Monday, November 3, 2025
26.7 C
Jayapura

Akademisi: Tukang Parkir Liar Harus Dirangkul Bukan Disingkir

JAYAPURA – Masalah klasik soal Juru parkir (Jukir) liar dan area parkir ilegal di Kota Jayapura kembali jadi perbincangan. Namun harus diakui bahwa hingga kini belum ada solusi konkret yang terlihat. Terkait itu Dosen Tata Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut maraknya Jukir liar mencerminkan kurangnya ketegasan pemerintah dalam mengelola ruang publik dan ekonomi perkotaan.

“Sulitnya pemerintah menjinakkan tukang parkir liar bukan semata soal ketegasan aparat. Hal ini mencerminkan kelemahan sistemik dalam tata kelola ruang publik dan ekonomi perkotaan,” kata Lily Bauw dalam keterangan tertulisnya kepada Cenderawasih Pos, Jumat (31/10).

Jelasnya tukang parkir liar lahir dari ruang abu-abu antara hukum dan realitas sosial, di satu sisi mereka melanggar aturan, namun di sisi lain, mereka mengisi kekosongan peran negara dalam menyediakan akses kerja yang layak.

Baca Juga :  Remaja Dibekuk Kedapatan Bawa Amunisi Sniper

Dalam perspektif hukum tata negara, problem ini menyentuh inti relasi antara negara dan warga. Negara punya kewenangan mengatur ketertiban umum, tetapi juga kewajiban konstitusional untuk menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang (UU) Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Disinilah sering muncul paradoks ketika ketertiban ditegakkan tanpa keadilan sosial, hukum kehilangan legitimasi moralnya.

Menurut Lily, pendekatan penertiban yang bersifat koersif semata hanya efektif sesaat. “Begitu aparat pergi, praktik parkir liar tumbuh lagi, sering kali dengan perlindungan informal dari oknum tertentu,” ungkapnya.

Artinya, yang gagal bukan sekadar penegakan hukum, tetapi governance system, cara pemerintah mengelola kepentingan publik secara berkelanjutan.

Baca Juga :  Sampai Kapan Pasal Makar Dialamatkan ke Orang Papua ?

Karena itu, ia berharap yang diperlukan adalah pendekatan tata kelola kolaboratif seperti; Pertama, pemerintah daerah perlu memformalkan sektor parkir informal melalui program Sertifikasi Parkir Rakyat. Tukang parkir diberi identitas hukum, pelatihan pelayanan publik, dan masuk ke sistem retribusi resmi.

“Ini bukan melegalkan pelanggaran melainkan menarik warga ke dalam hukum dengan memberi mereka posisi yang sah di dalam sistem,” jelasnya.

JAYAPURA – Masalah klasik soal Juru parkir (Jukir) liar dan area parkir ilegal di Kota Jayapura kembali jadi perbincangan. Namun harus diakui bahwa hingga kini belum ada solusi konkret yang terlihat. Terkait itu Dosen Tata Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut maraknya Jukir liar mencerminkan kurangnya ketegasan pemerintah dalam mengelola ruang publik dan ekonomi perkotaan.

“Sulitnya pemerintah menjinakkan tukang parkir liar bukan semata soal ketegasan aparat. Hal ini mencerminkan kelemahan sistemik dalam tata kelola ruang publik dan ekonomi perkotaan,” kata Lily Bauw dalam keterangan tertulisnya kepada Cenderawasih Pos, Jumat (31/10).

Jelasnya tukang parkir liar lahir dari ruang abu-abu antara hukum dan realitas sosial, di satu sisi mereka melanggar aturan, namun di sisi lain, mereka mengisi kekosongan peran negara dalam menyediakan akses kerja yang layak.

Baca Juga :  Perubahan Aturan di MK Jadi Pendorong

Dalam perspektif hukum tata negara, problem ini menyentuh inti relasi antara negara dan warga. Negara punya kewenangan mengatur ketertiban umum, tetapi juga kewajiban konstitusional untuk menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang (UU) Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Disinilah sering muncul paradoks ketika ketertiban ditegakkan tanpa keadilan sosial, hukum kehilangan legitimasi moralnya.

Menurut Lily, pendekatan penertiban yang bersifat koersif semata hanya efektif sesaat. “Begitu aparat pergi, praktik parkir liar tumbuh lagi, sering kali dengan perlindungan informal dari oknum tertentu,” ungkapnya.

Artinya, yang gagal bukan sekadar penegakan hukum, tetapi governance system, cara pemerintah mengelola kepentingan publik secara berkelanjutan.

Baca Juga :  SPIL Research Center Diharap Ciptakan Inovasi Sektor Logistik

Karena itu, ia berharap yang diperlukan adalah pendekatan tata kelola kolaboratif seperti; Pertama, pemerintah daerah perlu memformalkan sektor parkir informal melalui program Sertifikasi Parkir Rakyat. Tukang parkir diberi identitas hukum, pelatihan pelayanan publik, dan masuk ke sistem retribusi resmi.

“Ini bukan melegalkan pelanggaran melainkan menarik warga ke dalam hukum dengan memberi mereka posisi yang sah di dalam sistem,” jelasnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/