JAYAPURA – Perkumpulan pengacara HAM Papua menilai kasus penyiksaan warga sipil di Kabupaten Puncak yang melibatkan anggota TNI terkesan didiamkan.
Padahal sebelumnya, TNI mengumumkan sebanyak 13 anggota Satgas Yonif 300/Brajawijaya, Kodam lll/Siliwangi menjadi tersangka dalam kasus penyiksaan yang terjadi pada 3 Februari tahun 2024. Diketahui satu orang sipil meninggal dunia saat itu.
Ketua PAHAM Papua, Gustav Kawer, mengatakan sejak menetapkan 13 tersangka pada 25 Maret 2024. Pihak Puspom TNI terkesan tertutup dan mendiamkan proses hukumnya, baik mengenai investigasi/penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan.
“Tak heran keluarga korban, korban dan masyarakat di Papua tidak mengetahui nama-nama dari 13 tersangka yang bertanggung jawab sebagai komandannya, pelaku penyiksaan di lapangan dan apakah ada penambahan tersangka dalam proses hukumnya,” terang Gustav, kepada Cenderawasih Pos, Kamis (20/6) kemarin.
Selain itu lanjut Gustav, belum diketahui juga berapa banyak saksi dan bukti-bukti lainnya yang telah diambil keterangannya dan mendukung proses pembuktian kasus ini. Termasuk tidak dijelaskan kepada korban kapan proses hukum dilimpahkan ke Odituri Jaksa Militer dan kapan perkara ini dilimpahkan ke Peradilan Militer.
“Terkesan kuat pihak Puspom TNI mendiamkan perkara dari korban, keluarga korban dan masyarakat umum di Papua yang dapat berdampak serius pelaku tidak diproses hukum hingga ke pengadilan, bahkan tidak mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya (impunitas),” ujarnya,
Menurutnya, proses hukum terhadap 13 tersangka penganiaya warga sipil ini seharusnya tidak mengulangi “mendiamkan” proses hukum seperti yang dilakukan terhadap tersangka pelaku pembunuhan terhadap almarhum Theys Hiyo Eluav dan Aristoteles Masoka termasuk Pdt Zanambani yang tewas ditembak anggota TNI di Intan Jaya.