Ada yang Disegel Karena Terbukti Cemari Lingkungan
JAKARTA – Hasil pemeriksaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap aktifitas penambangan nikel di Raja Ampat menyebutkan ada perusahaan yang disegel karena terbukti mencemari lingkungan. Hasil penelusuran di lapangan tersebut, disampaikan Menteri LH sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nirofiq di Jakarta kemarin (8/6).
Dia menegaskan 97 persen kawasan Kabupaten Raja Ampat adalah hutan. “Hampir semuanya sebagai fungsi kawasan hutan,” katanya. Kelestarian lingkungan di Raja Ampat harus dijaga dengan hati-hati. Karena biodiversitasnya sangat tinggi.
“Misalnya 75 persen jenis terumbu karang dunia ada di Raja Ampat,” kata Hanif. Sehingga bisa menjadi habitat beranekaragam ikan dan hewan laut lainnya. Sayangnya habitat terumbu karang tersebut terancam dengan adanya perusahaan tambang nikel di sana.
Total ada empat perusahaan yang diperiksa lebih lanjut. Yaitu PT Gag Nikel (GN), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM). Hasil penelusuran tim KLH di lapangan, kondisi empat perusahaan itu berbeda-beda.
Kondisi cukup parah ditemukan di PT ASP yang mempunyai luas bukaan tambang 109 hektar lebih. Perusahaan ini beroperasi di Pulau Manuran, Kab. Raja Ampat. Temuan tim KLH untuk PT ASP itu adalah dari visual yang diambil lewat drone, terlihat pesisir laut terlihat keruh akibat sedimentasi.
Kemudian air limbah lariannya tidak dikelola. Pada saat dilakukan pengawasan, ditemukan kolam settling pond jebol. Mengakibatkan adanya luncuran sedimentasi ke pantai. Sehingga merusak lingkungan di sana.
“Telah dipasang papan pengawasan atau segel (di PT ASP),” katanya. Dengan pemasangan papan tersebut, tim melakukan kajian lebih dalam. Termasuk kajian berbasis laboratorium. Hasilnya bisa beripa sanksi administratif, pidana, atau perdata. Hasilnya bisa ketahuan sekitar satu sampai dua bulan.
Sementara itu untuk PT KSM ditemukan praktik menggarap lahan melebihi izinnya. Total lahan yang mereka kelola di luar izin adalah sekitar 5 hektar di kawasan hutan. Sama dengan PT ASP, lokasi PT KSM juga di Pulau Manuran. Atas tindakan tersebut, KLH mengeluarkan dua tindak lanjut. Yaitu penegakan hukum pidana perambahan hutan.
Kemudian peninjauan kembali persetujuan lingkungan (perling) yang sudah keluar. Alasannya karena perusahaan tersebut beroperasi di pulau kecil. “Kalau beroperasi di pulau kecil, kelak akan susah perbaikannya,” katanya. Karena perusahaan akan sulit mencari material untuk melakukan perbaikan lingkungan usai penambangan berakhir.