Dengan pelanggaran yang dilakukan, Adam menyebut sama artinya para komisioner tidak taat terhadap 11 asas yang menjadi dasar dalam bekerja. Apalagi kesalahan bukan pada bawahan melainkan ditingkat provinsi. “Harusnya mereka mundur tanpa harus diminta dan diingatkan. Toh PSU terjadi karena kesalahan yang mereka buat. Ada jutaan masyarakat yang mereka (KPU) rugikan,” sindir Adam.
Adam yang juga sebagai anggota DPR Papua dari Komisi I ini menjelaskan bahwa yang namanya Suket adalah bagian dari syarat administrasi. Syarat bagi calon yang harus dipenuhi dan dilengkapi sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Itu mirip orang yang mau mendaftar PNS dimana ada persyaratan yang harus dipenuhi dan semua harus patuh. Pasalnya seleksi awal akan dilihat dari syarat berkas atau dokumen yang masuk dan itu fundamental sekali.
Setelah itu barulah syarat lain semisal psikotes atau wawancara hingga tahap akhir. “Ini sebenarnya barang gampang tapi malah terjadi pelanggaran,” cecarnya. “Kami bagian dari masyarakat yang prihatin terhadap Rp 155 miliar yang sudah dipakai. Begitu juga dengan anggaran yang dipakai Bawaslu maupun TNI Polri. Ini ibarat ambil garam bhambur di laut, tak ada sisa tak ada bekas jadi eloknya undur diri sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap 750 ribu lebih pemilih,” imbuhnya.
Jika tak mundur, Adam khawatir Pemilu kembali gagal karena menganggap KPU sudah tak netral lagi.”Saya mau sampaikan bahwa kalau sudah tidak jujur maka orang sudah tidak akan percaya lagi jadi sebaiknya mundur saja. Kapaupun diganti kan masih ada daftar tunggu atau diambil alih oleh KPU RI jadi tidak masalah,” imbuhnya.
“Saya pikir anggota yang di daftar tunggu juga memiliki pengalaman sebab saat ini banyak yang bertugas di KPU daerah jadi hanya butuh sedikit penyesuaian,” pungkasnya.