JAYAPURA-Kekesalan warga dari Suku Meraudje pemilik lahan yang dilintasi jalan Hamadi Holtekamp tak jauh dari Kantor KPU Papua ditunjukkan dengan kembali melakukan aksi pemalangan.
Setelah aksi sebelumnya pada 24 Juni tak digubris pemerintah, akhirnya pada Selasa (1/8) pihak pemilik ulayat dari Agustina Meraudje kembali memalang. Pihak keluarga dari Agustina Meraudje merasa dipermainkan karena lokasi miliknya tak kunjung dibayarkan padahal kata Agustina ia setiap tahun harus membayar pajak ke badan pertanahan.
Ia menjelaskan bahwa pemalangan kedua dilakukan tanggal 24 Juni dan disitu pihaknya memilih mengalah memberi waktu kepada pemerintah provinsi untuk segera melunasi. Hanya ternyata tidak mendapat respon soal kapan akan dibayarkan.
Padahal ketika itu kesepakatan muncul setelah terjadi proses yang cukup alot. Hingga malam hari barulah palang yang menggunakan material timbunan itu dibersihkan. Ketika itu pihak pemilik lahan menyatakan akan memberikan satu kali kesempatan kepada pemerintah untuk menyelesaikan.
“Tapi setelah pertemuan di tempat kami, tidak ada tanda-tanda. Kami hubungi, telepon, datangi langsung tapi para pejabat ini sepertinya terus menghindar jadi ya sudah sekarang palang saja,” jelas Agustina kepada Cenderawasih Pos, Selasa kemarin.
Anak – anak dan cucu dari Agustina pagi kemarin menebang pohon kepala dan langsung terjatuh menutupi satu ruas jalur. Awalnya akses kedua jalan akan ditutup dimana setelah pohon kepala dirubuhkan, pihak keluarga mencoba menutup jalur sebelahnya menggunakan material. Hanya upaya ini dihentikan aparat kepolisian.
Agustina Meraudje mengaku kecewa dengan janji pemerintah yang tak kunjung membayar lokasi yang diklaim telah bersertifikat tersebut. Bahkan ia mengancam tidak akan membuka palang jika pemerintah tidak datang membayar. “Datang dan taro (uang) di depan saya baru saya suruh anak – anak mereka buka,” katanya.
Ia meminta lokasi lahannya dibayar Rp 25 juta permeter. Pasalnya ketika ia masih memiliki suami, mereka berdua bekerja dan menghidupi anak – anaknya dari hasil dusun yang kini berubah menjadi jalan tersebut. “Anak – anak saya semua disekolahkan dari hasil di dusun ini. Dulu ada sagu, kelapa dan lainnya dan kami bisa hidup sampai punya cucu seperti sekarang. Kami melepas lahan ini karena ada kesepakatan dengan pemerintah tapi apa yang dilakukan kepada kami,” bebernya.
Ia pun tegas menyatakan tak mau membuka dan berkompromi lagi apabila tak ada pembayaran. :Saya sudah tidak mau, ini sudah ketiga kali soalnya. Sekarang datang lalu letakkan uangnya di depan saja baru kita buka,” imbuhnya.
Sementara Kabag Ops Polresta, Kompol Hanafi menyampaikan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dalam hal ini Suzana Wanggai untuk segera direspon. “Sedang kami upayakan, yang jelas kami juga meminta masyarakat bisa menunggu sambil dilakukan penyelesaian,” tutup Hanafi.
Terpisah, salah satu warga kota Jayapura yang sudah membeli rumah di Koya, Kurniawan mengaku terpaksa melewati nafri, dia berharap permasalahan pemalangan segera diselesaikan supaya warga yang sekarang tinggal di Koya tidak berputar ke arah nafri.”Iya, ini saya sedang melewati Nafri, jauh juga kalau kita tiap hari putar lewat Nafri, macam tambah jauh. (ade/wen)