Thursday, December 12, 2024
27.7 C
Jayapura

Kepercayaan Masyarakat Kepada Pemerintah Makin Rendah

Terkait Minimnya Partisipasi Pemilih

JAYAPURA-Pemilukada serentak 2024 tuntas. Khususnya di Provinsi Papua sebagian besar daerah telah menetapkan hasil pleno di baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Meski pelaksanaanya berlangsung lancar, namun tingkat partisipasi pemilih untuk mengikuti Pemilu kali ini terbilang rendah.

Berdasarkan data tabulasi salah satu paslon total Partisipasi pemilih di pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua hanya 66,75 persen. Data ini menujukan 40 persen rakyat Papua tidak memilih.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Papua, daerah lain seperti Papua Selatan hanya mencapai 78 persen  bahkan Pilkada Jakarta yang notabene SDM cukup tinggi juga terjadi penurunan yang signifikan dimana berdasarkan data Charta Politika mencatat partisipasi pemilih Pilkada Jakarta 2024 sebesar 58 persen

Terkait ini, Guru Besar Ilmu Sosiologi Pedesaan Uncen Prof. Avelinus Lefaan, MS berpandangan bahwa minimnya partisipasi pemilih di Pilkada serentak 2024 disebabkan karena berbagai faktor. Diantaranya adalah terkait kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin rendah. Hal itu terjadi karena bercermin pada hasil Pemilu dari tahun-tahun sebelumnya dimana masyarakat tidak melihat kinerja pemerintah yang mampu menjawab kebutuhan mereka.

Baca Juga :  DPRD Minta ASN Mamteng Kembali Bekerja

Seperti Papua, silih bergantinya pemimpin masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun lainnya masih saja menjadi persoalan yang substantif. Padahal setiap calon pemimpin baik legislatif maupun eksekutif selalu mendengungkan untuk menyelesikan perosalan tersebut, tapi pada kenyataannya ketika sudah terpilih visi dan misi yang mereka tawarkan saat kampanye hanya sekedar kiasan belaka.

Inilah yang kemudian masyarakat menganggap bahwa demokrasi hanya ajang bisnis atas kepentingan politisi. Sehingga tidak heran jika setiap pemilu semangat masyarakat untuk memberikan hak suara cendrung menurun. “Kita lihat sampai hari ini, Papua masih menjadi wilayah termiskin di Indonesia,  padahal dari segi SDM kita tidak kekurangan akan itu,” ujarnya Senin (9/12).

Hal lain disebabkan karena ketidak percayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Penyelenggara cenderung dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Padahal sangat jelas bahwa mereka bekerja atas dasar perintah undang undang dengan turuannya PKPU. Akan tetapi dalam pelaksanannya penyelenggara ini cenderung tidak independensi.

Baca Juga :  790 Personel Gabungan Siap Amankan Pilkada Yahukimo

Setiap Pemilu masalah seperti penggelmbungan suara ditingkat penyelenggara menjadi isu yang lumrah di dalam pelaksanaan demokrasi. Ataupun masalah atas adanya pengaruh intervensi pihak luar salah satunya pemerintah baik daerah maupun pusat. Inilah yang kemudian membuat kapasitas penyelenggara menjadi lemah.

“Kita lihat hampir disemua daerah masalah seperti adanya pengglembungan suara oleh tingkat PPD ataupun KPU, bukan lagi menjadi rahasia umum, kondisi inilah yang membuat masyarakat tidak percaya dengan penyelenggara,” kata Prof Ave.

Kemudian rendahnya tingkat partisipasi masyarakat juga terjadi karena faktor politik uang. Politik uang memberi dampak buruk pada proses demokrasi di Indonesia. Masyarakat banyak dimanjakan dengan tawanan politik atau biasa disebut serangan fajar. Sehingga tidak jarang banyak orang lebih memilih golput jika tidak menerima suap atau sokongan dana dari kandidat.

“Lihat saja jelang hari pemungutan banyak yang menjalankan serangan fajar. Jadi ketika tidak terima uang tapi ada teman yang terima, maka rasa peduli terhadap Pilkada itu seketika menurun dan malas memilih,” jelas  Ave.

Terkait Minimnya Partisipasi Pemilih

JAYAPURA-Pemilukada serentak 2024 tuntas. Khususnya di Provinsi Papua sebagian besar daerah telah menetapkan hasil pleno di baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Meski pelaksanaanya berlangsung lancar, namun tingkat partisipasi pemilih untuk mengikuti Pemilu kali ini terbilang rendah.

Berdasarkan data tabulasi salah satu paslon total Partisipasi pemilih di pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua hanya 66,75 persen. Data ini menujukan 40 persen rakyat Papua tidak memilih.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Papua, daerah lain seperti Papua Selatan hanya mencapai 78 persen  bahkan Pilkada Jakarta yang notabene SDM cukup tinggi juga terjadi penurunan yang signifikan dimana berdasarkan data Charta Politika mencatat partisipasi pemilih Pilkada Jakarta 2024 sebesar 58 persen

Terkait ini, Guru Besar Ilmu Sosiologi Pedesaan Uncen Prof. Avelinus Lefaan, MS berpandangan bahwa minimnya partisipasi pemilih di Pilkada serentak 2024 disebabkan karena berbagai faktor. Diantaranya adalah terkait kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin rendah. Hal itu terjadi karena bercermin pada hasil Pemilu dari tahun-tahun sebelumnya dimana masyarakat tidak melihat kinerja pemerintah yang mampu menjawab kebutuhan mereka.

Baca Juga :  Faktor Primordialisme Bisa Jadi Penentu Kemenangan Paslon

Seperti Papua, silih bergantinya pemimpin masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun lainnya masih saja menjadi persoalan yang substantif. Padahal setiap calon pemimpin baik legislatif maupun eksekutif selalu mendengungkan untuk menyelesikan perosalan tersebut, tapi pada kenyataannya ketika sudah terpilih visi dan misi yang mereka tawarkan saat kampanye hanya sekedar kiasan belaka.

Inilah yang kemudian masyarakat menganggap bahwa demokrasi hanya ajang bisnis atas kepentingan politisi. Sehingga tidak heran jika setiap pemilu semangat masyarakat untuk memberikan hak suara cendrung menurun. “Kita lihat sampai hari ini, Papua masih menjadi wilayah termiskin di Indonesia,  padahal dari segi SDM kita tidak kekurangan akan itu,” ujarnya Senin (9/12).

Hal lain disebabkan karena ketidak percayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Penyelenggara cenderung dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Padahal sangat jelas bahwa mereka bekerja atas dasar perintah undang undang dengan turuannya PKPU. Akan tetapi dalam pelaksanannya penyelenggara ini cenderung tidak independensi.

Baca Juga :  Semua Kandidat Belum Memasukkan SK Pengunduran Diri

Setiap Pemilu masalah seperti penggelmbungan suara ditingkat penyelenggara menjadi isu yang lumrah di dalam pelaksanaan demokrasi. Ataupun masalah atas adanya pengaruh intervensi pihak luar salah satunya pemerintah baik daerah maupun pusat. Inilah yang kemudian membuat kapasitas penyelenggara menjadi lemah.

“Kita lihat hampir disemua daerah masalah seperti adanya pengglembungan suara oleh tingkat PPD ataupun KPU, bukan lagi menjadi rahasia umum, kondisi inilah yang membuat masyarakat tidak percaya dengan penyelenggara,” kata Prof Ave.

Kemudian rendahnya tingkat partisipasi masyarakat juga terjadi karena faktor politik uang. Politik uang memberi dampak buruk pada proses demokrasi di Indonesia. Masyarakat banyak dimanjakan dengan tawanan politik atau biasa disebut serangan fajar. Sehingga tidak jarang banyak orang lebih memilih golput jika tidak menerima suap atau sokongan dana dari kandidat.

“Lihat saja jelang hari pemungutan banyak yang menjalankan serangan fajar. Jadi ketika tidak terima uang tapi ada teman yang terima, maka rasa peduli terhadap Pilkada itu seketika menurun dan malas memilih,” jelas  Ave.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya