Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Sulit Untuk TPN-OPM Memenangkan Peperangan

JAYAPURA-Tandatangan perang dan statemen yang disampaikan Undius Kogeya, salah satu pimpinan kelompok TPN-PB Kodam VIII Intan Jaya bahwa ia telah mengibarkan 3 bintangĀ  kejora di 3 titik sekaligus menjadi pernyataan melanjutkan perang melawan TNI-Polri di awal tahun 2022 ini, ditanggapi oleh salah satu akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Marinus Yaung.

Pria yang kini tengah menempuh studi di Jakarta ini melihat bahwa pernyataan perang TPN-PB merupakan bentuk penekanan psikologis kepada negara agar negara bisa mengevaluasi dan membenahi setiap kebijakan strategisnya terhadap Papua.

Hanya saja ia berpendapat bahwa perang yang dicanangkan oleh TPN-PBĀ  ini adalah perang yag tidak bisa dimenangkan. Pasalnya, secara dari sisi jumlah pasukan dan kekuatan sertaĀ  senjataĀ  dan personel yang dimiliki sangat jauh sekali dengan TNI-Polri.

Perang ini menurutnya menjadi perang yang tak bisa dimenangkan dan hanya akan membentuk 1 lingkaran kekerasan di Papua dan jika itu terjadi terus maka korban disipil maupun militer akan terus berjatuhan. ā€œSebagai akademisi saya sampaikan pernyataan tegas bahwa sejak 28 Juli 1965 hingga tahun ini sudah lebih dari 60 tahun TPN-OPM mengangkat senjata melawan negara tapi hingga kini tak ada tanda-tanda menenangkan. Sementara Fretelin di Timor Leste hanya butuh 24 tahun untuk akhirnya ada hasil dan merdeka,ā€ beber Yaung kepada Cenderawasih Pos di Jayapura, Selasa (4/1).

Lalu yang membedakan adalah Fretelin menang karena status hukum yang kuat di mata internasional. Timor-Timur (sekarang Timor Leste) masuk ke Indonesia dalam deklarasi Balibo, 30 November 1975 dan momentum itu tidak diakui internasional karena hanya dilakukan sepihak. Hanya kelompok tertentu yang mengklaim bahwa Timor-Timur menjadi bagian dari Indonesia. Ini berbeda denganĀ  Papua yang masuk Indonesia berdasarkan perjanjian internasional yang diawali New York Agremeen 15 Agustus 1962 yang berakhirĀ  dengan dikeluarkannya resolusi PBB nomor 2504Ā  tahun 1969. ā€œDengan dasar hukum ini mencatat Papua menjadi wilayah sah Indonesia, sehingga sulit bagi TPN-OPM memenangkan peperangan ini. Perang yang dicanangkan sampai kapanpun itu bukan perang kemerdekaan tapi justru akan menjadi catatan bagi dunia internasionalĀ  karenaĀ  menyangkut nilai kemanusiaan dan simbol peradaban. Artinya ada warga sipil yangĀ  dijadikan sasaran tembak oleh OPM dan simbol peradaban seperti sekolah dan Puskesmas yang dibakar. Cara ā€“ cara iniĀ  tidak disukai dunia internasional,ā€ tegasnya.

Baca Juga :  Telah Diterbangkan menuju Mimika

Selain itu ia menyorot bahwa OPM juga bukan kelompok yang diakui hukum internasional. Malah dari aksi ā€“ aksinya selama ini, kelompok ini justru disebut kelompok teror atau teroris. Ā  Karenanya Yaung meminta siapapun kelompoknya baik di hutan, di Jayapura hinggaĀ  kota studi lainnya untuk mengakui hal ini. Sulit untuk memenangkan peperangan karena sehari awal juga salah.

ā€œIni waktunya bagi kelompok elit dari kelompok TPN-PB menjadi corong kebenaran yang menyuarakan sesuatu yang sebenarnya soal kondisi saat ini bahwa ini perang yang tak bisa dimenangkan. Metode perang dan kekerasan sudah harus ditinggalkan. Saya meminta pada advisor yang meminta TPN-PB bergerak seperti ini mengakui saja bahwa upaya yang dilakukan tidak akan berhasilĀ  dan salah,ā€ singgungnya.

Catatan lainnya adalah, untuk tahun ini Indonesia melalui Presiden Joko Widodo terpilih menjadi ketua organisasi G-20. Dimana yang perlu diingat adalah negara ā€“ negara maju semua tergabung dan diatur di dalam G-20 dan Indonesia saat iniĀ  didapuk memimpin kelompok G-20.Ā  ArtinyaĀ  ada kekuasaan yang begitu besar di tangan Jokowi dan ini dengan sendirinya akan menutup dan membatasi setiap proses internasionalisasi isu Papua. ā€œPower Jokowi sangat menentukan isu Papua yang dimainkan Benny Wenda di Eropa dan di Pacific. Untuk tahun ini, saya pikir akan sia-sia dan buang ā€“ buang waktu. Bahkan bisa saja katakan seperti mimpi di siang bolong jika mau berteriak perang dan merdeka. Itu omong kosong,ā€ cecar Dosen Fisip Uncen tersebut.

Baca Juga :  Indonesia Makin Akrab dengan Komunitas Negara Pasific

Selain itu negara Vanuatu yang selama ini mendukung Papua lepas dari NKRIĀ  juga akan mengakhiri jabatan sebagai ketua MSG dan PIF pada Agustus 2022. ā€œIni situasi sulit bagiĀ  Vanuatu untuk melakukan lobi ā€“ lobi politikĀ  ke dunia internasional.Ā  Jadi untuk tahun ini saya pikir tidak akan mengalami perkembangan yang signifikan. Sebab bisa saja isu Papua merdeka justru berhenti dari moment ā€“ moment di atas tadi,ā€ sambungnya.

Disinggung soal cara-cara yang dilakukan TPNPB dengan membakar dan merusak apakah menggambarkan bentuk keputusasaan sebuah pergerakan, menurut Yaung hal tersebut memiliki arti dalam komunitas internasional. ā€œNegara luar dan pemerhati internasional akan menganggap bahwa kelompok ini sudah berada dalam posisi yang kalah makanya hanya bisa melakukan perlawanan dengan membakar dan merusak. Saya yakin komunitas internasional akan membaca seperti itu. Kalau ada kelompok perang yang hanya membakar dan merusak maka itu sudah memberi sinyal bahwa ini kelompok yang kalah dan tak bisa melakukan apa ā€“ apa lagi,ā€ tegas Yaung.

Posisi TPNPB kata Yaung kini berada pada posisi kelompok yang kalah dalam perlawanan makanya melakukan tindakan ā€“ tindakan seperti itu, membakar, merusak. ā€œSaran saya, cara yang tepat adalah aktor intelektual yang mengatur dan mengontrol TPN- OPMĀ  ini jangan lagi memasukkan kepentingan pribadi dalam perjuangan pergerakan Papua merdekaĀ  meski yang sering dipakai adalah demi kemanusiaan dan hak hidup orang Papua. Ingat, karena kepentingan itu justru banyak yang jadi korban. Harus rubah metode,ā€ ujarnya.

ā€œSaya melihat aktor intelektual ini bisa individu maupun organisasi dan saat ini sudah banyak tumbuh di Papua dan kota studi lainnya. Saya pikir harusnya bisa memulai dengan berdialog secara logis tanpa harus mengedepankan cara ā€“ cara kekerasan karena itu tidak lagi menarik simpati dunia internasional,ā€ pungkasnya. (ade/nat)

JAYAPURA-Tandatangan perang dan statemen yang disampaikan Undius Kogeya, salah satu pimpinan kelompok TPN-PB Kodam VIII Intan Jaya bahwa ia telah mengibarkan 3 bintangĀ  kejora di 3 titik sekaligus menjadi pernyataan melanjutkan perang melawan TNI-Polri di awal tahun 2022 ini, ditanggapi oleh salah satu akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Marinus Yaung.

Pria yang kini tengah menempuh studi di Jakarta ini melihat bahwa pernyataan perang TPN-PB merupakan bentuk penekanan psikologis kepada negara agar negara bisa mengevaluasi dan membenahi setiap kebijakan strategisnya terhadap Papua.

Hanya saja ia berpendapat bahwa perang yang dicanangkan oleh TPN-PBĀ  ini adalah perang yag tidak bisa dimenangkan. Pasalnya, secara dari sisi jumlah pasukan dan kekuatan sertaĀ  senjataĀ  dan personel yang dimiliki sangat jauh sekali dengan TNI-Polri.

Perang ini menurutnya menjadi perang yang tak bisa dimenangkan dan hanya akan membentuk 1 lingkaran kekerasan di Papua dan jika itu terjadi terus maka korban disipil maupun militer akan terus berjatuhan. ā€œSebagai akademisi saya sampaikan pernyataan tegas bahwa sejak 28 Juli 1965 hingga tahun ini sudah lebih dari 60 tahun TPN-OPM mengangkat senjata melawan negara tapi hingga kini tak ada tanda-tanda menenangkan. Sementara Fretelin di Timor Leste hanya butuh 24 tahun untuk akhirnya ada hasil dan merdeka,ā€ beber Yaung kepada Cenderawasih Pos di Jayapura, Selasa (4/1).

Lalu yang membedakan adalah Fretelin menang karena status hukum yang kuat di mata internasional. Timor-Timur (sekarang Timor Leste) masuk ke Indonesia dalam deklarasi Balibo, 30 November 1975 dan momentum itu tidak diakui internasional karena hanya dilakukan sepihak. Hanya kelompok tertentu yang mengklaim bahwa Timor-Timur menjadi bagian dari Indonesia. Ini berbeda denganĀ  Papua yang masuk Indonesia berdasarkan perjanjian internasional yang diawali New York Agremeen 15 Agustus 1962 yang berakhirĀ  dengan dikeluarkannya resolusi PBB nomor 2504Ā  tahun 1969. ā€œDengan dasar hukum ini mencatat Papua menjadi wilayah sah Indonesia, sehingga sulit bagi TPN-OPM memenangkan peperangan ini. Perang yang dicanangkan sampai kapanpun itu bukan perang kemerdekaan tapi justru akan menjadi catatan bagi dunia internasionalĀ  karenaĀ  menyangkut nilai kemanusiaan dan simbol peradaban. Artinya ada warga sipil yangĀ  dijadikan sasaran tembak oleh OPM dan simbol peradaban seperti sekolah dan Puskesmas yang dibakar. Cara ā€“ cara iniĀ  tidak disukai dunia internasional,ā€ tegasnya.

Baca Juga :  Telah Diterbangkan menuju Mimika

Selain itu ia menyorot bahwa OPM juga bukan kelompok yang diakui hukum internasional. Malah dari aksi ā€“ aksinya selama ini, kelompok ini justru disebut kelompok teror atau teroris. Ā  Karenanya Yaung meminta siapapun kelompoknya baik di hutan, di Jayapura hinggaĀ  kota studi lainnya untuk mengakui hal ini. Sulit untuk memenangkan peperangan karena sehari awal juga salah.

ā€œIni waktunya bagi kelompok elit dari kelompok TPN-PB menjadi corong kebenaran yang menyuarakan sesuatu yang sebenarnya soal kondisi saat ini bahwa ini perang yang tak bisa dimenangkan. Metode perang dan kekerasan sudah harus ditinggalkan. Saya meminta pada advisor yang meminta TPN-PB bergerak seperti ini mengakui saja bahwa upaya yang dilakukan tidak akan berhasilĀ  dan salah,ā€ singgungnya.

Catatan lainnya adalah, untuk tahun ini Indonesia melalui Presiden Joko Widodo terpilih menjadi ketua organisasi G-20. Dimana yang perlu diingat adalah negara ā€“ negara maju semua tergabung dan diatur di dalam G-20 dan Indonesia saat iniĀ  didapuk memimpin kelompok G-20.Ā  ArtinyaĀ  ada kekuasaan yang begitu besar di tangan Jokowi dan ini dengan sendirinya akan menutup dan membatasi setiap proses internasionalisasi isu Papua. ā€œPower Jokowi sangat menentukan isu Papua yang dimainkan Benny Wenda di Eropa dan di Pacific. Untuk tahun ini, saya pikir akan sia-sia dan buang ā€“ buang waktu. Bahkan bisa saja katakan seperti mimpi di siang bolong jika mau berteriak perang dan merdeka. Itu omong kosong,ā€ cecar Dosen Fisip Uncen tersebut.

Baca Juga :  Dinas Sudah Anggarkan Perlengkapan Meja Kursi Untuk SDN Sentani

Selain itu negara Vanuatu yang selama ini mendukung Papua lepas dari NKRIĀ  juga akan mengakhiri jabatan sebagai ketua MSG dan PIF pada Agustus 2022. ā€œIni situasi sulit bagiĀ  Vanuatu untuk melakukan lobi ā€“ lobi politikĀ  ke dunia internasional.Ā  Jadi untuk tahun ini saya pikir tidak akan mengalami perkembangan yang signifikan. Sebab bisa saja isu Papua merdeka justru berhenti dari moment ā€“ moment di atas tadi,ā€ sambungnya.

Disinggung soal cara-cara yang dilakukan TPNPB dengan membakar dan merusak apakah menggambarkan bentuk keputusasaan sebuah pergerakan, menurut Yaung hal tersebut memiliki arti dalam komunitas internasional. ā€œNegara luar dan pemerhati internasional akan menganggap bahwa kelompok ini sudah berada dalam posisi yang kalah makanya hanya bisa melakukan perlawanan dengan membakar dan merusak. Saya yakin komunitas internasional akan membaca seperti itu. Kalau ada kelompok perang yang hanya membakar dan merusak maka itu sudah memberi sinyal bahwa ini kelompok yang kalah dan tak bisa melakukan apa ā€“ apa lagi,ā€ tegas Yaung.

Posisi TPNPB kata Yaung kini berada pada posisi kelompok yang kalah dalam perlawanan makanya melakukan tindakan ā€“ tindakan seperti itu, membakar, merusak. ā€œSaran saya, cara yang tepat adalah aktor intelektual yang mengatur dan mengontrol TPN- OPMĀ  ini jangan lagi memasukkan kepentingan pribadi dalam perjuangan pergerakan Papua merdekaĀ  meski yang sering dipakai adalah demi kemanusiaan dan hak hidup orang Papua. Ingat, karena kepentingan itu justru banyak yang jadi korban. Harus rubah metode,ā€ ujarnya.

ā€œSaya melihat aktor intelektual ini bisa individu maupun organisasi dan saat ini sudah banyak tumbuh di Papua dan kota studi lainnya. Saya pikir harusnya bisa memulai dengan berdialog secara logis tanpa harus mengedepankan cara ā€“ cara kekerasan karena itu tidak lagi menarik simpati dunia internasional,ā€ pungkasnya. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya