
MERAUKE- Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Pusat Prof. DR. Agustinus Fatem mengungkapkan bahwa seorang pejabat tinggi pratama yang melakukan pelanggaran berat, tidak perlu menunggu waktu terlalu lama untuk memberhentikan dari jabatannya.
“Kalau ada pejabat tinggi pratama yang melakukan pelanggaran disiplin cukup berat, tidak perlu menunggu waktu 5 tahun atau 3 tahun atau 1 bulan,’’ kata Prof. Dr. Agustinus Fatem, ketika menghadiri pengumuman seleksi sekda dan pejabat tinggi pratama di Merauke minggu lalu.
Namun menurut UU Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kata Agustinus Fatem, bahwa keputusan yang dibuat pejabat publik itu sah, apabila memenuhi 3 unsur. Unsur pertama ada bukti materil. Ada bukti pelanggaran yang dapat didokumentasikan.
“Tidak bisa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini bupati dengan suka-sukanya. Karena tidak suka maka langsung turunkan dari jabatan. Atau setelah dilantik 3 bulan tidak masuk kantor , maka bukti pelanggarannya adalah absensi,’’ katanya.
Kedua harus dilakukan proses pemeriksaan sesuai dengan prosedur untuk membuktikan bahwa benar-benar ada pelanggaran disiplin. Agutinus Fatem juga meminta agar para pejabat tinggi pratama yang mengikuti seleksi tersebut untuk membuat perjanjian kinerja.
“Perjanjian kinerja inilah yang akan dijadikan dasar untuk mengevaluasi kinerja pejabat yang bersangkutan. Satu tahun setelah dilantik, maka dia harus dilakukan evaluasi,’’ jelasnya.
Jika dari hasil evaluasi kinerjanya rendah tidak sesuai dengan perjanjian kerja, kata Fatem, pejabat yang bersangkutan diberi kesempatan selama 6 bulan untuk perbaikan. Tapi jika 56 bulan kinerjanya masih tetap rendah maka PPK bisa membentuk pansel untuk melakukan uji kompetensi.
Uji kompetensi dilakukan untuk melihat kembali apakah rendahkanya kinerja yang bersangkutan karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja selama ini. Jika kompetensinya tinggi maka kemungkinan rendahnya kinerja tersebut karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan sehingga harus ditempatkan sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Namun jika kompetensinya rendah, maka pejabat yang bersangkutan bisa diturunkan satu tingkat dibawahnya. ‘’Jadi yang boleh itu jabatannya diturunkan satu tingkat. Bukan dinonjobkan. Apalagi, tanpa ada angin dan hujan tiba-tiba dicopot dari jabatannya,’’ tambahnya. (ulo/tri)