Mestinya untuk setiap kebikaan terutama program transmigras ini, harus melalui persetujuan pemerintah daerah sebagai kepala pemerintahan yang bertanggungjawab penuh dalam menyelenggarakan pemerintah di Provinsi Papua dan sebagai Wakil Pemerintah di Provinsi Papua. Sebab didalam Peraturan Daerah Provinsi ( Perdasi ) nomor 15 Tahun 2008 juga jelas menyebutkan bahwa “Kebijakan Transmigrasi di Provinsi akan dilaksanakan setelah jumlah penduduk asli Papua mencapai dua puluh juta jiwa.
Kalau kita lihat jumlah penduduk kita saat ini berdasarkan data BPS baru mencapai 4.542,6 jiwa, jika mengacu pada Perdasi itu, maka Papua belum bisa menjadi wilayah transmigrasi karena wilayahnya belum masuk kepadatan penduduk,” jelasnya. Bahkan lanjutnya jika mengacu pada Perdasi nomor 15 Tahun 2008 tentang kependudukan sesungguhnya pemenuhan hak hidup masyarakat Papua belum terpenuhi dan terakomodir dengan baik karena salah satu faktor utamanya adalah belum adanya kebijakan perlindungan yang jelas dalam berbagai sektor pembangunan bagi orang Papua asli.
“Angka kemiskinan kita masih tinggi, angka pendidikan rendah maslah kesehatan juga demikian, mestinya maslaah ini yang harus diperhatikan bukan program tranmigrasi yang justru akan memperburuk kehidupan masyarakat asli papua,” tegasnya. Lebih lanjut kehadiran dan eksistensi transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat harus memberikan dampak yang positif bagi orang papua asli dan pembangunan nasional dalam rangka pemerataan dan kesejahteraan pembangunan nasional.
Apabila tidak sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang diatur, meskipun tujuan dari program transmigrasi ini adalah untuk membangun kawasan permukiman baru, pemerataan penyebaran penduduk dan mendorong pembangunan daerah, namun justru dapat memberikan dampak negatif dan buruk bagi masyarakat Papua asli dan masyarakat migran.
Misalnya terjadinya kesenjangan ekonomi yang cukup signifikan di Papua dengan gelombang transmigrasi yang tinggi tentu akan menjerumuskan penduduk asli Papua ke dalam jurang kemiskinan, kecemburuan sosial antara penduduk asli Papua dengan transmigran yang berdampak pada konflik horizontal, penduduk non Papua menguasai pusat-pusat perekonomian di pusat kota sedangkan penduduk asli Papua berada di pinggiran atau pedalaman.