Friday, April 26, 2024
24.7 C
Jayapura

Tahun ini, Perekrutan CPNS Ditunda

JAKARTA, Jawa Pos-Pandemi Covid-19 ikut mengacaukan jadwal penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pemerintah telah memutuskan untuk menunda rekrutmen CPNS tahun ini. 

Kebijakan itu berdampak pada pemenuhan kekurangan tenaga pendidik, khususnya di jenjang sekolah dasar (SD). 

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi, Selasa (7/7). Dia menyatakan bisa memahami kebijakan pemerintah yang tidak menerima CPNS baru sampai tahun depan. Namun, Unifah memberikan penekanan bahwa formasi guru memang kekurangan. ”Khususnya di jenjang SD,” kata dia.

Kalaupun tidak ada rekrutmen CPNS baru, pemerintah harus membuat timeline pemenuhan PNS. Dengan demikian, tetap harus ada pengangkatan guru ke depannya. Baik itu untuk mengisi kekurangan maupun menggantikan guru yang memasuki usia pensiun. 

Jika pemerintah tidak membuka rekrutmen CPNS baru, sebaiknya rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dituntaskan. Unifah mengatakan, rekrutmen PPPK yang digelar 2018 sampai sekarang belum jelas. Guru-guru serta pegawai bidang lain yang dinyatakan lolos PPPK sampai sekarang belum mendapatkan nomor induk. Akibatnya, tidak ada kejelasan soal kesejahteraan mereka. Menurut dia, PPPK menjadi solusi ketika para honorer tidak bisa melamar CPNS karena usianya lebih dari 35 tahun.

Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Tjahjo Kumolo menyampaikan, ada sejumlah alasan yang mendasari keputusan menunda rekrutmen CPNS. Salah satunya terkait penerimaan CPNS tahun lalu yang belum rampung. Prosesnya tertunda lantaran pandemi Covid-19. ”Belum dilantik semua karena ujian wawancara dan lainnya juga tertunda,” tuturnya kemarin.

Sebagai informasi, hingga saat ini tes seleksi kompetensi bidang (SKB) pada tes CPNS tahun anggaran 2019–2020 belum dilaksanakan. Tes yang dijadwalkan pada 25 Maret 2020 ditunda karena pandemi belum berakhir. Rencananya, tes dilaksanakan sekira September–Oktober 2020. 

Karena itu, alokasi untuk rekrutmen CPNS tahun anggaran 2020 bakal dialihkan ke tahun 2021. Itu pun alokasinya belum dapat ditentukan. Sebab, pemerintah masih harus melihat kembali kebutuhan pegawai dan ketersediaan anggaran. Moratorium tersebut, lanjut Tjahjo, juga akan berlaku pada pembukaan pendaftaran calon siswa/praja/mahasiswa sekolah kedinasan. Kecuali sekolah khusus Badan Intelijen Negara (BIN).

Sama seperti tes penerimaan CPNS, proses seleksi sekolah kedinasan juga mundur. Pendaftaran yang seharusnya dilakukan April 2020 mundur sampai Juni 2020. Tes seleksi kompetensi dasar (SKD) baru diagendakan pada bulan ini. Itu pun bergantung persetujuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. 

Mantan Menteri Dalam Negeri tersebut juga menyinggung rencana pembubaran sejumlah lembaga/komisi negara. Menurut Tjahjo, pihaknya saat ini tengah mencermati lembaga-lembaga yang urgensinya belum maksimal. ”Dan memungkinkan untuk diusulkan pembubaran,” katanya. 

Baca Juga :  Sidang Paniai Berdarah Dinilai Ajang Baku Tipu

Hal itu pun telah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait.

Tjahjo menegaskan, nanti tentu tidak semua dibubarkan. Pihaknya masih mencermati kinerja 96 lembaga/komisi yang ada saat ini. Keputusan itu pun sejatinya bukan hal baru. Sebab, sebelumnya sudah ada 24 komisi/lembaga yang dihapus karena kurang urgensinya. 

Tjahjo juga menampik anggapan bahwa perampingan kelembagaan disebabkan kondisi ekonomi yang terdampak pandemi. Dia mengatakan, perampingan dilakukan pada lembaga/komisi yang kewenangannya dinilai tumpang-tindih dengan kementerian. ”Tidak ada hubungan dengan Covid-19. Kan penjabaran dari visi-misi presiden untuk reformasi birokrasi, yang kemudian saya jabarkan sebagai Men PAN-RB,” papar politikus PDIP tersebut.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak buru-buru memutuskan tak membuka rekrutmen CPNS baru. Pemerintah sebaiknya melakukan analisis kebutuhan dan memperhatikan jumlah PNS yang ada saat ini. Jadi, pemerintah harus memilih dan memilah formasi mana saja yang tetap perlu dibuka rekrutmen baru. Untuk tenaga administrasi, misalnya, dia sepakat tidak perlu ditambah lagi. Sebab, jumlahnya sudah banyak.

”Kalau misalnya ada daerah yang kekurangan, itu daerah yang mana?” ucapnya. Menurut Lina, banyak daerah yang menyatakan kelebihan jumlah PNS. Untuk formasi tertentu, khususnya tenaga fungsional, memang sebaiknya diperhatikan dengan baik. Misalnya formasi guru, dosen, dokter, perawat, serta tenaga kesehatan lainnya. Dia menjelaskan, tenaga fungsional seperti itu kebutuhannya jelas.

Lina juga menuturkan, tiga tahun ke depan bakal terjadi ledakan jumlah PNS yang pensiun. Sebab, saat ini banyak PNS yang hampir masuk usia 65 tahun. Jika tidak dipikirkan penggantinya, bisa terjadi kekosongan. ”Tidak mungkin diisi pegawai tidak tetap atau honorer,” ucapnya.

Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerapkan kebijakan moratorium lebih awal. Bahkan, kementerian di bawah pimpinan Sri Mulyani itu akan menerapkan moratorium pada rekrutmen CPNS umum dan penerimaan mahasiswa baru PKN STAN selama lima tahun. 

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020–2024.

Dalam aturan itu dijelaskan, penurunan pertumbuhan (minus growth) pegawai ditargetkan pada rentang minus 1,2 persen hingga minus 2,2 persen dalam waktu lima tahun, terhitung sejak 2020 hingga 2024. 

Dengan persentase tersebut, rata-rata penurunan jumlah pegawai per tahun yang diharapkan sebesar 800 hingga 1.800 orang. Rekrutmen PKN STAN dapat diberlakukan pula pada tahun-tahun berikutnya jika diperlukan upaya pencapaian target minus growth.

Dengan kebijakan itu, kebutuhan SDM selama lima tahun ke depan dioptimalkan lewat redistribusi pegawai. Terutama bagi satuan kerja (Satker) yang memiliki kebutuhan SDM mendesak dan ada pengembangan kompetensi pegawai. Namun, apabila dibutuhkan SDM dengan kompetensi tertentu yang tidak dapat dipenuhi dari internal, Kemenkeu akan melakukan rekrutmen PPPK secara selektif dan terbatas.

Baca Juga :  Burhani: Pertanggungjawaban Dana Desa Khususunya di Nduga, Sejauh Ini Baik

Berdasar data Kemenkeu, jumlah total pegawai per 1 Januari 2020 sebanyak 82.451 orang. Angka tersebut telah memperhitungkan 3.251 orang lulusan PKN STAN 2019. 

Dari jumlah itu, 56.583 orang adalah pegawai laki-laki dan 25.868 pegawai perempuan atau secara komposisi adalah 7:3. 

Paulus Dwi Laksono

Secara terpisah Kepala Kantor Regional (Kangreg) Badan Kepegawaian Nasional (BKN) IX Jayapura, Paulus Dwi Laksono mengatakan, secara nasional semua instansi diminta untuk menganalisasi jabatan dan kebutuhan pegawainya.

“Intinya secara nasional instansi diminta untuk menyusun kembali, menganalisis jabatan dan menganalisi kebutuhan pegawai lagi,” katanya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Rabu (8/7).

Menurut Paulus dengan adanya Covid-19 ini, maka ada yang namanya WFH (work from home) dan WFO (work from office). Dimana hasil evaluasi WFO ternyata kinerja tidak banyak yang berubah. Artinya justru beberapa daerah dan beberapa instansi yang justru meningkat.

“Yang dilakukan oleh mereka-mereka yang WFO ini kebanyak teknologi. Misalnya dengan teknologi, maka akan lebih mudah untuk mengerjakan dimana saja,” tuturnya.

Dengan adanya evaluasi yang dilakukan, maka kata Paulus seluruh instansi secara nasional harus melakukan penghitungan kembali beban kerja ini diawali dengan analisi jabatan.

Paulus menjelaskan, analisi kembali jabatan ini untuk melihat kembali jabatan apa saja yang dibutuhkan dan beban kerja yang diperlukan. 

“Pegawainya berapa yang akan mengejarkan beban tersebut akan ketahuan, sehingga dimungkinkan untuk instansi-intansi, daerah-daerah tertentu kemungkinan kebanyakan pegawai,” tuturnya. 

Paulus mengatakan, misalnya masih ada PNS yang belum kenal teknologi, sehingga secara logika dengan pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan teknologi. Apalagi dengan adanya Covid-19 ini, maka mau tidak mau pemerintah secara nasional dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan digitalisasi.

“Ini kita nasional dan bukan bicara Papua. Sehingga dengan asumsi hasil evaluasi tersebut, maka sambil menunggu pengadaan CPNS kembali maka dilakukan analisi kebutuhan pegawai lagi,” bebernya.

Dikatakan, nantinya PNS yang tidak menguasai teknologi atau komputer, makin lama akan tersingkirkan. Dengan tersingkirnya mereka, maka keberadaan mereka itu ada atau tidak ada tidak akan memengaruhi prestasi atau kinerja.

“Nanti PNS-PNS yang tidak menguasai teknologi ini lambat laun akan berkurang dan dua tahun kedepan akan diisi oleh orang-orang yang lebih paham teknologi dan itu akan didapat dengan generasi-generasi milenial saat  ini,” tambahnya. (bet/nat/JPG)

JAKARTA, Jawa Pos-Pandemi Covid-19 ikut mengacaukan jadwal penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pemerintah telah memutuskan untuk menunda rekrutmen CPNS tahun ini. 

Kebijakan itu berdampak pada pemenuhan kekurangan tenaga pendidik, khususnya di jenjang sekolah dasar (SD). 

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi, Selasa (7/7). Dia menyatakan bisa memahami kebijakan pemerintah yang tidak menerima CPNS baru sampai tahun depan. Namun, Unifah memberikan penekanan bahwa formasi guru memang kekurangan. ”Khususnya di jenjang SD,” kata dia.

Kalaupun tidak ada rekrutmen CPNS baru, pemerintah harus membuat timeline pemenuhan PNS. Dengan demikian, tetap harus ada pengangkatan guru ke depannya. Baik itu untuk mengisi kekurangan maupun menggantikan guru yang memasuki usia pensiun. 

Jika pemerintah tidak membuka rekrutmen CPNS baru, sebaiknya rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dituntaskan. Unifah mengatakan, rekrutmen PPPK yang digelar 2018 sampai sekarang belum jelas. Guru-guru serta pegawai bidang lain yang dinyatakan lolos PPPK sampai sekarang belum mendapatkan nomor induk. Akibatnya, tidak ada kejelasan soal kesejahteraan mereka. Menurut dia, PPPK menjadi solusi ketika para honorer tidak bisa melamar CPNS karena usianya lebih dari 35 tahun.

Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Tjahjo Kumolo menyampaikan, ada sejumlah alasan yang mendasari keputusan menunda rekrutmen CPNS. Salah satunya terkait penerimaan CPNS tahun lalu yang belum rampung. Prosesnya tertunda lantaran pandemi Covid-19. ”Belum dilantik semua karena ujian wawancara dan lainnya juga tertunda,” tuturnya kemarin.

Sebagai informasi, hingga saat ini tes seleksi kompetensi bidang (SKB) pada tes CPNS tahun anggaran 2019–2020 belum dilaksanakan. Tes yang dijadwalkan pada 25 Maret 2020 ditunda karena pandemi belum berakhir. Rencananya, tes dilaksanakan sekira September–Oktober 2020. 

Karena itu, alokasi untuk rekrutmen CPNS tahun anggaran 2020 bakal dialihkan ke tahun 2021. Itu pun alokasinya belum dapat ditentukan. Sebab, pemerintah masih harus melihat kembali kebutuhan pegawai dan ketersediaan anggaran. Moratorium tersebut, lanjut Tjahjo, juga akan berlaku pada pembukaan pendaftaran calon siswa/praja/mahasiswa sekolah kedinasan. Kecuali sekolah khusus Badan Intelijen Negara (BIN).

Sama seperti tes penerimaan CPNS, proses seleksi sekolah kedinasan juga mundur. Pendaftaran yang seharusnya dilakukan April 2020 mundur sampai Juni 2020. Tes seleksi kompetensi dasar (SKD) baru diagendakan pada bulan ini. Itu pun bergantung persetujuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. 

Mantan Menteri Dalam Negeri tersebut juga menyinggung rencana pembubaran sejumlah lembaga/komisi negara. Menurut Tjahjo, pihaknya saat ini tengah mencermati lembaga-lembaga yang urgensinya belum maksimal. ”Dan memungkinkan untuk diusulkan pembubaran,” katanya. 

Baca Juga :  Diduga Bocor, Kapal Tongkang Wara 1 Tenggelam

Hal itu pun telah dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait.

Tjahjo menegaskan, nanti tentu tidak semua dibubarkan. Pihaknya masih mencermati kinerja 96 lembaga/komisi yang ada saat ini. Keputusan itu pun sejatinya bukan hal baru. Sebab, sebelumnya sudah ada 24 komisi/lembaga yang dihapus karena kurang urgensinya. 

Tjahjo juga menampik anggapan bahwa perampingan kelembagaan disebabkan kondisi ekonomi yang terdampak pandemi. Dia mengatakan, perampingan dilakukan pada lembaga/komisi yang kewenangannya dinilai tumpang-tindih dengan kementerian. ”Tidak ada hubungan dengan Covid-19. Kan penjabaran dari visi-misi presiden untuk reformasi birokrasi, yang kemudian saya jabarkan sebagai Men PAN-RB,” papar politikus PDIP tersebut.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak buru-buru memutuskan tak membuka rekrutmen CPNS baru. Pemerintah sebaiknya melakukan analisis kebutuhan dan memperhatikan jumlah PNS yang ada saat ini. Jadi, pemerintah harus memilih dan memilah formasi mana saja yang tetap perlu dibuka rekrutmen baru. Untuk tenaga administrasi, misalnya, dia sepakat tidak perlu ditambah lagi. Sebab, jumlahnya sudah banyak.

”Kalau misalnya ada daerah yang kekurangan, itu daerah yang mana?” ucapnya. Menurut Lina, banyak daerah yang menyatakan kelebihan jumlah PNS. Untuk formasi tertentu, khususnya tenaga fungsional, memang sebaiknya diperhatikan dengan baik. Misalnya formasi guru, dosen, dokter, perawat, serta tenaga kesehatan lainnya. Dia menjelaskan, tenaga fungsional seperti itu kebutuhannya jelas.

Lina juga menuturkan, tiga tahun ke depan bakal terjadi ledakan jumlah PNS yang pensiun. Sebab, saat ini banyak PNS yang hampir masuk usia 65 tahun. Jika tidak dipikirkan penggantinya, bisa terjadi kekosongan. ”Tidak mungkin diisi pegawai tidak tetap atau honorer,” ucapnya.

Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerapkan kebijakan moratorium lebih awal. Bahkan, kementerian di bawah pimpinan Sri Mulyani itu akan menerapkan moratorium pada rekrutmen CPNS umum dan penerimaan mahasiswa baru PKN STAN selama lima tahun. 

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020–2024.

Dalam aturan itu dijelaskan, penurunan pertumbuhan (minus growth) pegawai ditargetkan pada rentang minus 1,2 persen hingga minus 2,2 persen dalam waktu lima tahun, terhitung sejak 2020 hingga 2024. 

Dengan persentase tersebut, rata-rata penurunan jumlah pegawai per tahun yang diharapkan sebesar 800 hingga 1.800 orang. Rekrutmen PKN STAN dapat diberlakukan pula pada tahun-tahun berikutnya jika diperlukan upaya pencapaian target minus growth.

Dengan kebijakan itu, kebutuhan SDM selama lima tahun ke depan dioptimalkan lewat redistribusi pegawai. Terutama bagi satuan kerja (Satker) yang memiliki kebutuhan SDM mendesak dan ada pengembangan kompetensi pegawai. Namun, apabila dibutuhkan SDM dengan kompetensi tertentu yang tidak dapat dipenuhi dari internal, Kemenkeu akan melakukan rekrutmen PPPK secara selektif dan terbatas.

Baca Juga :  Miliki 30 Pemain, JFT Akui Masih Ada Perubahan

Berdasar data Kemenkeu, jumlah total pegawai per 1 Januari 2020 sebanyak 82.451 orang. Angka tersebut telah memperhitungkan 3.251 orang lulusan PKN STAN 2019. 

Dari jumlah itu, 56.583 orang adalah pegawai laki-laki dan 25.868 pegawai perempuan atau secara komposisi adalah 7:3. 

Paulus Dwi Laksono

Secara terpisah Kepala Kantor Regional (Kangreg) Badan Kepegawaian Nasional (BKN) IX Jayapura, Paulus Dwi Laksono mengatakan, secara nasional semua instansi diminta untuk menganalisasi jabatan dan kebutuhan pegawainya.

“Intinya secara nasional instansi diminta untuk menyusun kembali, menganalisis jabatan dan menganalisi kebutuhan pegawai lagi,” katanya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Rabu (8/7).

Menurut Paulus dengan adanya Covid-19 ini, maka ada yang namanya WFH (work from home) dan WFO (work from office). Dimana hasil evaluasi WFO ternyata kinerja tidak banyak yang berubah. Artinya justru beberapa daerah dan beberapa instansi yang justru meningkat.

“Yang dilakukan oleh mereka-mereka yang WFO ini kebanyak teknologi. Misalnya dengan teknologi, maka akan lebih mudah untuk mengerjakan dimana saja,” tuturnya.

Dengan adanya evaluasi yang dilakukan, maka kata Paulus seluruh instansi secara nasional harus melakukan penghitungan kembali beban kerja ini diawali dengan analisi jabatan.

Paulus menjelaskan, analisi kembali jabatan ini untuk melihat kembali jabatan apa saja yang dibutuhkan dan beban kerja yang diperlukan. 

“Pegawainya berapa yang akan mengejarkan beban tersebut akan ketahuan, sehingga dimungkinkan untuk instansi-intansi, daerah-daerah tertentu kemungkinan kebanyakan pegawai,” tuturnya. 

Paulus mengatakan, misalnya masih ada PNS yang belum kenal teknologi, sehingga secara logika dengan pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan teknologi. Apalagi dengan adanya Covid-19 ini, maka mau tidak mau pemerintah secara nasional dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan digitalisasi.

“Ini kita nasional dan bukan bicara Papua. Sehingga dengan asumsi hasil evaluasi tersebut, maka sambil menunggu pengadaan CPNS kembali maka dilakukan analisi kebutuhan pegawai lagi,” bebernya.

Dikatakan, nantinya PNS yang tidak menguasai teknologi atau komputer, makin lama akan tersingkirkan. Dengan tersingkirnya mereka, maka keberadaan mereka itu ada atau tidak ada tidak akan memengaruhi prestasi atau kinerja.

“Nanti PNS-PNS yang tidak menguasai teknologi ini lambat laun akan berkurang dan dua tahun kedepan akan diisi oleh orang-orang yang lebih paham teknologi dan itu akan didapat dengan generasi-generasi milenial saat  ini,” tambahnya. (bet/nat/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya