
MERAUKE- Sensus penduduk secara online yang ditargetkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Merauke untuk 5 distrik di Merauke yang sudah terjangkau internet ternyata hanya 79 persen yang dapat terpenuhi.
Kepala BPS Kabupaten Merauke Muhammad Ali ditemui media ini mengungkapkan, bahwa dari target yang canangkan pihaknya untuk sensus online secara mandiri hanya 79 persen yang bisa terpenuhi dari 3.200 kepala keluarga.
“Dari 3.200 kepala keluarga yang kita targetkan untuk bisa melakukan sensus online secara mandiri hanya 79 persen yang terpenuhi atau sekitar 2.528 kepala keluarga yang dapat melakukan sensus penduduk secara mandiri lewat online tersebut,” kata Muhammad Ali saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (3/6).
Sensus penduduk secara online tersebut sebenarnya telah berakhir pada April 2020, namun karena Covid-19 pemerintah memperpanjang sensus secara mandiri sampai 29 Mei 2020. “Ya, partisipasi masyarakat untuk ikut sensus secara mandiri memang kurang,’’ jelasnya.
Selain karena masalah kesadaran tersebut, jelas Muhammad Ali, masyarakat juga kadang mengalami kendala dalam pengisian secara online tersebut. Karena pengisian data dari setiap keluarga tersebut harus semua tuntas baru bisa dikirim. “Tapi ada yang mengisi tapi tidak tuntas. Dia kirim tapi pengisiannya tidak lengkap. Bisa juga saat sudah mengisi sebagian kemudian dia tinggalkan dan tidak lanjut lagi,” jelasnya.
Menurut Muhammad Ali, jika tadinya akan merekrut mitra dari BPS untuk melakukan sensus dengan turun langsung ke masyarakat, namun karena anggaran yang terpotong sehingga tidak ada lagi perekrutan mitra BPS. Namun nantinya ada blanko pengisian dari BPS kemudian diberikan kepada ketua-ketua RT untuk dibagikan kepada masyarakat untuk masyarakat melakukan pengisian blanko tersebut.
“Jadi masyarakat langsung yang akan melakukan pengisian blanko yang dibagikan itu kemudian nanti dikumpulkan lagi,” jelasnya.
Muhammad Ali mengaku dari anggaran Rp 6 miliar untuk sensus penduduk 2020 di Kabupaten Merauke terpotong Rp 4,4 miliar, sehingga tersisa Rp 2,6 miliar lebih. “Jadi anggaran kita terpotong cukup besar. Itu yang menyebabkan bisnis proses SP2020 ini berubah,’’ tandasnya. (ulo/tri)