Saturday, April 26, 2025
26.7 C
Jayapura

Jutaan Perempuan dan Anak di Papua Disinyalir Jadi Korban Kekerasan

JAYAPURA – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Provinsi Papua mencatat dalam setahun, ada jutaan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di Papua. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Jutaan kasus ini, ada yang berani melaporkannya ke layanan aduan namun ada juga yang tidak melaporkannya lantaran tidak tersedianya unit aduan atau terkendala akses di tempat mereka.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Provinsi Papua, Josefientje B Wandosa mengatakan, jumlah tersebut gabungan dari semua aduan kasus yang dilaporkan ke polisi, layanan Kanwil Hukum dan HAM, LBH, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kabupaten/kota dan lembaga lainnya.

“Ada yang berani melapor, namun banyak juga yang memilih diam,” kata Wandosa kepada wartawan pada perayaan Hari Kartini dan halalbihalal Provinsi Papua, di Sasana Krida, Kamis (24/4). Wandosa menjelaskan, kekerasan secara langsung yaitu bersentuhan langsung dengan fisiknya. Sedangkan kekerasan tidak langsung adalah diterlantarkan, dimaki, dihina dan tidak dinafkahi lahir batin.

Selain itu kata Wandosa, banyak hal yang memicu kekerasan terjadi terhadap perempuan dan anak. Misalnya karena pendidikan perempuan yang kurang, perempuan tidak memiliki informasi yang baik tentang bagaimana mendapat sarana prasarana dalam mengembangkan dirinya atau memahami informasi tentang regulasi dan aturan untuk melindungi dirinya.

Baca Juga :  Nekat Berbohong Keracunan Demi Uang Natal dan Mudik

Tetapi juga yang paling penting adalah karena kesadaran laki-laki terhadap perempuan sebagai pendamping hidup masih rendah. Kata Wandosa, sebagian laki-laki masih menganggap bahwa istri dan anak adalah miliknya yang bisa sesuka hati diperlakukan sama seperti benda.

“Prespektif itulah yang sebenarnya harus hilang, nilai perempuan dan anak di hadapan laki laki harus sama dengan nilai laki laki itu sendiri. Bahwa mereka berharga, harus disayang dan dirawat,” ujarnya.

Dan yang harus dilakukan perempuan dan anak agar tidak menjadi korban kekerasan adalah mereka harus memiliki ketahanan diri yang kuat, harus peka bisa menghindari setiap peluang untuk dia menjadi korban.

“Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan advokasi pada semua lembaga masyarakat, untuk bisa melakukan advokasi kepada umat, kepada warganya baik itu adat, agama maupun pemerintah,” terangnya.

Baca Juga :  Pemkot dan Pemkab Jayapura Tetap Gunakan Aplikasi SIPD

Pihaknya juga mendorong kabupaten kota yang ada di Papua untuk menyiapkan unit-unit layanan aduan korban kekerasan, sebab yang memiliki rakyat adalah kabupaten kota.

“Kami juga mendorong untuk memperkuat perlindungan di satuan-satuan pendidikan atau di kampung-kampung terkait kampung ramah perempuan dan peduli anak. Tujuannya adalah mengantisipasi sebelum terjadi, juga menyediakan regulasi seperti Perda dan Pergub,” kata Wandosa.

Sementara itu, dari sembilan kabupaten kota di Papua. Wandosa menyebut angka kekerasan terhadap perempuan dan anak paling tinggi terjadi di Kota Jayapura, menyusul Waropen, Biak dan Supiori.

“Sebenarnya banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun lembaga pelayanan kurang sehingga mereka tidak datang untuk melapor,” ujarnya.

Dan dari sembilan kabupaten kota di Papua, sudah ada tujuh daerah yang sudah memiliki lembaga penyedia layanan. Sedangkan dua daerah yang belum adalah Sarmi dan Mamberamo Raya.

“Untuk Sarmi dan Mamberamo Raya sedang didorang agar mereka memiliki itu,” tutupnya. (fia/ade)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

JAYAPURA – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Provinsi Papua mencatat dalam setahun, ada jutaan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di Papua. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Jutaan kasus ini, ada yang berani melaporkannya ke layanan aduan namun ada juga yang tidak melaporkannya lantaran tidak tersedianya unit aduan atau terkendala akses di tempat mereka.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Provinsi Papua, Josefientje B Wandosa mengatakan, jumlah tersebut gabungan dari semua aduan kasus yang dilaporkan ke polisi, layanan Kanwil Hukum dan HAM, LBH, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kabupaten/kota dan lembaga lainnya.

“Ada yang berani melapor, namun banyak juga yang memilih diam,” kata Wandosa kepada wartawan pada perayaan Hari Kartini dan halalbihalal Provinsi Papua, di Sasana Krida, Kamis (24/4). Wandosa menjelaskan, kekerasan secara langsung yaitu bersentuhan langsung dengan fisiknya. Sedangkan kekerasan tidak langsung adalah diterlantarkan, dimaki, dihina dan tidak dinafkahi lahir batin.

Selain itu kata Wandosa, banyak hal yang memicu kekerasan terjadi terhadap perempuan dan anak. Misalnya karena pendidikan perempuan yang kurang, perempuan tidak memiliki informasi yang baik tentang bagaimana mendapat sarana prasarana dalam mengembangkan dirinya atau memahami informasi tentang regulasi dan aturan untuk melindungi dirinya.

Baca Juga :  Pimpinan KKB di Yapen Disebut Kabur Keluar Pulau

Tetapi juga yang paling penting adalah karena kesadaran laki-laki terhadap perempuan sebagai pendamping hidup masih rendah. Kata Wandosa, sebagian laki-laki masih menganggap bahwa istri dan anak adalah miliknya yang bisa sesuka hati diperlakukan sama seperti benda.

“Prespektif itulah yang sebenarnya harus hilang, nilai perempuan dan anak di hadapan laki laki harus sama dengan nilai laki laki itu sendiri. Bahwa mereka berharga, harus disayang dan dirawat,” ujarnya.

Dan yang harus dilakukan perempuan dan anak agar tidak menjadi korban kekerasan adalah mereka harus memiliki ketahanan diri yang kuat, harus peka bisa menghindari setiap peluang untuk dia menjadi korban.

“Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan advokasi pada semua lembaga masyarakat, untuk bisa melakukan advokasi kepada umat, kepada warganya baik itu adat, agama maupun pemerintah,” terangnya.

Baca Juga :  Sembilan Jenazah Bisa Dikenali

Pihaknya juga mendorong kabupaten kota yang ada di Papua untuk menyiapkan unit-unit layanan aduan korban kekerasan, sebab yang memiliki rakyat adalah kabupaten kota.

“Kami juga mendorong untuk memperkuat perlindungan di satuan-satuan pendidikan atau di kampung-kampung terkait kampung ramah perempuan dan peduli anak. Tujuannya adalah mengantisipasi sebelum terjadi, juga menyediakan regulasi seperti Perda dan Pergub,” kata Wandosa.

Sementara itu, dari sembilan kabupaten kota di Papua. Wandosa menyebut angka kekerasan terhadap perempuan dan anak paling tinggi terjadi di Kota Jayapura, menyusul Waropen, Biak dan Supiori.

“Sebenarnya banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun lembaga pelayanan kurang sehingga mereka tidak datang untuk melapor,” ujarnya.

Dan dari sembilan kabupaten kota di Papua, sudah ada tujuh daerah yang sudah memiliki lembaga penyedia layanan. Sedangkan dua daerah yang belum adalah Sarmi dan Mamberamo Raya.

“Untuk Sarmi dan Mamberamo Raya sedang didorang agar mereka memiliki itu,” tutupnya. (fia/ade)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/