Menanggapi laporan tersebut, Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menyatakan pihaknya akan menelusuri kebenaran laporan keluarga korban. Menurut Frits, terdapat perbedaan data antara pihak Satgas Habema yang menyebut menewaskan 15 orang anggota kelompok bersenjata, dan laporan keluarga korban yang menyebut 11 orang tewas, termasuk enam warga sipil.
“Pengaduan ini harus kita maknai sebagai dua hal, atas nama individu keluarga korban dan masyarakat Soanggama yang kehilangan hak hidupnya. Kami akan tindak lanjuti sesuai mekanisme yang ada di Komnas HAM,” tegas Frits.
Ia menambahkan, kasus serupa telah berulang kali terjadi di Intan Jaya. Karena itu, menurutnya, perlu kejelasan status kehadiran TNI di wilayah tersebut. “Apakah ini operasi tempur atau operasi penegakan hukum? Jika operasi penegakan hukum, itu seharusnya dilakukan oleh aparat kepolisian, bukan TNI,” ujar Frits.
Frits juga mengingatkan bahwa setiap penempatan satuan militer harus melalui mekanisme politik di parlemen dan tidak boleh mengabaikan otoritas sipil daerah. “Papua memang daerah rawan, tapi tidak semua wilayah. Bila statusnya penegakan hukum, maka harus dijalankan sesuai aturan. Kalau dibiarkan, isu HAM akan terus bergulir dan berpotensi memunculkan tekanan dari masyarakat internasional,” tandasnya.
Ia pun mendorong agar pemerintah daerah, MRP, dan DPRP membentuk tim untuk menyelidiki kasus tersebut. Sementara itu, Dansatgas Media Koops Habema Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono menegaskan pihaknya terbuka terhadap setiap laporan atau temuan dari Komnas HAM maupun keluarga korban.
“Dengan tangan terbuka, apabila ada data lain hasil investigasi yang membuktikan sebagian korban adalah warga sipil, kami siap menindaklanjuti. Namun, informasi yang kami terima dari lapangan, seluruh korban merupakan anggota TPNPB-OPM,” ujarnya saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (30/10).
Letkol Iwan menambahkan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan resmi dari keluarga korban terkait status para korban tersebut. “Kalau memang ada bukti lain, silakan disampaikan melalui jalur yang sesuai. Jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan isu ini untuk menggiring opini,” tegasnya.
Menurutnya, penyatuan data antara pihak TNI dan pelapor penting agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi. “Karena Kita semua sudah diarahkan oleh Panglima bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” pungkasnya. (rel)