Dengan tuntutan pembangunan kata Raymond, otomatis sagu-sagu akan tebang di timbun dengan karang-karang dan menumbuhkan bangunan baru. Hal tersebut kata dia akan berdampak pada hutan Masyarakat Adat dengan sendirinya musnah. Ia berharap kepada delapan bupati dan satu kota di Provinsi Papua kedepannya bisa kerjasama dengan MRP, DPRP, dan juga DPRD kabupaten/kota untuk membantu melakukan pemetahan komunal terhadap masyarakat adat.
Disamping itu, Raymond mengaku ada bahwa ada hutan yang memang menjadi areal untuk di produksi oleh pemerintah maupun juga untuk berinvestasi. Tetapi dalam pemetahan komunal itu ada hutan lindung dan hutan produktif yang memang masyarakat berupaya untuk mendapatkan hasil perkebunan dan hasil pertanian yang memang bisa di jual untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Tetapi lanjutnya ada juga areal-areal yang diijinkan pemerintah untuk berinvestasi. “Tentunya masyarakat adat tidak melarang untuk investasi karena masyarakat juga menginginkan investasi. Tetapi pada prinsipnya berdasarkan mufakat kepada masyarakat sesuai dengan mekanisme, sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Raymond mengatakan bahwa saat ini begitu banyak laporan masyarakat ke MRP terutama ke Pokja Adat terkait dengan penyalahgunaan hutan adat oleh oknum tertentu untuk membuat pabrik dan lain sebagainya. Ia pun tidak menyebutkan secara detail seberapa luas hutan adat yang telah rusak di tanah Papua.
“MRP, kami merencanakan untuk program pemetahan wilayah adat dan juga melakukan pendataan untuk orang asli Papua yang ada di delapan kabupaten dan satu kota,” ujarnya. Tak sampai disitu saja dirinya juga menyebutkan bahwa hutan Papua telah memberikan sumbangsih penuh kepada masyarakat dunia pada umumnya dalam menyimpan karbon dioksida (CO2). (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos