Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Pimpinan DPRP Bantah Soal Kevakuman

Jhony Banua: Sudah Terima Dana Artinya Sudah Punya Laporan Kerja

JAYAPURA – Pimpinan DPR Papua akhirnya angkat suara soal tudingan dari sejumlah anggota DPR Papua terkait kevakuman kegiatan dalam waktu beberapa bulan terakhir. Buntut protes anggota ini dilakukan penutupan paksa empat ruang kerja pimpinan DPRP plus sekwan.

Setelah dua hari mendiamkan kejadian penutupan paksa ini, tiga pimpinan yakni Jhony Banua, Edoardus Kaize dan Yulianus Rumboirussy, Jumat (7/4)  akhirnya angkat suara. Ketiganya kompak menyatakan bahwa tak ada kevakuman mengingat banyak anggota DPRP yang telah  mengambil dana untuk kegiatan dan itu dibuktikan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Tugas (SPT) yang kemudian dicairkan lewat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD).

“Sebenarnya kami kemarin ingin langsung menjawab namun karena pak waket II  baru datang akhirnya baru  hari ini kami mengklarifikasi,” jelas Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw di Abepura, Jumat malam. Ia menjelaskan, pertama soal penutupan paksa dilakukan dengan beberapa argument. Pertama meminta digelar banmus dan kedua dikatakan dewan selama ini tak ada kegiatan alias vakum.

“Soal pengawasan dikatakan vakum, saya katakan bahwa sejak  Januari ada rapat banggar 2 kali, lalu rapat soal beasiswa dipimpin waket II, Bamus Propemperda dan ada sidang Paripurna. Anggota DPRP juga tolong jujur, saya punya daftar bahwa anggota DPRP sudah ambil jatah dana semua untuk lakukan kegiatan pengawasan, hearing dialog lalu vakumnya dimana,” cecar Jhony Banua diiyakan Edoardus Kaize dan Yulianus Rumboirussy.

Dikatakan, bagaimana mau disebut vakum bila uang untuk kegiatan anggota sudah diambil hingga pimpinan mengeluarkan Surat Perintah  Tugas (SPT) hingga keluar SPPD. “Kami tanya hari ini, dana hearing, dana pengawasan dan  lainnya itu dibuat oleh anggota DPRP tidak sehingga dibilang vakum padahal hanya mencakup 8 kabupaten dan 1 kota.

Jadi tolong jujur dan jangan memfitnah. Tulis dengan tepat apa saja yang dilakukan. Kita melakukan rapat bapem perda berulang-ulang kemudian ada yang buat kegiatan di hotel. Lalu saya juga temui mereka (anggota DPRP)  untuk arahkan ini itu dan itu dilakukan,  jadi vakum dimana?,” tanya Jhony balik.

Jhony Banua menggarisbawahi bahwa sejak ada Undang-undang pemekaran untuk provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Pegunungan maka wilayah kerja DPR Papua hanya ada di 8 kabupaten dan 1 kota. Untuk wilayah DOB bukan lagi wilayah DPRP. Kemudian dari sisi penganggaran juga sudah dibagi langsung ke DOB. Ini diakui banyak menimbulkan polemik hingga kewenangan DPRP juga dibatasi.

Jhony menyebut ada banyak hal yang dilakukan untuk menanyakan dinamika pasca DOB agar semua jelas mulai dengan FGD hingga pertemuan bimtek dan juga pertemuan dengan Komisi II DPR RI.  Hasilnya hingga kini belum ada regulasi dan landasan hukum soal melakukan agenda di luar 8 kabupaten dan 1 kota bagi anggota DPRP. “Konkritnya kami tidak boleh reses di luar provinsi Papua. Saya sendiri tidak bisa ke Kabupaten Lanny Jaya, Nduga, Wamena karena sudah di luar Papua. Kalau kesana maka itu disebut dalam perjalanan keluar daerah karena sudah  beda provinsi,” bebernya.

Baca Juga :  Isi Kekosongan Bid Labfor

Tak boleh melakukan pengawasan di luar provinsi Papua. Jadi reses, pengawasan dan budgeting tidak bisa lagi membahas daerah pemekaran. Karena DOB akan gunakan APBD mini dan sudah  berbeda. Lalu soal regulasi, DPRP juga tidak bisa membuat regulasi terkait DOB. “Contoh kasus Wamena kami tidak bisa buat tim yang ada disana karena bukan wilayah kerja. Mungkin rakyat tidak paham soal ini tapi anggota DPRP paham soal ini. Kami sudah ketemu Wapres, lintas kementerian hingga Komisi II. Ini dilakukan untuk mendorong agar bisa tetap lakukan kerja ke DOB tapi tidak bisa karena regulasinya sedang diproses,” tambahnya.

Lalu tuntutan menggelar Banmus untuk mengatur jadwal reses. Jhony menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan sebab jika ditentukan maka nantinya bertentangan dengan UU. “Kami tidak bisa memaksa sebab semua harus dengan aturan,” sambungnya lagi. Jadi Jhony balik menyinggung jika ingin menanyakan soal keuangan dewan maka ia mempersilakan. “Soal keuangan dewan juga sudah kami jelaskan pada Banmus lalu jadi kalau mau palang silahkan sebab kami tidak mau dipaksa membuat sesuatu yang bertentangan dengan mekanisme,” tegasnya.

Jhony juga membantah  jika pembukaan palang atau spanduk di depan ruangan pimpinan atas perintah pimpinan adalah tidak betul. Jhony dan pimpinan lainnya tidak pernah mengatakan untuk membuka. “Ini agar rakyat tahu juga apa yang terjadi sesungguhnya,” jelas Jhony.

Nah upaya untuk membuka persoalan-persoalan yang mengganjal ini juga dilakukan. Jhony mengaku pekan lalu telah bertemu menteri dan menanyakan hal yang sama.

Menanyakan soal apakah anggota DPRP bisa bekerja di dapilnya dan lainnya. Namun ini kata Mendagri semua tahapan sedang berjalan sehingga ini bukan lagi menjadi kewenangan pimpinan DPRP tapi kewenangan pusat. Wakil Ketua II, Edoardus Kaize  juga menampik jika mengatakan terjadi kevakuman.

“Kalau hari ini anggota lain mengatakan vakum atau berkaitan dengan hak-hak yang tidak berjalan saya pikir kalau ikut kegiatan di Kemendagri, Jakarta kemarin pasti tahu bahwa saat ini bukan tidak berproses tapi semua sedang berproses dan itu di Jakarta,” katanya.

Kalaupun menggelar banmus untuk reses lalu yang menjadi pertanyaan nantinya adalah apa dasarnya reses. “Dulu bisa waktu masih 1 provinsi tapi sekarang sudah 4 dan kita sementara dilarang untuk reses ke dapil yang sudah menjadi provinsi lain dan kalau mau kembali aturan maka yang bisa hanya yang punya dapil 1 dan 2,” jelasnya.

Baca Juga :  Mengenai ASN DOB, Pemprov dan Pempus Inten Konsolidasi

  Jadi untuk 69 anggota DPRP dikatakan  perlu bersabar agar ada payung hukumnya. “Bisa saja buka banmus dan jadwalkan reses tapi reses dalam dasar apa, kita menyalahi nantinya,” tutup Edo Kaize.

Ditambahkan, Wakil Ketua III, Yulianus Rumboirussy bahwa dari semua tudingan anggota, pihaknya harus menjelaskan dan memberi penjelasan agar tidak terkesan sedang didemo. Ini juga agar masyarakat paham.  Sambil senyum-senyum, Rumboirussy menyampaikan bahwa bila dikatakan vakum atau tak ada kegiatan, ia sendiri cukup banyak menandatangani SPT yang artinya harus ada kegiatan yang dilakukan anggota yang menerima dana dari keluarnya SPT tersebut.

“Komisi V juga beberapa kali ke Jakarta untuk beberapa kegiatan, kami tidak mau klaim-klaim tapi mari jujur saja. Lalu soal hak saya jadi bertanya teman – teman ini membaca tatib atau tidak. Baik sebagai anggota maupun lembaganya. Kalau mau buat statemen sebaiknya koreksi dulu sebab semua sudah dijelaskan jadi kalau masih ada yang tidak jelas ya kami bingung juga,” sindirnya. Kemudian soal budget secara kumulatif pihaknya menyatakan bahwa semua cukup paham berapa dan bagaimana.

Rumboirussy mereview bahwa soal reses yang dipersoalkan ini juga sudah dijelaskan pada Bimtek tahun 2022. Terkait perjalanan dinas kalau keluar, itu sudah masuk pada perjalanan keluar daerah. “Sekali lagi soal reses itu harus ada norma hukum yang berlaku. Sebenarnya di Papua Barat juga sama mengalami masalah yang sama karena mereka ada Papua Barat Daya tapi semua harus dicari aturan hukum yang mengikat, jangan berpotensi menimbulkan persoalan hukum dikemudian hari,” tegasnya.   

Ia pun mengamini semoga sebelum lebaran aturan yang diharapkan sudah bisa disampaikan kepada anggota DPRP terutama aturan terkait payung hukum reses. “Kalau mau mempersalahkan pimpinan DPRP kami bingung salahnya dimana sebab semua ada di kemendagri dan sedang diproses. Kita tak bisa memaksa karena sudah masuk. Sekwan juga selama ini kami pikir kerjanya sudah cukup terbuka. Bu Sekwan sudah memberikan pelayanan yang baik dan ikut berjuang jadi tidak ada masalah,” tutup Rumboirussy.

Sementara setelah sehari dilakukan penutupan paksa, pada Kamis (6/4) kemarin sekira pukul 16.00 WIT, spanduk yang menempel di pintu-pintu pimpinan DPRP akhirnya dibuka. Dua anggota DPRP, Nathan Pahabol, Elvis Tabuni dan Nioluen Kutouki bersama-sama membuka dan menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan setelah dilakukan koordinasi dengan pimpinan.

“Kami coba bangun komunikasi dan dijawab oleh salah satu pimpinan bahwa mereka akan segera menggelar bamus seperti yang diminta oleh para anggota,” kata Nathan Pahabol. Agenda bamus ini sendiri dikatakan akan digelar paling lambat Selasa (11/4). “Kami sudah sepakat dan untuk kelancaran semuanya makanya kami buka,” tutupnya. (ade/wen)

Jhony Banua: Sudah Terima Dana Artinya Sudah Punya Laporan Kerja

JAYAPURA – Pimpinan DPR Papua akhirnya angkat suara soal tudingan dari sejumlah anggota DPR Papua terkait kevakuman kegiatan dalam waktu beberapa bulan terakhir. Buntut protes anggota ini dilakukan penutupan paksa empat ruang kerja pimpinan DPRP plus sekwan.

Setelah dua hari mendiamkan kejadian penutupan paksa ini, tiga pimpinan yakni Jhony Banua, Edoardus Kaize dan Yulianus Rumboirussy, Jumat (7/4)  akhirnya angkat suara. Ketiganya kompak menyatakan bahwa tak ada kevakuman mengingat banyak anggota DPRP yang telah  mengambil dana untuk kegiatan dan itu dibuktikan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Tugas (SPT) yang kemudian dicairkan lewat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD).

“Sebenarnya kami kemarin ingin langsung menjawab namun karena pak waket II  baru datang akhirnya baru  hari ini kami mengklarifikasi,” jelas Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw di Abepura, Jumat malam. Ia menjelaskan, pertama soal penutupan paksa dilakukan dengan beberapa argument. Pertama meminta digelar banmus dan kedua dikatakan dewan selama ini tak ada kegiatan alias vakum.

“Soal pengawasan dikatakan vakum, saya katakan bahwa sejak  Januari ada rapat banggar 2 kali, lalu rapat soal beasiswa dipimpin waket II, Bamus Propemperda dan ada sidang Paripurna. Anggota DPRP juga tolong jujur, saya punya daftar bahwa anggota DPRP sudah ambil jatah dana semua untuk lakukan kegiatan pengawasan, hearing dialog lalu vakumnya dimana,” cecar Jhony Banua diiyakan Edoardus Kaize dan Yulianus Rumboirussy.

Dikatakan, bagaimana mau disebut vakum bila uang untuk kegiatan anggota sudah diambil hingga pimpinan mengeluarkan Surat Perintah  Tugas (SPT) hingga keluar SPPD. “Kami tanya hari ini, dana hearing, dana pengawasan dan  lainnya itu dibuat oleh anggota DPRP tidak sehingga dibilang vakum padahal hanya mencakup 8 kabupaten dan 1 kota.

Jadi tolong jujur dan jangan memfitnah. Tulis dengan tepat apa saja yang dilakukan. Kita melakukan rapat bapem perda berulang-ulang kemudian ada yang buat kegiatan di hotel. Lalu saya juga temui mereka (anggota DPRP)  untuk arahkan ini itu dan itu dilakukan,  jadi vakum dimana?,” tanya Jhony balik.

Jhony Banua menggarisbawahi bahwa sejak ada Undang-undang pemekaran untuk provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Pegunungan maka wilayah kerja DPR Papua hanya ada di 8 kabupaten dan 1 kota. Untuk wilayah DOB bukan lagi wilayah DPRP. Kemudian dari sisi penganggaran juga sudah dibagi langsung ke DOB. Ini diakui banyak menimbulkan polemik hingga kewenangan DPRP juga dibatasi.

Jhony menyebut ada banyak hal yang dilakukan untuk menanyakan dinamika pasca DOB agar semua jelas mulai dengan FGD hingga pertemuan bimtek dan juga pertemuan dengan Komisi II DPR RI.  Hasilnya hingga kini belum ada regulasi dan landasan hukum soal melakukan agenda di luar 8 kabupaten dan 1 kota bagi anggota DPRP. “Konkritnya kami tidak boleh reses di luar provinsi Papua. Saya sendiri tidak bisa ke Kabupaten Lanny Jaya, Nduga, Wamena karena sudah di luar Papua. Kalau kesana maka itu disebut dalam perjalanan keluar daerah karena sudah  beda provinsi,” bebernya.

Baca Juga :  Mabes Polri Tangkap Provokator Jaringan Luar Negeri

Tak boleh melakukan pengawasan di luar provinsi Papua. Jadi reses, pengawasan dan budgeting tidak bisa lagi membahas daerah pemekaran. Karena DOB akan gunakan APBD mini dan sudah  berbeda. Lalu soal regulasi, DPRP juga tidak bisa membuat regulasi terkait DOB. “Contoh kasus Wamena kami tidak bisa buat tim yang ada disana karena bukan wilayah kerja. Mungkin rakyat tidak paham soal ini tapi anggota DPRP paham soal ini. Kami sudah ketemu Wapres, lintas kementerian hingga Komisi II. Ini dilakukan untuk mendorong agar bisa tetap lakukan kerja ke DOB tapi tidak bisa karena regulasinya sedang diproses,” tambahnya.

Lalu tuntutan menggelar Banmus untuk mengatur jadwal reses. Jhony menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan sebab jika ditentukan maka nantinya bertentangan dengan UU. “Kami tidak bisa memaksa sebab semua harus dengan aturan,” sambungnya lagi. Jadi Jhony balik menyinggung jika ingin menanyakan soal keuangan dewan maka ia mempersilakan. “Soal keuangan dewan juga sudah kami jelaskan pada Banmus lalu jadi kalau mau palang silahkan sebab kami tidak mau dipaksa membuat sesuatu yang bertentangan dengan mekanisme,” tegasnya.

Jhony juga membantah  jika pembukaan palang atau spanduk di depan ruangan pimpinan atas perintah pimpinan adalah tidak betul. Jhony dan pimpinan lainnya tidak pernah mengatakan untuk membuka. “Ini agar rakyat tahu juga apa yang terjadi sesungguhnya,” jelas Jhony.

Nah upaya untuk membuka persoalan-persoalan yang mengganjal ini juga dilakukan. Jhony mengaku pekan lalu telah bertemu menteri dan menanyakan hal yang sama.

Menanyakan soal apakah anggota DPRP bisa bekerja di dapilnya dan lainnya. Namun ini kata Mendagri semua tahapan sedang berjalan sehingga ini bukan lagi menjadi kewenangan pimpinan DPRP tapi kewenangan pusat. Wakil Ketua II, Edoardus Kaize  juga menampik jika mengatakan terjadi kevakuman.

“Kalau hari ini anggota lain mengatakan vakum atau berkaitan dengan hak-hak yang tidak berjalan saya pikir kalau ikut kegiatan di Kemendagri, Jakarta kemarin pasti tahu bahwa saat ini bukan tidak berproses tapi semua sedang berproses dan itu di Jakarta,” katanya.

Kalaupun menggelar banmus untuk reses lalu yang menjadi pertanyaan nantinya adalah apa dasarnya reses. “Dulu bisa waktu masih 1 provinsi tapi sekarang sudah 4 dan kita sementara dilarang untuk reses ke dapil yang sudah menjadi provinsi lain dan kalau mau kembali aturan maka yang bisa hanya yang punya dapil 1 dan 2,” jelasnya.

Baca Juga :  DOB Harus Bawa Kesejahtraan Masyarakat Papua 

  Jadi untuk 69 anggota DPRP dikatakan  perlu bersabar agar ada payung hukumnya. “Bisa saja buka banmus dan jadwalkan reses tapi reses dalam dasar apa, kita menyalahi nantinya,” tutup Edo Kaize.

Ditambahkan, Wakil Ketua III, Yulianus Rumboirussy bahwa dari semua tudingan anggota, pihaknya harus menjelaskan dan memberi penjelasan agar tidak terkesan sedang didemo. Ini juga agar masyarakat paham.  Sambil senyum-senyum, Rumboirussy menyampaikan bahwa bila dikatakan vakum atau tak ada kegiatan, ia sendiri cukup banyak menandatangani SPT yang artinya harus ada kegiatan yang dilakukan anggota yang menerima dana dari keluarnya SPT tersebut.

“Komisi V juga beberapa kali ke Jakarta untuk beberapa kegiatan, kami tidak mau klaim-klaim tapi mari jujur saja. Lalu soal hak saya jadi bertanya teman – teman ini membaca tatib atau tidak. Baik sebagai anggota maupun lembaganya. Kalau mau buat statemen sebaiknya koreksi dulu sebab semua sudah dijelaskan jadi kalau masih ada yang tidak jelas ya kami bingung juga,” sindirnya. Kemudian soal budget secara kumulatif pihaknya menyatakan bahwa semua cukup paham berapa dan bagaimana.

Rumboirussy mereview bahwa soal reses yang dipersoalkan ini juga sudah dijelaskan pada Bimtek tahun 2022. Terkait perjalanan dinas kalau keluar, itu sudah masuk pada perjalanan keluar daerah. “Sekali lagi soal reses itu harus ada norma hukum yang berlaku. Sebenarnya di Papua Barat juga sama mengalami masalah yang sama karena mereka ada Papua Barat Daya tapi semua harus dicari aturan hukum yang mengikat, jangan berpotensi menimbulkan persoalan hukum dikemudian hari,” tegasnya.   

Ia pun mengamini semoga sebelum lebaran aturan yang diharapkan sudah bisa disampaikan kepada anggota DPRP terutama aturan terkait payung hukum reses. “Kalau mau mempersalahkan pimpinan DPRP kami bingung salahnya dimana sebab semua ada di kemendagri dan sedang diproses. Kita tak bisa memaksa karena sudah masuk. Sekwan juga selama ini kami pikir kerjanya sudah cukup terbuka. Bu Sekwan sudah memberikan pelayanan yang baik dan ikut berjuang jadi tidak ada masalah,” tutup Rumboirussy.

Sementara setelah sehari dilakukan penutupan paksa, pada Kamis (6/4) kemarin sekira pukul 16.00 WIT, spanduk yang menempel di pintu-pintu pimpinan DPRP akhirnya dibuka. Dua anggota DPRP, Nathan Pahabol, Elvis Tabuni dan Nioluen Kutouki bersama-sama membuka dan menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan setelah dilakukan koordinasi dengan pimpinan.

“Kami coba bangun komunikasi dan dijawab oleh salah satu pimpinan bahwa mereka akan segera menggelar bamus seperti yang diminta oleh para anggota,” kata Nathan Pahabol. Agenda bamus ini sendiri dikatakan akan digelar paling lambat Selasa (11/4). “Kami sudah sepakat dan untuk kelancaran semuanya makanya kami buka,” tutupnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya