
MERAUKE- Kepala Badan Pertanahan dan Agraria Merauke Eduar A. Dimo mengungkapkan bahwa sampai sekarang ini konflik sengketa tanah di Merauke. Salah satunya adanya tumpang tindih kepemilikan tanah.
‘’Ini salah satunya yang harus kita selesaikan,’’ kata Eduar A Dimo seusai pembukaan rapat koordinasi gugus tugas reforma agrarian (GTRA) di Kabupaten Merauke yang dihadiri sekitar 30 instansi terkait, Kamis (12/9).
Menurut dia, GTRA ini merupakan satu gerak antara pemerintah daerah dan badan pertanahan sehubugan dengan program-program strategis pemerintah pusat yang diarahkan ke seluruh tanah Indonesia ini sehingga dimana salah satu bagian yang harus diselesaikan adalah konflik sengketa yang luar di Mertauke yang tumpang tundih.
‘’Kedua ada sangkut pautnya dengan perusahaan-perusahaan besar yang tidak memanfaatkan tanahnya atau sudah mau berakhir hak guna usahanya. Mudah-mudahan tanah-tanah itu bisa kembalikan dalam bentuk sertifikat kepada masyarakat kembali,’’ jelasnya.
Salah satu HGU yang dikuasai perusahaan dan akan berakhir tersebut, jelas Eduar A. Dimo adalah di Kampung Urum, Distrik Semangga Merauke. Tanah yang dikuasai Tommy Soeharto tersebut, lanjut dia, HGUnya akan berakhir tahun 2028 mendatang. ‘’Kita belum sentuh tanah tersebut. Kita berdoa mudah-mudahan kita bisa ambil kembali tanahnya,’’ tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, berkaitan dengan tanah-tanah yang sudah dikuasai masyarakat dalam kawasan hutan sangat penting untuk dikeluarkan dari kawasan-kawasan tersebut sehubungan dengan adanya program pemerintah saat ini.
‘’Masyarakat sudah buka tapi masih dalam kawasan hutan. Bagian-bagian yang menurut hemat kami perlu untuk dikoordinasi dan kerja sama antara pemerintah daerah dan Badan Pertanahan maupun BPKH dan OPD Pemerintah Daerah. Hampir 30 OPD terlibat untuk mengambil keputusan bersama sehingga badan pertanahan tidak jalan sendiri tapi kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah,’’ jelasnya.
Dikatakan, hasil yang diperoleh dari rapat koordinasi ini akan dilaporkan kepada pemerintah daerah. Salah satu contoh tambah dia adalah terkait penetapan batas wilayah hak ulayat yang menurut Eduar Dimo sangat penting. ‘’Contoh untuk pendaftaran tanah-tanah sistematik lengkap untuk desa-desa lengkap minimal di sana sudah ada informasi. Misalnya untuk tanah Marga Ndiken bahwa tanah Ndiken itu sudah lepas kepada siapa-siapa saja. Sisa Tanah Ndiken yang belum dilepas itu berapa. Begitu juga dengan marga lainnya seperti Gebze, Mahuze, Basik-Basik dan sebagainya,’’ pungkasnya. (ulo/tri)