Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Kelamaan Vakum Dikhawatirkan Ganggu Stabilitas

JAYAPURA – Meski sudah ada nama – nama yang diajukan namun hingga kini satu lembaga kultur di Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP)  masih juga belum aktif. Gedung tinggi dan megah yang berada di Jl Sam Ratu Langi Jayapura ini masih terbiar kosong.

Jika dihitung waktu masa jabatan terakhir hingga kini maka hampir satu tahun setelah pada 27 November 2022 lalu seluruh keanggotaan MRP  dinyatakan berakhir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena akan berdampak pada tingkat  koordinasi antar lembaga baik MRP – DPR Papua maupun MRP dan eksekutif.

Hal ini seperti diungkapkan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Papua Boy Markus Dawir yang memonitor lamanya kevakuman tersebut. Ia meminta Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri untuk segera melakukan pelantikan bagi nama – nama anggota MRP yang sudah terpilih.

Baca Juga :  Ditemukan Liur di Papilla Korban

”Saya pikir sudah waktunya Presiden dan Mendagri segera melantik Anggota MRP Periode 2023 – 2028 terpilih untuk mengisi kursi MRP yang sudah cukup lama terjadi kekosongan,” kata Boy Markus Dawir, Jumat (29/9).

Boy berharap pelantikan bisa disegerakan karena peran dan fungsi MRP juga dibutuhkan jika melihat situasi Papua belakangan ini. Ada beberapa daerah yang masih terjadi konflik dan selain DPRP, MRP juga memiliki warga yang bisa diajak berbicara. Kata Boy semua nantinya berkaitan dengan stabilitas.

“Termasuk hal-hal lain yang menyangkut kerja kelembagaan dan komunikasi dengan stakeholder di provinsi,” tambahnya.

Lamanya kekosongan ini dianggap bukan hal yang baik untuk sebuah lembaga negara yang strategis dan memiliki keterkaitan dengan advokasi hak-hak keaslian orang Papua. “Toh sudah ada keputusan pengangkatannya, saya pikir kurang bagus jika masih ditahan – tahan,” bebernya.

Baca Juga :  Nasbak Korano Pimpin Penembakan Pesawat di Yahukimo

Boy melihat dampak lain dari kekosongan ini adalah agenda-agenda penting yang berkaitan dengan Orang Asli Papua sesuai amanat UU Otsus tidak efektif dilakukan. Termasuk komunikasi dengan lembaga lain baik adat, pemerintahan, dan masyarakat.

“Termasuk agenda MRP sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat adat Papua dengan kepentingan negara untuk memastikan Papua dalam bingkai NKRI ini jangan sampai terbengkalai hanya karena penundaan pelantikan,” tambahnya.

Sementara terkait adanya 7 calon yang belum direkomendasikan untuk masuk sebagai Anggota MRP Papua menurut Politisi Partai Demokrat Papua ini bahwa hal tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk menunda pelantikan sebab proses verifikasi tetap bisa dilakukan.

“Proses 7 calon tersebut  bisa tetap dilakukan sambil pelantikan tetap dilakukan sehingga tidak terjadi kekosongan terlalu lama. Ini kurang bagus untuk lembaga strategis seperti MRP,” imbuhnya. (ade/wen)

JAYAPURA – Meski sudah ada nama – nama yang diajukan namun hingga kini satu lembaga kultur di Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP)  masih juga belum aktif. Gedung tinggi dan megah yang berada di Jl Sam Ratu Langi Jayapura ini masih terbiar kosong.

Jika dihitung waktu masa jabatan terakhir hingga kini maka hampir satu tahun setelah pada 27 November 2022 lalu seluruh keanggotaan MRP  dinyatakan berakhir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena akan berdampak pada tingkat  koordinasi antar lembaga baik MRP – DPR Papua maupun MRP dan eksekutif.

Hal ini seperti diungkapkan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Papua Boy Markus Dawir yang memonitor lamanya kevakuman tersebut. Ia meminta Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri untuk segera melakukan pelantikan bagi nama – nama anggota MRP yang sudah terpilih.

Baca Juga :  RHP Cup I Mencari Titisan Boaz Solossa

”Saya pikir sudah waktunya Presiden dan Mendagri segera melantik Anggota MRP Periode 2023 – 2028 terpilih untuk mengisi kursi MRP yang sudah cukup lama terjadi kekosongan,” kata Boy Markus Dawir, Jumat (29/9).

Boy berharap pelantikan bisa disegerakan karena peran dan fungsi MRP juga dibutuhkan jika melihat situasi Papua belakangan ini. Ada beberapa daerah yang masih terjadi konflik dan selain DPRP, MRP juga memiliki warga yang bisa diajak berbicara. Kata Boy semua nantinya berkaitan dengan stabilitas.

“Termasuk hal-hal lain yang menyangkut kerja kelembagaan dan komunikasi dengan stakeholder di provinsi,” tambahnya.

Lamanya kekosongan ini dianggap bukan hal yang baik untuk sebuah lembaga negara yang strategis dan memiliki keterkaitan dengan advokasi hak-hak keaslian orang Papua. “Toh sudah ada keputusan pengangkatannya, saya pikir kurang bagus jika masih ditahan – tahan,” bebernya.

Baca Juga :  Hidup di Indonesia Menyiksa Diri, Saatnya Kembali ke Honai Melanesia

Boy melihat dampak lain dari kekosongan ini adalah agenda-agenda penting yang berkaitan dengan Orang Asli Papua sesuai amanat UU Otsus tidak efektif dilakukan. Termasuk komunikasi dengan lembaga lain baik adat, pemerintahan, dan masyarakat.

“Termasuk agenda MRP sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat adat Papua dengan kepentingan negara untuk memastikan Papua dalam bingkai NKRI ini jangan sampai terbengkalai hanya karena penundaan pelantikan,” tambahnya.

Sementara terkait adanya 7 calon yang belum direkomendasikan untuk masuk sebagai Anggota MRP Papua menurut Politisi Partai Demokrat Papua ini bahwa hal tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk menunda pelantikan sebab proses verifikasi tetap bisa dilakukan.

“Proses 7 calon tersebut  bisa tetap dilakukan sambil pelantikan tetap dilakukan sehingga tidak terjadi kekosongan terlalu lama. Ini kurang bagus untuk lembaga strategis seperti MRP,” imbuhnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya