Thursday, April 25, 2024
31.7 C
Jayapura

Minta Oknum Polisi Diproses Hukum

Beberapa Rekomendasi Komnas HAM Dari Hasil Investigasi Asiki Boven Digoel

JAYAPURA-Terkait permintaan keluarga korban untuk melakukan investigasi atas meninggalnya Marius Betera (40)  pada Mei 2020 lalu, Komnas HAM mendatangi lokasi kejadian di Asiki, Kabupaten Boven Digoel. 

Koordinator Tim Investigasi Komnas HAM Frits Ramandey didampingi Plh Komnas HAM Melchior di Kantor Komnas HAM, Rabu (8/7) ( FOTO: Elfira/Cepos)

Adapun temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua berdasarkan fakta, data dan keterangan yang berhasil dihimpun dari sejumlah saksi dan beberapa pihak terkait termasuk peninjauan lokasi yakni lahan yang digunakan Marius Betera untuk menanam pisang merupakan areal perkebunan kelapa sawit milik PT. TSE POP A Camp 19.

Namun, mengenai posisi atau letak pohon pisang di lokasi perkebunan, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menerima tiga informasi yang berbeda. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa pohon pisang tersebut merupakan milik korban. Namun secara legalitas bahwa status tanah tersebut dibawa penguasaan PT. TSE POP A yang digunakan sebagai areal perkebunan kelapa sawit. 

Dalam kaitan kebijakan perusahaan, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menemukan bahwa di dalam areal perkebunan PT. TSE POP A Camp 19 terdapat tanaman pohon pisang milik warga dalam jumlah yang lumayan banyak. 

Artinya PT. TSE POP A belum memiliki ketegasan yang pasti soal apakah diperbolehkan setiap orang untuk menanam di dalam areal perkebunan atau tidak.

Selain itu pihak perusahaan memandang bahwa jika akan dilakukan penggusuran atau pembersihan pada lahan sawit, pemberitahuan dari perusahaan kepada warga pemilik tanaman itu bersifat umum. Bukan secara personal dengan harapan bahwa setiap orang yang memiliki tanaman telah mengetahuinya.

Baca Juga :  Lagi, Penumpang Kapal Terciduk Bawa Ganja

“Kondisi ini segera diperbaiki karena berpotensi menimbulkan konflik serupa di kemudian hari,” ucap Frits Ramandey yang memimpin investigasi tersebut.

Temuan Komnas HAM penyebab kemarahan Marius Betera karena merasa tidak terima atas penggusuran tanaman pisang miliknya. Sebagai bentuk protes Marius Betera mendatangi Pospol Camp 19 untuk melapor  namun tidak bertemu Kapospol. 

Puncak kemarahan Marius Betera terjadi pada saat mengalami tindakan kekerasan dari oknum anggota Polisi dengan inisial MY.

Berdasarkan keterangan pelaku dan saksi-saksi, Komnas HAM menilai kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota Polisi MY terhadap Marius Betera dapat dikategorikan sebagai tindakan yang berlebihan, sewenang-wenang dan tidak profesional. Sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 11 huruf g menyatakan bahwa anggota polisi dilarang melakukan penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum.

“Berdasarkan keterangan dokter Klinik POP A Camp 19 serta pihak lainnya yang dibuktikan dengan hasil visum, Komnas HAM menilai bahwa secara medis dapat dikatakan bahwa tidak ada bukti yang menguatkan bahwa kematian Marius Betera disebabkan karena mengalami kekerasan dipukul oleh oknum anggota polisi,” ucap Frits.

Baca Juga :  Jenazah Pria Tanpa Identitas Ditemukan Terapung di Kolam Kangkung

Kendati demikian, Komnas HAM  merekomendasikan meminta Kapolda Papua melakukan proses penegakkan hukum bagi oknum anggota polisi yang melakukan kekerasan kepada warga sipil di Camp 19, Asiki, Boven Digoel.

Meminta Kapolda Papua untuk meninjau kembali keberadaan Pos Polisi Camp 19 di areal perusahaan PT. Tuna Sawa Erma POP A. Meminta Kapolres Boven Digoel melakukan kontrol dan pembinaan secara periodik bagi anggota polisi yang ditempatkan di areal perusahaan, agar bertindak sesuai protap dan menjunjung tinggi profesionalitas sesuai dengan nilai-nilai dasar dan prinsip HAM.

“Dalam kaitan dengan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya perlu dilakukan pertemuan antar stakeholder yakni Pemda Boven Digoel, Pemda Merauke dan semua perusahaan yang berinvestasi di sana bersama Komnas HAM untuk memastikan pemenuhan hak-hak ekosob bagi pemilik hak ulayat,” papar Frits yang didampingi Plh Komnas HAM Mekchior.

Komnas HAM juga meminta PT Korindo Papua untuk menerapkan mekanisme bisnis dan HAM dalam pengelolaan bisnisnya. Yang memungkinkan dilakukan penilaian penerapan standar nilai-nilai dan prinsip HAM oleh Komnas HAM, termasuk pendidikan dan pelatihan HAM bagi pihak-pihak terkait.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal menyampaikan, berdasarkan hasil pemeriksaan dari Tim Dokter Klinik PT. Korindo POP-A Camp 19 Asiki  dan hasil otopsi bahwa korban meninggal dunia akibat serangan jantung. Selain itu ditubuh korban tidak ditemukan adanya lebam maupun luka lecet.

Sementara untuk oknum anggota polri Brigpol MY, saat ini telah diamankan di Mapolres Boven Digoel guna pemeriksaan lebih lanjut. (fia/nat)

Beberapa Rekomendasi Komnas HAM Dari Hasil Investigasi Asiki Boven Digoel

JAYAPURA-Terkait permintaan keluarga korban untuk melakukan investigasi atas meninggalnya Marius Betera (40)  pada Mei 2020 lalu, Komnas HAM mendatangi lokasi kejadian di Asiki, Kabupaten Boven Digoel. 

Koordinator Tim Investigasi Komnas HAM Frits Ramandey didampingi Plh Komnas HAM Melchior di Kantor Komnas HAM, Rabu (8/7) ( FOTO: Elfira/Cepos)

Adapun temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua berdasarkan fakta, data dan keterangan yang berhasil dihimpun dari sejumlah saksi dan beberapa pihak terkait termasuk peninjauan lokasi yakni lahan yang digunakan Marius Betera untuk menanam pisang merupakan areal perkebunan kelapa sawit milik PT. TSE POP A Camp 19.

Namun, mengenai posisi atau letak pohon pisang di lokasi perkebunan, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menerima tiga informasi yang berbeda. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa pohon pisang tersebut merupakan milik korban. Namun secara legalitas bahwa status tanah tersebut dibawa penguasaan PT. TSE POP A yang digunakan sebagai areal perkebunan kelapa sawit. 

Dalam kaitan kebijakan perusahaan, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menemukan bahwa di dalam areal perkebunan PT. TSE POP A Camp 19 terdapat tanaman pohon pisang milik warga dalam jumlah yang lumayan banyak. 

Artinya PT. TSE POP A belum memiliki ketegasan yang pasti soal apakah diperbolehkan setiap orang untuk menanam di dalam areal perkebunan atau tidak.

Selain itu pihak perusahaan memandang bahwa jika akan dilakukan penggusuran atau pembersihan pada lahan sawit, pemberitahuan dari perusahaan kepada warga pemilik tanaman itu bersifat umum. Bukan secara personal dengan harapan bahwa setiap orang yang memiliki tanaman telah mengetahuinya.

Baca Juga :  MRP Minta Mendagri Tinjau Keputusan Panpil MRP yang Langgar Perdasi

“Kondisi ini segera diperbaiki karena berpotensi menimbulkan konflik serupa di kemudian hari,” ucap Frits Ramandey yang memimpin investigasi tersebut.

Temuan Komnas HAM penyebab kemarahan Marius Betera karena merasa tidak terima atas penggusuran tanaman pisang miliknya. Sebagai bentuk protes Marius Betera mendatangi Pospol Camp 19 untuk melapor  namun tidak bertemu Kapospol. 

Puncak kemarahan Marius Betera terjadi pada saat mengalami tindakan kekerasan dari oknum anggota Polisi dengan inisial MY.

Berdasarkan keterangan pelaku dan saksi-saksi, Komnas HAM menilai kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota Polisi MY terhadap Marius Betera dapat dikategorikan sebagai tindakan yang berlebihan, sewenang-wenang dan tidak profesional. Sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 11 huruf g menyatakan bahwa anggota polisi dilarang melakukan penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum.

“Berdasarkan keterangan dokter Klinik POP A Camp 19 serta pihak lainnya yang dibuktikan dengan hasil visum, Komnas HAM menilai bahwa secara medis dapat dikatakan bahwa tidak ada bukti yang menguatkan bahwa kematian Marius Betera disebabkan karena mengalami kekerasan dipukul oleh oknum anggota polisi,” ucap Frits.

Baca Juga :  Tak Ada Lagi Dualisme, Benyamin Gurik Sah Pimpin KNPI Papua

Kendati demikian, Komnas HAM  merekomendasikan meminta Kapolda Papua melakukan proses penegakkan hukum bagi oknum anggota polisi yang melakukan kekerasan kepada warga sipil di Camp 19, Asiki, Boven Digoel.

Meminta Kapolda Papua untuk meninjau kembali keberadaan Pos Polisi Camp 19 di areal perusahaan PT. Tuna Sawa Erma POP A. Meminta Kapolres Boven Digoel melakukan kontrol dan pembinaan secara periodik bagi anggota polisi yang ditempatkan di areal perusahaan, agar bertindak sesuai protap dan menjunjung tinggi profesionalitas sesuai dengan nilai-nilai dasar dan prinsip HAM.

“Dalam kaitan dengan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya perlu dilakukan pertemuan antar stakeholder yakni Pemda Boven Digoel, Pemda Merauke dan semua perusahaan yang berinvestasi di sana bersama Komnas HAM untuk memastikan pemenuhan hak-hak ekosob bagi pemilik hak ulayat,” papar Frits yang didampingi Plh Komnas HAM Mekchior.

Komnas HAM juga meminta PT Korindo Papua untuk menerapkan mekanisme bisnis dan HAM dalam pengelolaan bisnisnya. Yang memungkinkan dilakukan penilaian penerapan standar nilai-nilai dan prinsip HAM oleh Komnas HAM, termasuk pendidikan dan pelatihan HAM bagi pihak-pihak terkait.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal menyampaikan, berdasarkan hasil pemeriksaan dari Tim Dokter Klinik PT. Korindo POP-A Camp 19 Asiki  dan hasil otopsi bahwa korban meninggal dunia akibat serangan jantung. Selain itu ditubuh korban tidak ditemukan adanya lebam maupun luka lecet.

Sementara untuk oknum anggota polri Brigpol MY, saat ini telah diamankan di Mapolres Boven Digoel guna pemeriksaan lebih lanjut. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya