Hilanden. Diganti saja nama-namanya dan diadopsi mentah-mentah oleh Provinsi Papua. Sebenarnya wilayah adat ini fiktif, karena tidak pernah ada suatu kajian antropologis baik budaya maupun antropologis anggunstik dan dari kajian enokrafi yang bisa membuktikan kebenaran 7 wilayah adat ini. Kalau dari sejarah pemerintahan Belanda  ya,” bebernya.

Namun demikian, jelas Thomas Eppe Safanpo bahwa nama tersebut baru tahap  usulan dan nanti akan ada harmonisasi. Setelah harmonisasi di DPR maka pembahasannya akan diserahkan ke panitia kerja DPR RI  atau Panja dimana setiap RUU DOB tersebut satu panja yang panjanya dikembalikan ke Komisi II. “Saya sudah dihubungkan untuk dapat komunikasi langsung nanti dengan beliau. Tapi Fraksi  PDI-Perjuangan di DPR RI tetap pada  usulan pertama nama provinsi itu Papua Selatan. Tidak bisa diubah dalam nama-nama adat,’’ pungkasnya.

Secara terpisah, Ketua DPR Kabupaten Merauke, Ir. Drs Benjamin Latumahina menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hasil kerja Baleg dalam singkat dapat memutuskan dan menetapkan untuk menerima usulan  pemekaran 3 DOB provinsi di Papua menjadi inisiatif DPR RI.

“Karena itu, kita mengharapkan dalam waktu dekat sesuai dengan apa yang mereka sampaikan, paling tidak bulan  Juni sudah ditetapkan undang-undangnya. Mudah-mudahan mekanisme ini jalan sempurna tanpa ada hambatan sehingga pada waktu yang telah ditentukan oleh Badan Musyawarah, mereka bisa menetapkan UU DOB,’’ katanya.

Baca Juga :  Paksakan Demo, Polisi Sekat dan Bubarkan

Sedangkan mekanisme selanjutnya, lanjut Benjamin Latumahina  diserahkan ke komisi yang berkaitan dengan pemekaran kabupaten/kota dan provinsi.  Sehubungan dengan usulan nama dari DOB yang dilontarkan Baleg DPR RI,  Benjamin Latumahina menilai bahwa nomenklatur nama ketiga provinsi tersebut tidak  berubah, meski ada berbagai dasar  pertimbangan juga mengatakan jika menjadi provinsi Animha maka ruang lingkupnya hanya Kabupaten Merauke. “Sementara cakupannya  ada 4 kabupaten selain Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat,” jelasnya.

Menurut Benjamin Latumahina, nama Provinsi Papua Selatan sudah final karena nama itu sudah menjadi kesepakatan bersama sejak diperjuangkan 20  tahun lalu. “Saya pikir nama Provinsi Papua Selatan itu sudah final. Sejak  diperjuangkan, nama  itu yang diusung dan menjadi kesepakatan bersama dari 4 kabupaten yang akan menjadi  cakupan wilayah Provinsi Papua Selatan ini,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Wakil Bupati Merauke, H. Riduwan, S.Sos, M.Pd,  mengaku sangat senang dengan penetapan DOB 3 provinsi baru di Papua oleh Baleg DPR RI. Ini sekaligus  menjadi tanggung jawab besar  untuk Kabupaten Merauke, dimana proses demi proses untuk menyiapkan sarana prasarana termasuk SDMnya. “Kita ada empat kabupaten yaitu Merauke, Mappi, Boven Digoel dan Asmat. Ini harus bersinergi dalam rangka membentuk daerah pemekaran baru Provinsi Papua Selatan,’’ jelasnya.

Dikatakan, banyak yang akan  dikomunikasikan dan dibicarakan bersama dengan Tim Pemekaran PPS dan menindaklanjut tahap demi tahap PPS  tersebut. “Kita berharap seluruh masyarakat mendukung karena ini adalah lompatan percepatan pembangunan  di Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Asmat,” tuturnya.

Sebab, dengan terbentuknya DOB provinsi baru ini, maka rentang kendali pemerintahan diperpendak dan lebih mudah  dan tidak perlu lagi ke Jayapura. “Kita harap semua mendukung. Tidak ada lagi gerakan-gerakan tambahan yang menolak. Karena ini untuk kesejahteraan masyarakat Merauke dan 3 kabupaten yang menjadi cakupan wilayah PPS ini. Apa yang salah. Orang yang tidak suka kemajuan saja yang tidak mau mendukung. Patut kita  berbangga dan bersyukur,  karena ini perjuangan puluhan tahun yang akan segera terwujud,” tambahnya.

Soal usulan nama Provinsi Animha untuk Selatan Papua tersebut, Wabup Riduwan menandaskan bahwa nama Provinsi Papua Selatan sudah final. “Saya pikir nama Provinsi Papua Selatan sudah final yang menjadi kesepakatan kita bersama sejak awal perjuangan sampai sekarang,” tutupnya. (ulo/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya