Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Siaga Tempur di Nduga Harus Mendapat Persetujuan DPR

JAYAPURA-Thomas Ch. Syufi Selaku Koordinator Papuan Observatory for Human Rights, meminta kepada pemerintah melalui Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah yang tegas dan pasti terhadap status siaga tempur yang ditetapkan Panglima TNI di Nduga Papua, saat ini.

Thomas menyatakaan operasi militer atau peningkatan status siaga tempur yang ditetapkan oleh Panglima TNI untuk konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI di  Nduga, Papua, saat ini merupakam wewenang dan tanggung jawab Presiden dengan persetujuan DPR. Hal tersebut jelas diatur dalam pasal 14 ayat 1 sampai 5 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Ini soal akuntabilitas dan transparansi publik. Dan juga soal peningkatan status siaga tempur harus mendapat dipertimbangkan secara bersama bersama, tidak bisa secara parsial dan emosional diambil kebijakan yang terkait kepentingan umum,” kata Thomas kepada wartawan, di Jayapura, Jumat (28/4).

Segala bentuk kebijakan yang dilakukan oleh panglima TNI dalam oprasi penyelamatan Susi Air, lanjut Praktisi Hukum itu, menyatakan semestinya setiap kebijakan yang dilakukan oleh Panglima TNI, harus mendapatkan persetujuan semua komponen negara, terutama DPR. Hal tersebut mengantisipasi agar kebijakan yang diambil saat ini oleh Panglima TNI, tidak melahirkan berbagai persoalan seperti salah satunya pelanggaran HAM.

Baca Juga :  1 Juli, Situasi di Papua Kondusif

“Saya harap agar DPR, segera mengintervensi ini, biar semua kebijakan yang diambil pemerintah tidak melenceng dari norma norma hukum dan hak asasi manusia, sebab apa pun itu, kita semua harus tunduk pada satu asas yang paling tertinggi dari semua aturan dan hukum di dunia, yaku asas Salus Populi Suprema Lex(Keselamatan jiwa jiwa manusia adalah hukum tertinggi),” tegas Thomas.

Praktisi hukum itu menyatakan kebijakan peningkatan status siaga tempur di Nduga, Papua, akan berdampak menelan banyak korban jiwa bahkan hal ini bisa saja berdampak pada masyarakat sipil. Oleh sebab itu Negara seharusnya mengambil langkah tegas, sehingga benang kusut yang sudah terjadi sejak lama di tanah Papua selama ini tidak kemudian membias kehal-hal yang lebih besar.

Baca Juga :  Total Kerugian Capai Rp 1 M Lebih

“Jika hal ini terus dibiarkan maka, dapat  memperpanjang persoalan HAM dan skandal keadilan di Papua. Sebab prinsipnya bahwa diujung peluru tak ada cinta, tapi hanya melahirkan air mata, darah, jeritan, tangisan, dan kematian yang tak berkesudahan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu dia pun mengharapkan agar Presiden segera mengambil sikap salah satunya membuka ruang dialog., Sebab dengan berdialog menurut dia menjadi sumber perdamaian dan kepastian jaminan kehidupan orang Papua sekaligus mewujudkan cita cita kolektif Papua tanah damai.

“Situasi normal saja marak terjadinya pelanggaran HAM, apalagi status siaga tempur, sangat riskan dan  berpotensi warga sipil menjadi korban pelanggaran HAM yang masif, untuk itu saya harap agar Presiden segerah ambil sikap yang tegas,” harapnya. (rel/wen)

JAYAPURA-Thomas Ch. Syufi Selaku Koordinator Papuan Observatory for Human Rights, meminta kepada pemerintah melalui Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah yang tegas dan pasti terhadap status siaga tempur yang ditetapkan Panglima TNI di Nduga Papua, saat ini.

Thomas menyatakaan operasi militer atau peningkatan status siaga tempur yang ditetapkan oleh Panglima TNI untuk konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI di  Nduga, Papua, saat ini merupakam wewenang dan tanggung jawab Presiden dengan persetujuan DPR. Hal tersebut jelas diatur dalam pasal 14 ayat 1 sampai 5 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Ini soal akuntabilitas dan transparansi publik. Dan juga soal peningkatan status siaga tempur harus mendapat dipertimbangkan secara bersama bersama, tidak bisa secara parsial dan emosional diambil kebijakan yang terkait kepentingan umum,” kata Thomas kepada wartawan, di Jayapura, Jumat (28/4).

Segala bentuk kebijakan yang dilakukan oleh panglima TNI dalam oprasi penyelamatan Susi Air, lanjut Praktisi Hukum itu, menyatakan semestinya setiap kebijakan yang dilakukan oleh Panglima TNI, harus mendapatkan persetujuan semua komponen negara, terutama DPR. Hal tersebut mengantisipasi agar kebijakan yang diambil saat ini oleh Panglima TNI, tidak melahirkan berbagai persoalan seperti salah satunya pelanggaran HAM.

Baca Juga :  Wujudkan Pemekaran Papua Demi Kesejahteraan Masyarakat Asli

“Saya harap agar DPR, segera mengintervensi ini, biar semua kebijakan yang diambil pemerintah tidak melenceng dari norma norma hukum dan hak asasi manusia, sebab apa pun itu, kita semua harus tunduk pada satu asas yang paling tertinggi dari semua aturan dan hukum di dunia, yaku asas Salus Populi Suprema Lex(Keselamatan jiwa jiwa manusia adalah hukum tertinggi),” tegas Thomas.

Praktisi hukum itu menyatakan kebijakan peningkatan status siaga tempur di Nduga, Papua, akan berdampak menelan banyak korban jiwa bahkan hal ini bisa saja berdampak pada masyarakat sipil. Oleh sebab itu Negara seharusnya mengambil langkah tegas, sehingga benang kusut yang sudah terjadi sejak lama di tanah Papua selama ini tidak kemudian membias kehal-hal yang lebih besar.

Baca Juga :  Toli FC Tambah 5 Pemain Baru

“Jika hal ini terus dibiarkan maka, dapat  memperpanjang persoalan HAM dan skandal keadilan di Papua. Sebab prinsipnya bahwa diujung peluru tak ada cinta, tapi hanya melahirkan air mata, darah, jeritan, tangisan, dan kematian yang tak berkesudahan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu dia pun mengharapkan agar Presiden segera mengambil sikap salah satunya membuka ruang dialog., Sebab dengan berdialog menurut dia menjadi sumber perdamaian dan kepastian jaminan kehidupan orang Papua sekaligus mewujudkan cita cita kolektif Papua tanah damai.

“Situasi normal saja marak terjadinya pelanggaran HAM, apalagi status siaga tempur, sangat riskan dan  berpotensi warga sipil menjadi korban pelanggaran HAM yang masif, untuk itu saya harap agar Presiden segerah ambil sikap yang tegas,” harapnya. (rel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya