Friday, June 13, 2025
29.7 C
Jayapura

Roh Kudus Persatukan Semua Suku Bangsa, Jadi Kekuatan Bagi yang Menghayati Iman

Dari Perayaan Pentakosta yang Digelar Dalam Misa Bernuansa Etnik

Seluruh umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Kota Jayapura, Minggu (8/6) kemarin merayakan Pentakosta atau turunnya Roh Kudus. Perayaan turunnya Roh Kudus kepada para rasul dan murid-murid Yesus di Yerusalem, terjadi 50 hari setelah Paskah. Secara khusus Gereja Katolik merayakan Pentakosta ini dengan nuansa budaya.

Laporan: Jimianus Karlodi-Jayapura

Pentakosta yang disebut sebagai hari lahir gereja karena peristiwa ini menandai momen ketika Roh Kudus turun ke atas para rasul dan murid-murid Yesus, memberikan mereka kuasa dan kemampuan untuk mewartakan Injil kepada seluruh dunia.

   Pada Hari Pentakosta, para rasul diberikan karunia oleh Roh Kudus untuk berbicara dalam berbagai bahasa. Ini adalah bukti nyata kehadiran Roh Kudus dan kemampuan-Nya untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada semua orang, melintasi batasan bahasa.

Baca Juga :  Harus Makin Maju dan Bersih, Warganya Beriman, Kamtibmas Terjaga

   Oleh karena itu, di lingkungan Gereja Katolik, perayaan Pentakosta ini sering digelar dengan nuansa etnik. Dimana budaya dan bahasa dari umat yang berlatar belakang suku yang ada di Indonesia ini, ditampilkan dalam misa Perayaan Pentakosta. Hal ini seperti yang terlihat di  Gereja Katolik Paroki Gereja Gembala Baik Abepura maupun di Paroki Kristus Juru Selamat Kotaraja, Minggu (8/6).   

   Di Gereja Gembala Baik Abepura, perayaan Pentakosta yang dipimpin Pastor Paroki Barnabas Daryana, Pr., diawali dengan arak-arakan tarian dari masyarakat Flobamora, Nusa Tenggara Timur, tarian persembahan dari masayarakat Toraja. Sementara paduan suara dipandu dari Masyarakat Mee Pago, Lapago.

Baca Juga :  Digelar Sederhana di Lapangan, Tidak Ada Sesuatu yang Wah

   Dalam perayaan misa ini juga ditampilkan lagu-lagu liturgi dari bahasa daerah masing-masing. Menariknya, meski hanya sekedar mengetahui bahasa dari suku daerah tertentu, namun pada umumnya umat Katolik ini bisa memahami lagu-lagu yang dinyanyikan dengan berbagai bahasa daerah ini.

   Sementara itu, perayaan Pentakosta dengan nuansa budaya ini juga digelar di Paroki Kristus Juru Selamat di Kotaraja.  Pastur Felix Amias, MSC dalam homilinya mengungkapkan bahwa gereja memiliki keanekaragaman suku dan budaya yang satu di dalam Tuhan. Artinya hidup beragama tidak harus memandang adanya perbedaan antara suku satu dengan suku yang lainnya.

Dari Perayaan Pentakosta yang Digelar Dalam Misa Bernuansa Etnik

Seluruh umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Kota Jayapura, Minggu (8/6) kemarin merayakan Pentakosta atau turunnya Roh Kudus. Perayaan turunnya Roh Kudus kepada para rasul dan murid-murid Yesus di Yerusalem, terjadi 50 hari setelah Paskah. Secara khusus Gereja Katolik merayakan Pentakosta ini dengan nuansa budaya.

Laporan: Jimianus Karlodi-Jayapura

Pentakosta yang disebut sebagai hari lahir gereja karena peristiwa ini menandai momen ketika Roh Kudus turun ke atas para rasul dan murid-murid Yesus, memberikan mereka kuasa dan kemampuan untuk mewartakan Injil kepada seluruh dunia.

   Pada Hari Pentakosta, para rasul diberikan karunia oleh Roh Kudus untuk berbicara dalam berbagai bahasa. Ini adalah bukti nyata kehadiran Roh Kudus dan kemampuan-Nya untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada semua orang, melintasi batasan bahasa.

Baca Juga :  Tahun 2024, BWS Papua Bangun 91 Irigasi di Papua dan Papua Tengah

   Oleh karena itu, di lingkungan Gereja Katolik, perayaan Pentakosta ini sering digelar dengan nuansa etnik. Dimana budaya dan bahasa dari umat yang berlatar belakang suku yang ada di Indonesia ini, ditampilkan dalam misa Perayaan Pentakosta. Hal ini seperti yang terlihat di  Gereja Katolik Paroki Gereja Gembala Baik Abepura maupun di Paroki Kristus Juru Selamat Kotaraja, Minggu (8/6).   

   Di Gereja Gembala Baik Abepura, perayaan Pentakosta yang dipimpin Pastor Paroki Barnabas Daryana, Pr., diawali dengan arak-arakan tarian dari masyarakat Flobamora, Nusa Tenggara Timur, tarian persembahan dari masayarakat Toraja. Sementara paduan suara dipandu dari Masyarakat Mee Pago, Lapago.

Baca Juga :  Menghasilkan Peserta yang Mahir Pengolah Kopi

   Dalam perayaan misa ini juga ditampilkan lagu-lagu liturgi dari bahasa daerah masing-masing. Menariknya, meski hanya sekedar mengetahui bahasa dari suku daerah tertentu, namun pada umumnya umat Katolik ini bisa memahami lagu-lagu yang dinyanyikan dengan berbagai bahasa daerah ini.

   Sementara itu, perayaan Pentakosta dengan nuansa budaya ini juga digelar di Paroki Kristus Juru Selamat di Kotaraja.  Pastur Felix Amias, MSC dalam homilinya mengungkapkan bahwa gereja memiliki keanekaragaman suku dan budaya yang satu di dalam Tuhan. Artinya hidup beragama tidak harus memandang adanya perbedaan antara suku satu dengan suku yang lainnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya