Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Belum Juga Disidangkan,  Tuntut Keadilan Negara

Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai

Frits Ramandey: Persidangan Kasus Paniai Berdarah Tinggal Menunggu Jadwal dari Pengadilan HAM Makassar

JAYAPURA – Keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014 menuntut keadilan kepada negara Indonesia.

Sekedar diketahui, berkas perkara kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai atas terdakwa IS sudah dilimpahkan ke Pengadilan HAM Negeri Kelas IA Khusus Makassar sejak 15 Juni tahun 2022. Namun hingga kini kasus tersebut belum juga disidangkan.

Sehingga itu, keluarga korban insiden Paniai Berdarah yang terdiri dari keluarga Yulian Yeimo, Simeon Degei; Piusyouw dan Okto A Gobai mendesak kasus yang disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat pertama di era Presiden Jokowi itu harus diproses secara adil dan mengumpulkan data fakta yang sebenarnya.

Pihak keluarga korban menilai semua data yang diajukan pengadilan tinggi negara Republik Indonesia tidak sesuai fakta. Keluarga korban juga sebelumnya mengeluarkan pernyataan penolakan investigasi pengalian kuburan.

Baca Juga :  Memerdekakan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan dengan Program Pemerintah

Keluarga korban mendesak pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) datang ke daerah mereka untuk menginvestigasi kasus pelanggaran HAM tersebut. Dengan harapan  keterlibatan PBB dapat menyelesaikan kasus Paniai oleh Pemerintah Indonesia.

Sementara itu, Ketua West Papua Nation Coalisi Liberation (WPNCL) Andi Yeimo wilayah Meepago menyebut pemerintah selama ini melindungi pelaku peristiwa Paniai Berdarah. Padahal menurutnya, kasus tersebut telah menjadi isu pelanggaran HAM yang mendunia, serta menjadi memori buruk bangsa Melanesia di Papua.

“Pemerintah tidak mau mengumumkan, bahkan terkesan menutupi pelaku. Kasus Paniai ini letak kesalahannya ada di pemerintah,” tegas Andi Yeimo sebagaimana rilis yang diterima Cenderawasih Pos.

Menurutnya, masyarakat Paniai mulai belajar dari pengalaman kasus lain. Sejumlah kasus di Papua belum pernah terungkap dengan jelas karena TNI dan Polri tidak pernah mengumumkan pelakunya.

“Saya menduga negara Indonesia dengan sadar dan sengaja menutupi pelaku sembari memaksa Komnas HAM melakukan penyelidikan, itu sebuah pembohongan kepada keluarga korban karena hasilnya pelaku akan ketahuan di pengadilan,” kata Andi Yeimo.

Baca Juga :  BEM Uncen: Stop Tutup Ruang Demokrasi dan Kriminalisasi Aktivis dan Mahasiswa

Secara terpisah, Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey menyampaikan, persidangan kasus Paniai Berdarah tinggal menunggu jadwal dari pengadilan HAM Makassar.

“Saya ingin menegaskan kasus kejahatan kemanusiaan tidak perlu mempersoalkan berapa  tersangkanya, karena kasus kejahatan HAM Berat pertanggung jawabanya adalah  pertanggung jawaban hirarki. Siapa yang waktu itu jadi komandan dan yang memberi komando,” kata Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (6/9).

“Tidak penting berapa orang pelakunya tetapi yang terpenting adalah ada orang yang bertanggung jawab, karena itu berhubumgan dengan tanggung jawab negara,” sambungnya. Komnas HAM meminta keluarga kasus Paniai Berdarah terus memberi dukungan dan tetap tenang, karena kasus ini sedang menjadi perhatian untuk proses sidang. (fia/wen)

Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai

Frits Ramandey: Persidangan Kasus Paniai Berdarah Tinggal Menunggu Jadwal dari Pengadilan HAM Makassar

JAYAPURA – Keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014 menuntut keadilan kepada negara Indonesia.

Sekedar diketahui, berkas perkara kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai atas terdakwa IS sudah dilimpahkan ke Pengadilan HAM Negeri Kelas IA Khusus Makassar sejak 15 Juni tahun 2022. Namun hingga kini kasus tersebut belum juga disidangkan.

Sehingga itu, keluarga korban insiden Paniai Berdarah yang terdiri dari keluarga Yulian Yeimo, Simeon Degei; Piusyouw dan Okto A Gobai mendesak kasus yang disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat pertama di era Presiden Jokowi itu harus diproses secara adil dan mengumpulkan data fakta yang sebenarnya.

Pihak keluarga korban menilai semua data yang diajukan pengadilan tinggi negara Republik Indonesia tidak sesuai fakta. Keluarga korban juga sebelumnya mengeluarkan pernyataan penolakan investigasi pengalian kuburan.

Baca Juga :  Distrik Kiwirok, Dalam 4 Bulan 13 Kali Kontak Senjata

Keluarga korban mendesak pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) datang ke daerah mereka untuk menginvestigasi kasus pelanggaran HAM tersebut. Dengan harapan  keterlibatan PBB dapat menyelesaikan kasus Paniai oleh Pemerintah Indonesia.

Sementara itu, Ketua West Papua Nation Coalisi Liberation (WPNCL) Andi Yeimo wilayah Meepago menyebut pemerintah selama ini melindungi pelaku peristiwa Paniai Berdarah. Padahal menurutnya, kasus tersebut telah menjadi isu pelanggaran HAM yang mendunia, serta menjadi memori buruk bangsa Melanesia di Papua.

“Pemerintah tidak mau mengumumkan, bahkan terkesan menutupi pelaku. Kasus Paniai ini letak kesalahannya ada di pemerintah,” tegas Andi Yeimo sebagaimana rilis yang diterima Cenderawasih Pos.

Menurutnya, masyarakat Paniai mulai belajar dari pengalaman kasus lain. Sejumlah kasus di Papua belum pernah terungkap dengan jelas karena TNI dan Polri tidak pernah mengumumkan pelakunya.

“Saya menduga negara Indonesia dengan sadar dan sengaja menutupi pelaku sembari memaksa Komnas HAM melakukan penyelidikan, itu sebuah pembohongan kepada keluarga korban karena hasilnya pelaku akan ketahuan di pengadilan,” kata Andi Yeimo.

Baca Juga :  Masih Suasana Duka, DPRP Harus  Hargai Almarhum Klemen Tinal

Secara terpisah, Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey menyampaikan, persidangan kasus Paniai Berdarah tinggal menunggu jadwal dari pengadilan HAM Makassar.

“Saya ingin menegaskan kasus kejahatan kemanusiaan tidak perlu mempersoalkan berapa  tersangkanya, karena kasus kejahatan HAM Berat pertanggung jawabanya adalah  pertanggung jawaban hirarki. Siapa yang waktu itu jadi komandan dan yang memberi komando,” kata Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (6/9).

“Tidak penting berapa orang pelakunya tetapi yang terpenting adalah ada orang yang bertanggung jawab, karena itu berhubumgan dengan tanggung jawab negara,” sambungnya. Komnas HAM meminta keluarga kasus Paniai Berdarah terus memberi dukungan dan tetap tenang, karena kasus ini sedang menjadi perhatian untuk proses sidang. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya