Tuesday, December 24, 2024
26.7 C
Jayapura

Papua, “Dikelilingi” Pengungsi, Rasisme dan Kekerasan

‘Nyanyian Sunyi’ Mengantarkan Esther Haluk Meraih Penghargaan Dermakata Award 2024

Kegemarannya membaca dan menulis di buku diary sejak duduk di bangku sekolah dasar, lalu menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, jurusan Pendidikan dan Sastra Inggris. Membuatnya mahir dalam merangkai setiap kata-kata hingga kemudian meraih penghargaan. Seperti apa ‘Nyanyian Sunyi’ yang ditulisnya ?

Laporan – Elfira

Belum lama ini, Papua menjadi perbincangan di kalangan penulis atau sastrawan. Bukan karena kekayaan alamnya, atau konflik bersenjata yang kerap terjadi hingga menewaskan sipil atau aparat.

Melainkan, memperbincangkan tentang seorang perempuan Papua bernama Esther Haluk yang mendapat penghargaan Dermakata Award 2024 kategori fiksi, berkat karya monumentalnya ‘Nyanyian Sunyi’ yang menyuarakan suara orang terpinggirkan di Papua.

Baca Juga :  Selain Genjot Sumber PAD, Pemerintah Pusat Diharap Cari Solusi Fiskal Papua

Di buku dengan tebal 95 halaman berisikan 92 puisi, Esther tidak hanya menulis, tetapi menyuarakan mereka yang terpinggirkan. Karyanya mengangkat isu hak perempuan dan diskriminasi, menjadikan sastra sebagai medium advokasi.

Judul puisinya beragam, ada Nyanyian Sunyi, Sejarah Yang Gelap, Cantik Itu Luka, Pelacur Terhormat dan judul lainnya.

Perempuan yang menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga jurusan Sastra Inggris awalnya mengaku sempat tak percaya diri dengan hasil tulisan yang ia rangkum sejak 2018.

Namun, berkat dorongan Aprila Wayar novelis perempuan pertama dari Papua. Maka lahirlah buku ‘Nyanyian Sunyi’

“Saya awalnya pesimis, sempat tak percaya diri dan takut jika tak ada orang yang membaca tulisan saya. Namun, berkat dorongan dan dukungan dari novelis Papua Aprila Wayar, maka lahirlah buku ini,” ucap Esther selaku Koordinator dari West Papua Feminist Forum ini, kepada Cenderawasih Pos, Minggu (22/12).

Baca Juga :  Anak Muda Harus Memiliki Kemampuan Kompetitif

Nyanyian Sunyi merupakan buku perdananya yang langsung menyabet penghargaan, yang setiap bait puisi mewakili momentum-momentum khusus kejadian yang pernah terjadi di Papua.

“Pengungsi, rasisme dan kekerasan. Semua tertuang dalam bait-bait puisi saya,” ucap perempuan asal Agamua, Wamena ini.

“Kebanyakan puisi saya menceritakan situasi Papua, membaca Papua di dalam puisi. Apa yang saya rasa sebagai orang Papua, apa pendapat saya tentang situasi yang terjadi saat ini,   itu yang saya tulis dalam buku ini,” ujarnya.

‘Nyanyian Sunyi’ Mengantarkan Esther Haluk Meraih Penghargaan Dermakata Award 2024

Kegemarannya membaca dan menulis di buku diary sejak duduk di bangku sekolah dasar, lalu menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, jurusan Pendidikan dan Sastra Inggris. Membuatnya mahir dalam merangkai setiap kata-kata hingga kemudian meraih penghargaan. Seperti apa ‘Nyanyian Sunyi’ yang ditulisnya ?

Laporan – Elfira

Belum lama ini, Papua menjadi perbincangan di kalangan penulis atau sastrawan. Bukan karena kekayaan alamnya, atau konflik bersenjata yang kerap terjadi hingga menewaskan sipil atau aparat.

Melainkan, memperbincangkan tentang seorang perempuan Papua bernama Esther Haluk yang mendapat penghargaan Dermakata Award 2024 kategori fiksi, berkat karya monumentalnya ‘Nyanyian Sunyi’ yang menyuarakan suara orang terpinggirkan di Papua.

Baca Juga :  Papua Menunggu Formulasi UMP 2023 dari Pusat

Di buku dengan tebal 95 halaman berisikan 92 puisi, Esther tidak hanya menulis, tetapi menyuarakan mereka yang terpinggirkan. Karyanya mengangkat isu hak perempuan dan diskriminasi, menjadikan sastra sebagai medium advokasi.

Judul puisinya beragam, ada Nyanyian Sunyi, Sejarah Yang Gelap, Cantik Itu Luka, Pelacur Terhormat dan judul lainnya.

Perempuan yang menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga jurusan Sastra Inggris awalnya mengaku sempat tak percaya diri dengan hasil tulisan yang ia rangkum sejak 2018.

Namun, berkat dorongan Aprila Wayar novelis perempuan pertama dari Papua. Maka lahirlah buku ‘Nyanyian Sunyi’

“Saya awalnya pesimis, sempat tak percaya diri dan takut jika tak ada orang yang membaca tulisan saya. Namun, berkat dorongan dan dukungan dari novelis Papua Aprila Wayar, maka lahirlah buku ini,” ucap Esther selaku Koordinator dari West Papua Feminist Forum ini, kepada Cenderawasih Pos, Minggu (22/12).

Baca Juga :  Bisa Dijadikan Agunan Pinjaman Bank, Untuk Kembangkan UMKM

Nyanyian Sunyi merupakan buku perdananya yang langsung menyabet penghargaan, yang setiap bait puisi mewakili momentum-momentum khusus kejadian yang pernah terjadi di Papua.

“Pengungsi, rasisme dan kekerasan. Semua tertuang dalam bait-bait puisi saya,” ucap perempuan asal Agamua, Wamena ini.

“Kebanyakan puisi saya menceritakan situasi Papua, membaca Papua di dalam puisi. Apa yang saya rasa sebagai orang Papua, apa pendapat saya tentang situasi yang terjadi saat ini,   itu yang saya tulis dalam buku ini,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/