Tuesday, September 9, 2025
20.3 C
Jayapura

Sidang Hasil PSU Mulai Disidangkan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua selaku termohon telah menetapkan hasil penghitungan suara pasca-PSU, yaitu Paslon Nomor Urut 1 memperoleh 255.683 suara dan Paslon Nomor Urut 2 meraih 259.817 suara. Selisih sebesar 4.134 suara atau 0,8 persen tersebut di bawah ambang batas untuk mengajukan permohonan PHPU Gubernur Papua ke MK yakni 10.310 suara atau 2 persen dari jumlah total suara sah.

Sementara pemohon mengklaim seharusnya mendapatkan 246.418 suara, unggul tipis dari Paslon Nomor Urut 2 atau pihak terkait dalam perkara ini yang semestinya hanya memperoleh 245.528 suara.

Penambahan suara kepada pihak terkait diduga karena adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen pada 62 TPS, yaitu terdiri dari 2 TPS di Kabupaten Jayapura; 7 TPS di Kabupaten Kepulauan Yapen; 2 TPS di Kabupaten Biak; 3 TPS di Kabupaten Sarmi; 2 TPS di Kabupaten Supiori; 25 TPS di Kabupaten Keerom: 1 TPS di Kabupaten Waropen; dan 20 TPS di Kota Jayapura.

Baca Juga :  Dinkes Papua Tanggulangi Ancaman KLB Polio di Dogiyai

Karena itu penasehat hukum pemohon mengatakan adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen melanggar Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025. Karena dalam pertimbangan hukum dan amar putusan menyatakan DPT yang digunakan dalam PSU adalah DPT yang digunakan juga dalam pemungutan suara serentak pada 27 November 2024.

Sebab itu tidak dibenarkan untuk menambah pemilih pada tiap-tiap TPS pada saat pelaksanaan PSU yang diselenggarakan pada 6 Agustus 2025. Pemohon mengaku sudah menyampaikan keberatan secara berjenjang pada rapat pleno rekapitulasi di tingkat distrik, kabupaten, dan provinsi.

Terkait dengan ini, pemohon mengaku telah ada saran perbaikan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi untuk setiap kabupaten dan kota, tetapi termohon mengabaikan keberatan dari pemohon dan tidak mengindahkan saran perbaikan dari Bawaslu Provinsi tersebut.

Baca Juga :  BI Dorong Pemprov dan 4 Kabupaten Gunakan Transaksi Digital 

Selain itu, pemohon dalam hal ini Dr Baharudin Farawowan juga mendalilkan ketidaknetralan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Bahlil Lahadia sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar karena terlalu sering melakukan kunjungan kerja ke Papua yang diduga untuk memenangkan Pihak Terkait.

Pemohon menyebut Penjabat (Pj) Papua Agus Fatoni melakukan kegiatan intervensi politik yang diduga untuk memberikan dukungan secara tidak langsung kepada Pihak Terkait di Yayasan Hikmah Al Bunayya di Distrik Heram Kota Jayapura. Kemudian Pemohon mendalilkan Bupati Keerom, Piter Gusbager sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Kabupaten Keerom menggunakan kewenangannya untuk menggerakan kepala kampung untuk memenangkan pihak terkait.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua selaku termohon telah menetapkan hasil penghitungan suara pasca-PSU, yaitu Paslon Nomor Urut 1 memperoleh 255.683 suara dan Paslon Nomor Urut 2 meraih 259.817 suara. Selisih sebesar 4.134 suara atau 0,8 persen tersebut di bawah ambang batas untuk mengajukan permohonan PHPU Gubernur Papua ke MK yakni 10.310 suara atau 2 persen dari jumlah total suara sah.

Sementara pemohon mengklaim seharusnya mendapatkan 246.418 suara, unggul tipis dari Paslon Nomor Urut 2 atau pihak terkait dalam perkara ini yang semestinya hanya memperoleh 245.528 suara.

Penambahan suara kepada pihak terkait diduga karena adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen pada 62 TPS, yaitu terdiri dari 2 TPS di Kabupaten Jayapura; 7 TPS di Kabupaten Kepulauan Yapen; 2 TPS di Kabupaten Biak; 3 TPS di Kabupaten Sarmi; 2 TPS di Kabupaten Supiori; 25 TPS di Kabupaten Keerom: 1 TPS di Kabupaten Waropen; dan 20 TPS di Kota Jayapura.

Baca Juga :  Harus Satu Suara Soal Aspirasi Papua

Karena itu penasehat hukum pemohon mengatakan adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen melanggar Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025. Karena dalam pertimbangan hukum dan amar putusan menyatakan DPT yang digunakan dalam PSU adalah DPT yang digunakan juga dalam pemungutan suara serentak pada 27 November 2024.

Sebab itu tidak dibenarkan untuk menambah pemilih pada tiap-tiap TPS pada saat pelaksanaan PSU yang diselenggarakan pada 6 Agustus 2025. Pemohon mengaku sudah menyampaikan keberatan secara berjenjang pada rapat pleno rekapitulasi di tingkat distrik, kabupaten, dan provinsi.

Terkait dengan ini, pemohon mengaku telah ada saran perbaikan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi untuk setiap kabupaten dan kota, tetapi termohon mengabaikan keberatan dari pemohon dan tidak mengindahkan saran perbaikan dari Bawaslu Provinsi tersebut.

Baca Juga :  Komnas HAM Masih Tagih Janji Presiden Selesaikan Kasus HAM di Papua

Selain itu, pemohon dalam hal ini Dr Baharudin Farawowan juga mendalilkan ketidaknetralan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Bahlil Lahadia sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar karena terlalu sering melakukan kunjungan kerja ke Papua yang diduga untuk memenangkan Pihak Terkait.

Pemohon menyebut Penjabat (Pj) Papua Agus Fatoni melakukan kegiatan intervensi politik yang diduga untuk memberikan dukungan secara tidak langsung kepada Pihak Terkait di Yayasan Hikmah Al Bunayya di Distrik Heram Kota Jayapura. Kemudian Pemohon mendalilkan Bupati Keerom, Piter Gusbager sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Kabupaten Keerom menggunakan kewenangannya untuk menggerakan kepala kampung untuk memenangkan pihak terkait.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/