Monday, April 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Polda Papua Harus Serius Selesaikan

*Terkait Pengaduan Guru di Mamberamo Raya

SENTANI-Ratusan guru yang bertugas di Mamberamo Raya telah mengambil sikap tegas mengenai persoalan ketidakjelasan Pemkab Mamberamo Raya (Mambra) dalam membayar gaji dan tunjangan mereka sejak tahun 2016 lalu.  Kini kasus itu sudah bergulir ke Polda Papua. Mereka berharap Polda Papua   serius mengusut kasus tersebut.

“Kami sudah sampaikan masalah ini ke Polda Papua dan kami juga sudah dipanggil. Kami berharap ini terus didalami supaya bisa diketahui apa motif dibalik semua ini,” ungkap Emma Sirami  M.Pd., salah seorang guru yang menjadi korban dalam kasus dugaan penggelapan dana tunjangan dan gaji di  Mamberamo Raya kepada koran ini, Rabu (7/8).

Dia mengatakan, akibat pembayaran gaji secara manual banyak guru yang menjadi korban bahkan tidak mendapat gaji. Kejadian itu bahkan sudah terjadi sejak tahun 2016 dan 2017 lalu. Dimana beberapa bulan dalam tahun itu, sejumlah guru tidak mendapatkan gaji. Mengenai hilangnya gaji itu tanpa ada penjelasan pasti dari pemerintah daerah.

“Saya dan beberapa teman lain pada tahun 2017, gaji bulan September sampai Oktober tidak terima sampai detik ini. Bahkan kejadian itu dari tahun 2016,” bebernya.

Dia tak menampik dengan apa yang disampaikan  Staf Hukum Bupati Mamberamo Raya mengenai adanya oknum guru yang makan gaji buta. Tetapi itu, menurutnya hanya dilakukan oleh beberapa oknum  guru. Pihaknya merasa janggal dengan kebijakan Pemda Mambra yang menerapkan kebijakan itu jika hanya ingin menjerat oknum guru malas. 

Sebab, kalau aturan itu dibuat untuk membuat efek jera, setidaknya sudah ada aturan undang undang yang mengatur ASN. “Terkait  guru yang sering meninggalkan tempat tugas itu, masing masing sekolah sudah menerapkan absensi. Sehingga ini memudahkan dinas atau bupati untuk menjerat guru yang malas,” tegasnya.

Menurut Emma, laporan mengenai guru malas ini berdasarkan absensi itu tidak pernah  ditindak lanjuti pengawas atau Dinas Pendidikan Mambra.

Dengan demikian, kebijakan Kadis Pendidikan dan  Bupati Mambra itu  dinilai sangat prematur alias tidak berdasarkan aturan. Padahal pada dasarnya para guru di Mambra sangat mendukung kebijakan Pemda Mamra menertibkan guru nakal. Namun kebijakan itu tidak asal dibuat yang akhirnya justru mengorbankan anak-anak. “Jangan karena ulah dari satu atau dua  oknum guru, tapi akibatnya dirasakan oleh semua guru yang ada di Mamberamo Raya,” sesalnya.

Dia mengatakan akibat dari  pembayaran manual itu, dapat dipastikan 100% guru di Mamberamo Raya barat tidak menerima  gaji 13 dan 14 tahun ini. Bahkan hampir di seluruh Mambra.
“Kami peduli dengan pendidikan dan kami tidak tega melepas anak tidak belajar. Tapi kami juga punya masa depan dan keluarga serta butuh biaya. Kalau hak kami tidak diberikan, bagaimana kami mau menjalankan tugas,” ungkapnya penuh tanya.

Baca Juga :  Ditemukan di Surabaya, Kejari Jayapura Tarik Mobil Dinas Pemkab Keerom 

Dia menambahkan,  mengenai masalah gaji yang tidak terbayarkan beberapa bulan pada tahun 2016 dan 2017, para  guru sudah mengadu  ke Bupati Mamberamo Raya. Namun sampai dengan saat ini belum ada kejelasannya. 

“Atas hasil kesepakatan antara semua guru dan PGRI Mamberamo Raya semua guru tidak akan melaksanakan tugasnya sampai pada batas waktu yang tidak ditentukan,” jelasnya. 

Sementara itu, staf hukum Bupati Membramo Raya, Wili Marselino  mendukung upaya guru menempuh jalur hukum. Dia mengatakan, Bupati Mamberamo Raya saat ini lebih konsen kepada masalah teknis berkaitan dengan persoalan gaji yang belum dibayarkan itu.  Bupati sebagai kepala pemerintahan di daerah itu berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan persolaan hak guru itu sambil upaya hukum itu berjalan.

“Prinsipnya tidak ada masalah sepanjang ada alat bukti yang kuat. Silakan diajukan saja tetapi sebagai bupati, beliau lebih konsen ke masalah teknis. Masalah hukum biarlah aparat hukum yang bertindak. Tetapi masyarakatnya tidak bisa menunggu proses hukum itu. Ini menyangkut orang banyak, guru,” tandasnya.

Menyikapi persoalan itu Bupati Mamberamo Raya sebelumnya sudah mengambil langkah untuk menyelesaikan atau menuntaskan pembayaran gaji guru dengan melakukan rapat bersama para guru tersebut. “Waktu itu rapat sampai jam 2 dinihari dan besoknya Pak Bupati langsung menelpon kepala bank Papua untuk mencairkan gaji guru untuk Agustus dibayar normal,” jelasnya. 

Sementara untuk gaji ke-13 dan 14 serta, Juni dan Juli 2019, mengalami keterlambatan dalam proses pembayaran karena data dari para guru baru diserahkan ke Pemkab Mambra satu minggu yang lalu. Saat ini data itu sedang diverifikasi  berdasarkan data keuangan di dinas Pendidikan setempat. Ini untuk mengetahui pasti kira-kira berapa yang sudah menerima dan berapa guru yang belum terima. 

“Sebenarnya minggu ini Dinas Pendidikan sudah membayar gaji guru ini diatas, tapi karena proses pembayaran uang mahasiswa Mamberamo Raya juga sedang berjalan karena ini menyangkut uang miliaran rupiah juga, karena itu dinas langsung mengambil alih,” bebernya.

“Saya sudah sampaikan kepada bapak ibu dan guru di Burmeso dan di Kasonaweja, melalui koordinatornya bahwa setelah selesai proses pembayaran dana mahasiswa ini,  kepala dinas dan perangkatnya akan naik ke Memberamo Raya untuk membereskan masalah masalah ini,” tambahnya.

Baca Juga : 

Mogoknya ratusan guru di Mamberamo Raya akibat pembayaran gaji yang tak kunjung diberikan mendapat catatan penting dari Komisi V DPR Papua yang membidangi pendidikan. Persoalan ini kata Sekretaris Komisi V, Nathan Pahabol  harus segera dirampungkan. Ia menganggap jika terus berlarut maka dipastikan akan berdampak pada mutu pendidikan dan mental anak didik anak karena terganggu dengan tak adanya aktifitas belajar mengajar. 

Bupati menurutnya harus segera turun tangan menuntaskan persoalan ini dan jangan terlalu disepelekan dan bila perlu mengambil langkah tegas dan antisipatif. “Kami sudah dengar persoalan ini dan bukan hal baru, para guru-guru ini sudah datang menemui kami mengeluhkan soal 3 bulan gaji mereka yang belum dibayarkan, ini parah sekali,” kata Nathan, Rabu (7/8) kemarin. 

Kata Nathan, Komisi V tak menutup mata dengan kondisi tersebut dan sempat mengundang pihak Dinas Pendidikan Provinsi Papua namun tak datang dan tercatat hampir 400 guru yang belum  mendapatkan hak-haknya.

 “Bayangkan saja jumlah guru yang mencapai ratusan untuk SD, SMP dan SMA sudah bekerja namun tak diberikan hak-haknya. Kami pikir wajar jika mereka memprotes dengan cara mereka karena para guru juga butuh memenuhi keperluan hidup dan keluarga,” bebernya.  

Politisi Partai Gerindra asal Yahukimo ini menghitung kemungkinan dana yang dibutuhkan untuk membayar  para guru jumlahnya tak kecil, bisa mencapai puluhan miliar. Mirisnya kata Nathan, para guru ini sudah menemui bupati namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

 Termasuk meminta penjelasan dari kepala dinas pendidikan setempat namun hasilnya tetap sama. Bila ini tak kunjung dituntaskan maka pihaknya mendesak dilakukan upaya hukum. Soalnya berbagai upaya juga sudah dilakukan tapi para guru ini tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. “Rencananya kami akan mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap aktor yang mengambil uang dari Bank Papua namun tidak diteruskan. Uang ini ada dimana dan mengapa tak dibayarkan. Tentunya ini ada niat lain,” tegas Nathan.

 Pihaknya juga berniat meninjau langsung ke Mamberamo Raya namun belum memiliki waktu yang pas. “Saya dengan para guru ini juga sudah menyurat ke Polda tapi belum tahu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum. Yang jelas pengakuan para guru ini pembayaran sudah cair sejak Mei namun hingga kini belum dibayarkan dan kami desak ini untuk ditelusuri secara hukum saja,” tandasnya. (roy/ade/nat) 

*Terkait Pengaduan Guru di Mamberamo Raya

SENTANI-Ratusan guru yang bertugas di Mamberamo Raya telah mengambil sikap tegas mengenai persoalan ketidakjelasan Pemkab Mamberamo Raya (Mambra) dalam membayar gaji dan tunjangan mereka sejak tahun 2016 lalu.  Kini kasus itu sudah bergulir ke Polda Papua. Mereka berharap Polda Papua   serius mengusut kasus tersebut.

“Kami sudah sampaikan masalah ini ke Polda Papua dan kami juga sudah dipanggil. Kami berharap ini terus didalami supaya bisa diketahui apa motif dibalik semua ini,” ungkap Emma Sirami  M.Pd., salah seorang guru yang menjadi korban dalam kasus dugaan penggelapan dana tunjangan dan gaji di  Mamberamo Raya kepada koran ini, Rabu (7/8).

Dia mengatakan, akibat pembayaran gaji secara manual banyak guru yang menjadi korban bahkan tidak mendapat gaji. Kejadian itu bahkan sudah terjadi sejak tahun 2016 dan 2017 lalu. Dimana beberapa bulan dalam tahun itu, sejumlah guru tidak mendapatkan gaji. Mengenai hilangnya gaji itu tanpa ada penjelasan pasti dari pemerintah daerah.

“Saya dan beberapa teman lain pada tahun 2017, gaji bulan September sampai Oktober tidak terima sampai detik ini. Bahkan kejadian itu dari tahun 2016,” bebernya.

Dia tak menampik dengan apa yang disampaikan  Staf Hukum Bupati Mamberamo Raya mengenai adanya oknum guru yang makan gaji buta. Tetapi itu, menurutnya hanya dilakukan oleh beberapa oknum  guru. Pihaknya merasa janggal dengan kebijakan Pemda Mambra yang menerapkan kebijakan itu jika hanya ingin menjerat oknum guru malas. 

Sebab, kalau aturan itu dibuat untuk membuat efek jera, setidaknya sudah ada aturan undang undang yang mengatur ASN. “Terkait  guru yang sering meninggalkan tempat tugas itu, masing masing sekolah sudah menerapkan absensi. Sehingga ini memudahkan dinas atau bupati untuk menjerat guru yang malas,” tegasnya.

Menurut Emma, laporan mengenai guru malas ini berdasarkan absensi itu tidak pernah  ditindak lanjuti pengawas atau Dinas Pendidikan Mambra.

Dengan demikian, kebijakan Kadis Pendidikan dan  Bupati Mambra itu  dinilai sangat prematur alias tidak berdasarkan aturan. Padahal pada dasarnya para guru di Mambra sangat mendukung kebijakan Pemda Mamra menertibkan guru nakal. Namun kebijakan itu tidak asal dibuat yang akhirnya justru mengorbankan anak-anak. “Jangan karena ulah dari satu atau dua  oknum guru, tapi akibatnya dirasakan oleh semua guru yang ada di Mamberamo Raya,” sesalnya.

Dia mengatakan akibat dari  pembayaran manual itu, dapat dipastikan 100% guru di Mamberamo Raya barat tidak menerima  gaji 13 dan 14 tahun ini. Bahkan hampir di seluruh Mambra.
“Kami peduli dengan pendidikan dan kami tidak tega melepas anak tidak belajar. Tapi kami juga punya masa depan dan keluarga serta butuh biaya. Kalau hak kami tidak diberikan, bagaimana kami mau menjalankan tugas,” ungkapnya penuh tanya.

Baca Juga :  Buchtar Tabuni Bebas

Dia menambahkan,  mengenai masalah gaji yang tidak terbayarkan beberapa bulan pada tahun 2016 dan 2017, para  guru sudah mengadu  ke Bupati Mamberamo Raya. Namun sampai dengan saat ini belum ada kejelasannya. 

“Atas hasil kesepakatan antara semua guru dan PGRI Mamberamo Raya semua guru tidak akan melaksanakan tugasnya sampai pada batas waktu yang tidak ditentukan,” jelasnya. 

Sementara itu, staf hukum Bupati Membramo Raya, Wili Marselino  mendukung upaya guru menempuh jalur hukum. Dia mengatakan, Bupati Mamberamo Raya saat ini lebih konsen kepada masalah teknis berkaitan dengan persoalan gaji yang belum dibayarkan itu.  Bupati sebagai kepala pemerintahan di daerah itu berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan persolaan hak guru itu sambil upaya hukum itu berjalan.

“Prinsipnya tidak ada masalah sepanjang ada alat bukti yang kuat. Silakan diajukan saja tetapi sebagai bupati, beliau lebih konsen ke masalah teknis. Masalah hukum biarlah aparat hukum yang bertindak. Tetapi masyarakatnya tidak bisa menunggu proses hukum itu. Ini menyangkut orang banyak, guru,” tandasnya.

Menyikapi persoalan itu Bupati Mamberamo Raya sebelumnya sudah mengambil langkah untuk menyelesaikan atau menuntaskan pembayaran gaji guru dengan melakukan rapat bersama para guru tersebut. “Waktu itu rapat sampai jam 2 dinihari dan besoknya Pak Bupati langsung menelpon kepala bank Papua untuk mencairkan gaji guru untuk Agustus dibayar normal,” jelasnya. 

Sementara untuk gaji ke-13 dan 14 serta, Juni dan Juli 2019, mengalami keterlambatan dalam proses pembayaran karena data dari para guru baru diserahkan ke Pemkab Mambra satu minggu yang lalu. Saat ini data itu sedang diverifikasi  berdasarkan data keuangan di dinas Pendidikan setempat. Ini untuk mengetahui pasti kira-kira berapa yang sudah menerima dan berapa guru yang belum terima. 

“Sebenarnya minggu ini Dinas Pendidikan sudah membayar gaji guru ini diatas, tapi karena proses pembayaran uang mahasiswa Mamberamo Raya juga sedang berjalan karena ini menyangkut uang miliaran rupiah juga, karena itu dinas langsung mengambil alih,” bebernya.

“Saya sudah sampaikan kepada bapak ibu dan guru di Burmeso dan di Kasonaweja, melalui koordinatornya bahwa setelah selesai proses pembayaran dana mahasiswa ini,  kepala dinas dan perangkatnya akan naik ke Memberamo Raya untuk membereskan masalah masalah ini,” tambahnya.

Baca Juga :  Nduga Siaga Satu

Mogoknya ratusan guru di Mamberamo Raya akibat pembayaran gaji yang tak kunjung diberikan mendapat catatan penting dari Komisi V DPR Papua yang membidangi pendidikan. Persoalan ini kata Sekretaris Komisi V, Nathan Pahabol  harus segera dirampungkan. Ia menganggap jika terus berlarut maka dipastikan akan berdampak pada mutu pendidikan dan mental anak didik anak karena terganggu dengan tak adanya aktifitas belajar mengajar. 

Bupati menurutnya harus segera turun tangan menuntaskan persoalan ini dan jangan terlalu disepelekan dan bila perlu mengambil langkah tegas dan antisipatif. “Kami sudah dengar persoalan ini dan bukan hal baru, para guru-guru ini sudah datang menemui kami mengeluhkan soal 3 bulan gaji mereka yang belum dibayarkan, ini parah sekali,” kata Nathan, Rabu (7/8) kemarin. 

Kata Nathan, Komisi V tak menutup mata dengan kondisi tersebut dan sempat mengundang pihak Dinas Pendidikan Provinsi Papua namun tak datang dan tercatat hampir 400 guru yang belum  mendapatkan hak-haknya.

 “Bayangkan saja jumlah guru yang mencapai ratusan untuk SD, SMP dan SMA sudah bekerja namun tak diberikan hak-haknya. Kami pikir wajar jika mereka memprotes dengan cara mereka karena para guru juga butuh memenuhi keperluan hidup dan keluarga,” bebernya.  

Politisi Partai Gerindra asal Yahukimo ini menghitung kemungkinan dana yang dibutuhkan untuk membayar  para guru jumlahnya tak kecil, bisa mencapai puluhan miliar. Mirisnya kata Nathan, para guru ini sudah menemui bupati namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

 Termasuk meminta penjelasan dari kepala dinas pendidikan setempat namun hasilnya tetap sama. Bila ini tak kunjung dituntaskan maka pihaknya mendesak dilakukan upaya hukum. Soalnya berbagai upaya juga sudah dilakukan tapi para guru ini tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. “Rencananya kami akan mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap aktor yang mengambil uang dari Bank Papua namun tidak diteruskan. Uang ini ada dimana dan mengapa tak dibayarkan. Tentunya ini ada niat lain,” tegas Nathan.

 Pihaknya juga berniat meninjau langsung ke Mamberamo Raya namun belum memiliki waktu yang pas. “Saya dengan para guru ini juga sudah menyurat ke Polda tapi belum tahu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum. Yang jelas pengakuan para guru ini pembayaran sudah cair sejak Mei namun hingga kini belum dibayarkan dan kami desak ini untuk ditelusuri secara hukum saja,” tandasnya. (roy/ade/nat) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya