Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Putusan Sidang Pembunuhan Dua Sipil Dianggap Disparatif

JAYAPURA – Majelis Hakim Pengadilan Militer III -14 Denpasar secara resmi membacakan putusan terhadap terdakwa Sertu Vicentie de Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dari Kesatuan Yonif Raider 900/SBW Kodam IX/Udayana Bali, dengan vonis lepas dari tuntutan hukum.

Putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel chk. Dedy Darmawan, (ketua) dan hakim anggota Letnan Kolonel chk Agustono (anggota I), Kapten Chk (k) Dianing Lusiasukma (anggota II) sejak pukul 17.00 WITA dan berakhir pada pukul 19.00 WITA, yang digelar Selasa (5/9).

Dalam pembacaan putusan tersebut, terdakwa pembunuhan Eden Bebari dan Ronny Wandik divonis lepas dari tuntutan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar. Ini menandakan wujud peradilan Militer merupakan tempat impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM/kekerasan militer bagi masyarakat sipil.

Ketua Perkumpulan Pengacara HAM Papua, Gustaf  R Kawer,SH, M.Si menyampaikan, putusan ini sangat berbeda jauh dengan dakwaan terhadap para terdakwa Sertu Vicentie de Oliviara dan Praka Bahari Muhrim didakwa melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik.

Dengan dua dakwaan, dakwaan pertama: pasal 338 kuhp jo.pasal 55 ayat (1) ke-1 kuhp, yakni, “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain secara bersama-sama atau kedua pasal 170 ayat (2) ke-3 kuhp”, yakni, “barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang”, dakwaan pertama ancaman hukumannya 15 tahun sedangkan dakwaan kedua ancaman hukumannya 12 tahun.

Baca Juga :  60 Persen Puskesmas di Papua Tidak Ada Dokter

“Putusan ini berbeda dengan tuntutan Oditur yang menuntut kedua terdakwa pembunuh Eden Bebari dan Ronny Wandik dengan tuntutan pidana 2 tahun hukuman tambahan dipecat dari kesatuan. Tentu yang diikuti dengan putusan lepas dari tuntutan merupakan suatu bentuk ketidakadilan, karena memutuskan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang sesungguhnya dan rasa keadilan keluarga korban,” kata Gustav dalam rilis yang dikirimnya kepada Cenderawasih Pos, Rabu (6/9).

Gustav menilai putusan tersebut juga terdapat disparitas putusan terhadap pelaku lainnya, yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan Eden Bebari dan Ronny Wandik, yakni Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono, yang berasal dari Yonif 711/RKS dan yonif 712/WT yang telah divonis terlebih dahulu melalui Pengadilan Militer Manado dengan hukuman masing-masing Letda Gabriel Bowie Wijaya 7 tahun penjara dan diberhentikan dari Dinas Militer, Praka Bahari Muhrim 6 tahun penjara dan diberhentikan dari Dinas Militer.

“Majelis dalam pertimbangannya yang terdapat disenting opinion antara Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk. Dedy darmawan yang mempertimbangkan Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim berdasarkan fakta-fakta persidangan menyatakan para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wanding,” paparnya.

Baca Juga :  Pengurus ULD Papua Dilantik, Bakal Populerkan Line Dance ke Setiap Sekolah

Dengan vonis terhadap Sertu Vicentie De Oliviara selama 1 tahun 6 bulan, sedangkan Praka Bahari Muhrim dengan vonis 1 tahun. Debagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tanpa mencantumkan vonis tambahan seperti tuntutan oditur yang menghendaki kedua terdakwa dipecat dari kesatuannya.

Menurut Gustav, putusan Pengadilan Militer III-14 Denpasar sangat jelas mempertontonkan wujud impunitas pelaku pelanggaran HAM/Kekerasan negara terhadap masyarakat Papua yang masuk hingga ranah peradilan.

Perkumpulan pengacara HAM sebagai kuasa hukum keluarga korban Eden Bebari dan Ronny Wandik berharap oditur militer melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut dan Mahkamah Agung RI sebagai benteng terakhir bagi keluarga korban, dalam upaya mencari keadilan dapat membuktikan kepada keluarga korban dan rakyat Papua.

“Keadilan di Republik ini masih ada dengan vonis yang maksimal bagi terdakwa Pratu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim,” kata Gustav.

Sekedar diketahui, dua warga sipil Eden Armando Debari (20) dan Ronny Wandik (23) berencana untuk memancing ikan. Hanya saja, dua pemuda itu tewas tertembak di area Mile 34, area PT Freeport Indonesia, Mimika pada April 2020 lalu. (fia/wen)

JAYAPURA – Majelis Hakim Pengadilan Militer III -14 Denpasar secara resmi membacakan putusan terhadap terdakwa Sertu Vicentie de Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dari Kesatuan Yonif Raider 900/SBW Kodam IX/Udayana Bali, dengan vonis lepas dari tuntutan hukum.

Putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel chk. Dedy Darmawan, (ketua) dan hakim anggota Letnan Kolonel chk Agustono (anggota I), Kapten Chk (k) Dianing Lusiasukma (anggota II) sejak pukul 17.00 WITA dan berakhir pada pukul 19.00 WITA, yang digelar Selasa (5/9).

Dalam pembacaan putusan tersebut, terdakwa pembunuhan Eden Bebari dan Ronny Wandik divonis lepas dari tuntutan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar. Ini menandakan wujud peradilan Militer merupakan tempat impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM/kekerasan militer bagi masyarakat sipil.

Ketua Perkumpulan Pengacara HAM Papua, Gustaf  R Kawer,SH, M.Si menyampaikan, putusan ini sangat berbeda jauh dengan dakwaan terhadap para terdakwa Sertu Vicentie de Oliviara dan Praka Bahari Muhrim didakwa melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik.

Dengan dua dakwaan, dakwaan pertama: pasal 338 kuhp jo.pasal 55 ayat (1) ke-1 kuhp, yakni, “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain secara bersama-sama atau kedua pasal 170 ayat (2) ke-3 kuhp”, yakni, “barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang”, dakwaan pertama ancaman hukumannya 15 tahun sedangkan dakwaan kedua ancaman hukumannya 12 tahun.

Baca Juga :  Akhirnya, Pembunuh Michele Kurisi Terungkap

“Putusan ini berbeda dengan tuntutan Oditur yang menuntut kedua terdakwa pembunuh Eden Bebari dan Ronny Wandik dengan tuntutan pidana 2 tahun hukuman tambahan dipecat dari kesatuan. Tentu yang diikuti dengan putusan lepas dari tuntutan merupakan suatu bentuk ketidakadilan, karena memutuskan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang sesungguhnya dan rasa keadilan keluarga korban,” kata Gustav dalam rilis yang dikirimnya kepada Cenderawasih Pos, Rabu (6/9).

Gustav menilai putusan tersebut juga terdapat disparitas putusan terhadap pelaku lainnya, yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan Eden Bebari dan Ronny Wandik, yakni Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono, yang berasal dari Yonif 711/RKS dan yonif 712/WT yang telah divonis terlebih dahulu melalui Pengadilan Militer Manado dengan hukuman masing-masing Letda Gabriel Bowie Wijaya 7 tahun penjara dan diberhentikan dari Dinas Militer, Praka Bahari Muhrim 6 tahun penjara dan diberhentikan dari Dinas Militer.

“Majelis dalam pertimbangannya yang terdapat disenting opinion antara Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk. Dedy darmawan yang mempertimbangkan Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim berdasarkan fakta-fakta persidangan menyatakan para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wanding,” paparnya.

Baca Juga :  DOB Akan Mengacam, Saatnya OAP Bersatu 

Dengan vonis terhadap Sertu Vicentie De Oliviara selama 1 tahun 6 bulan, sedangkan Praka Bahari Muhrim dengan vonis 1 tahun. Debagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tanpa mencantumkan vonis tambahan seperti tuntutan oditur yang menghendaki kedua terdakwa dipecat dari kesatuannya.

Menurut Gustav, putusan Pengadilan Militer III-14 Denpasar sangat jelas mempertontonkan wujud impunitas pelaku pelanggaran HAM/Kekerasan negara terhadap masyarakat Papua yang masuk hingga ranah peradilan.

Perkumpulan pengacara HAM sebagai kuasa hukum keluarga korban Eden Bebari dan Ronny Wandik berharap oditur militer melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut dan Mahkamah Agung RI sebagai benteng terakhir bagi keluarga korban, dalam upaya mencari keadilan dapat membuktikan kepada keluarga korban dan rakyat Papua.

“Keadilan di Republik ini masih ada dengan vonis yang maksimal bagi terdakwa Pratu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim,” kata Gustav.

Sekedar diketahui, dua warga sipil Eden Armando Debari (20) dan Ronny Wandik (23) berencana untuk memancing ikan. Hanya saja, dua pemuda itu tewas tertembak di area Mile 34, area PT Freeport Indonesia, Mimika pada April 2020 lalu. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya