
MERAUKE –Sebanyak delapan praktisi hukum Jepang yang didampingi 5 orang dari Mahkamah Agung menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Merauke, Rabu (4/9). Kedatangan mereka ke Merauke tersebut sekaligus untuk mensosialisasikan praktek hukum mediasi yang saat ini banyak dilakukan di Negeri Sakura tersebut.
Saat tiba sekitar pukul 12.30 WIT di Pengadilan Negeri Merauke rombongan tersebut disambut dengan tari-tarian ala Papua bersama dengan Ketua Pengadilan Negeri Merauke Orpa Martina bersama dengan jajarannya, dilanjutkan dengan pemberian noken dan topi khas Papua kepada seluruh rombongan. Setelah itu, rombongan disuguhkan atraksi silat dari salah satu perguruan yang ada di Merauke.
Humas Pengadilan Negeri Merauke Rizki Yanuar, SH, MH, mengungkapkan bahwa kunjungan ini berasal dari delegasi Jepang dari Japan Indonesia Lawyers Association (JILA), atau praktisi hukum Jepang Indonesia. “Kedatangan mereka ke sini adalah untuk berbagi pengalaman terkait dengan keberhasilan media yang dilakukan di Jepang,’’ kata Rizki Yanuar.
Di Jepang, sambung dia, tingkat perdamaian lebih banyak dari persengketaannya. Sehingga mereka datang ke Indonesia untuk berbagai pengalaman serta strategi bagaimana acaranya agar di Indonesia bisa menerapkan pola tersebut. Soal media di luar pengadilan ini, lanjut Rizki Yanuar, sebenarnya sudah ada aturan hukumnya yakni Perma Nomor 1 tahun 2016 terkiat dengan media tersebut. ‘’Apa yang akan disamaikan mereka, mungkin bisa dijadikan sebagai pengetahuan. Karena belum tentu sistem hukum yang ada di Jepang dapat diterapkan di Indonesia,’’ katanya.
Di Jepang, lanjut Rizki Yanuar, ada dikenal dengan dikenal dengan Wakai dan Sotai. Wakai dan Sotai adalah mediasi. ‘’Kalau Bahasa kita mediasi. Tapi kalau wakai dan sotai itu dibagi menjadi 2 metode,’’ terangngnya.
Dijelaskan, bahwa total rombongan yang datang sebanyak 13 orang dimana 8 diantaranya adalah para praktisi hukum di Jepang yang tergabung dalam JILA sedangkan sisanya dari Kapusdiklat Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan Ilmu Hukum.
‘’Ya nanti kita bertukar informasi bagaimana faktor pendukung mereka dalam keberhasilan melakukan mediasi di Jepang dan untuk kita di Indonesia faktor penghambatnya seperti apa,’’ tambahnya. (ulo/tri)