Friday, March 29, 2024
24.7 C
Jayapura

Pemda Jadi Garda Terdepan di Wilayah Konflik Bersenjata

JAYAPURA-Pasca gugurnya tiga anggota TNI dan satu lainnya sempat kritis dalam kontak senjata antara TNI-Polri dan KKB di Kampung Jenggernok, Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Kamis (27/1) lalu, Komnas HAM mendesak pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan untuk melakukan pendekatan dengan kelompok ini.

Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey menyebutkan bahwa ada perubahan kebijakan dari Panglima TNI dan Kapolri terkait penyelesaian masalah di Papua tidak lagi menggunakan cara kekerasan. Melainkan pendekatan yang soft dan pendekatan kasih damai.

“Pendekatan untuk menyudahi kontak senjata di suatu daerah tidak boleh dilakukan oleh aparat TNI-Polri semata. Pendekatannya harus pendekatan sinergis yang dilakukan pemerintah daerah dengan menggandeng pihak gereja,  struktur adat, struktur perempuan dan lain sebagainya untuk berbicara dengan kelompok ini,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Minggu (1/2).

Baca Juga :  Hari ini, Paulus Waterpauw Dilantik sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat

Lanjut Frits, sementara TNI-Polri berada di ring 3 atau ring 4 untuk memberikan dukungan kepada pemerintah serta melakukan pengamanan. Namun yang terpenting kata Frits, setiap anggota yang ditugaskan di Papua harus dibekali dan diberi pengetahuan yang cukup tentang bagaimana karakteristik masyarakat lokal, bagaimana jika terjadi perubahan lingkungan di sekitarnya.

Dikatakan Frits, peristiwa demi peristiwa di Papua terutama kontak senjata hingga jatuhnya korban jiwa cukup disesalkan. Mestinya, di wilayah Puncak itu kondusif. Pasalnya, Desember lalu, Frits mengaku telah berkomunkasi baik dengan kelompok Goliath Tabuni.

“Sebenarnya mereka berkomitmen untuk tidak melakukan kekerasan. Misalnya mereka mau  berkebun, dan  awal tahun mereka mulai mengerjakan honai ada perbaikan yang lain. Tapi kemudian muncul kejadian di Gome, ini sangat kita sesalkan. Padahal saya berkomunikasi aktif dengan kelompok yang ada di Puncak,” kata Frits.

Baca Juga :  Persipura Hentikan Aktivitas Tim

Menurut Frits, evaluasi pendekatan damai bukan yang dikerjakan oleh TNI-Polri semata. Melainkan itu menjadi proyeknya pemerintah yang didukung oleh TNI-Polri.
Yang perlu diingat anggota di lapangan kata Frits, masih ada faksi sipil bersenjata yang masih konsisten memiliki senjata dan peluru. Kelompok ini harus diwaspadai di semua pos, karena mereka akan melakukan penyerangan secara sporadis.(fia/nat)

 

 

JAYAPURA-Pasca gugurnya tiga anggota TNI dan satu lainnya sempat kritis dalam kontak senjata antara TNI-Polri dan KKB di Kampung Jenggernok, Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Kamis (27/1) lalu, Komnas HAM mendesak pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan untuk melakukan pendekatan dengan kelompok ini.

Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey menyebutkan bahwa ada perubahan kebijakan dari Panglima TNI dan Kapolri terkait penyelesaian masalah di Papua tidak lagi menggunakan cara kekerasan. Melainkan pendekatan yang soft dan pendekatan kasih damai.

“Pendekatan untuk menyudahi kontak senjata di suatu daerah tidak boleh dilakukan oleh aparat TNI-Polri semata. Pendekatannya harus pendekatan sinergis yang dilakukan pemerintah daerah dengan menggandeng pihak gereja,  struktur adat, struktur perempuan dan lain sebagainya untuk berbicara dengan kelompok ini,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Minggu (1/2).

Baca Juga :  Harus Satu Suara Soal Aspirasi Papua

Lanjut Frits, sementara TNI-Polri berada di ring 3 atau ring 4 untuk memberikan dukungan kepada pemerintah serta melakukan pengamanan. Namun yang terpenting kata Frits, setiap anggota yang ditugaskan di Papua harus dibekali dan diberi pengetahuan yang cukup tentang bagaimana karakteristik masyarakat lokal, bagaimana jika terjadi perubahan lingkungan di sekitarnya.

Dikatakan Frits, peristiwa demi peristiwa di Papua terutama kontak senjata hingga jatuhnya korban jiwa cukup disesalkan. Mestinya, di wilayah Puncak itu kondusif. Pasalnya, Desember lalu, Frits mengaku telah berkomunkasi baik dengan kelompok Goliath Tabuni.

“Sebenarnya mereka berkomitmen untuk tidak melakukan kekerasan. Misalnya mereka mau  berkebun, dan  awal tahun mereka mulai mengerjakan honai ada perbaikan yang lain. Tapi kemudian muncul kejadian di Gome, ini sangat kita sesalkan. Padahal saya berkomunikasi aktif dengan kelompok yang ada di Puncak,” kata Frits.

Baca Juga :  Pasar Ikan Hamadi Akan Ditutup Sementara

Menurut Frits, evaluasi pendekatan damai bukan yang dikerjakan oleh TNI-Polri semata. Melainkan itu menjadi proyeknya pemerintah yang didukung oleh TNI-Polri.
Yang perlu diingat anggota di lapangan kata Frits, masih ada faksi sipil bersenjata yang masih konsisten memiliki senjata dan peluru. Kelompok ini harus diwaspadai di semua pos, karena mereka akan melakukan penyerangan secara sporadis.(fia/nat)

 

 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya