Pada kesempatan itu, komunitas mahasiswa tersebut menyerahkan surat tuntutan kepada Komnas HAM Papua. Surat tersebut menyoroti keberadaan pos-pos militer organik dan non-organik di berbagai kampung di Intan Jaya yang dinilai mempersempit ruang hidup masyarakat dan memicu berbagai pelanggaran HAM.
Mereka menilai, sejak tahun 2019 hingga 2025, penempatan pos-pos militer di distrik-distrik seperti Hitadipa, Sugapa, Homeyo, dan Wandai dilakukan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat adat, tokoh gereja, dan tokoh masyarakat. Kehadiran pos-pos tersebut dinilai memperburuk situasi kemanusiaan dan menyebabkan pengungsian besar-besaran.
Komunitas Mahasiswa Independen Somatua menilai tindakan TNI sebagai pelanggaran HAM berat baik secara nasional maupun internasional, mencakup kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, hingga genosida dan etnosida.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan, akibat penyerangan oleh Satgas Raja Wali II dan Yonif 712/WT di Kampung Soanggama, tercatat enam warga sipil tewas dan sekitar 145 orang mengungsi dari Kampung Soanggama, Zanamba, dan Kulapa. Kelompok ini juga mengeluarkan pernyataan sikap yakni pertama mendesak Komnas HAM segera melakukan investigasi lapangan atas kasus pembunuhan 11 warga sipil.
Kedua, menyatakan penembakan warga sipil sebagai pelanggaran HAM berat dan menuntut pelaku diadili. Ketiga, Satgas Raja Wali I dan Satgas Habema bertanggung jawab atas pembunuhan dan pengungsian massal di Kampung Soanggama.Keempat, meminta Pemerintah Kabupaten Intan Jaya dan DPRD segera mencari solusi damai, bukan sekadar bantuan sembako dan keenam, meminta TNI dan Polri menghentikan operasi dengan dalih pembangunan infrastruktur yang menimbulkan korban jiwa.
Pada kesempatan itu, komunitas mahasiswa tersebut menyerahkan surat tuntutan kepada Komnas HAM Papua. Surat tersebut menyoroti keberadaan pos-pos militer organik dan non-organik di berbagai kampung di Intan Jaya yang dinilai mempersempit ruang hidup masyarakat dan memicu berbagai pelanggaran HAM.
Mereka menilai, sejak tahun 2019 hingga 2025, penempatan pos-pos militer di distrik-distrik seperti Hitadipa, Sugapa, Homeyo, dan Wandai dilakukan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat adat, tokoh gereja, dan tokoh masyarakat. Kehadiran pos-pos tersebut dinilai memperburuk situasi kemanusiaan dan menyebabkan pengungsian besar-besaran.
Komunitas Mahasiswa Independen Somatua menilai tindakan TNI sebagai pelanggaran HAM berat baik secara nasional maupun internasional, mencakup kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, hingga genosida dan etnosida.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan, akibat penyerangan oleh Satgas Raja Wali II dan Yonif 712/WT di Kampung Soanggama, tercatat enam warga sipil tewas dan sekitar 145 orang mengungsi dari Kampung Soanggama, Zanamba, dan Kulapa. Kelompok ini juga mengeluarkan pernyataan sikap yakni pertama mendesak Komnas HAM segera melakukan investigasi lapangan atas kasus pembunuhan 11 warga sipil.
Kedua, menyatakan penembakan warga sipil sebagai pelanggaran HAM berat dan menuntut pelaku diadili. Ketiga, Satgas Raja Wali I dan Satgas Habema bertanggung jawab atas pembunuhan dan pengungsian massal di Kampung Soanggama.Keempat, meminta Pemerintah Kabupaten Intan Jaya dan DPRD segera mencari solusi damai, bukan sekadar bantuan sembako dan keenam, meminta TNI dan Polri menghentikan operasi dengan dalih pembangunan infrastruktur yang menimbulkan korban jiwa.