Ini seperti yang terjadi pada Rabu (27/4) kemarin dimana aparat TNI di Pos TK Quari Atas di Distrik kenyam Kabupaten Nduga, berhasil membekuk satu Kelompok Separatis Teroris (KST) yang ketika itu sedang merayap masuk menuju pos.
Ponsianus Kupun bersama dengan korban Yohanes Munuk yang bagian pelipis kananya masih diperban saat mendatangi SKPT Polres Merauke melaporkan bahwa kasus penganiayaan ini bermula sekitar pukul 01.30 WIT, pelapor Ponsianus Kupun bersama korban dari rumah pelapor ke RSUD Merauke untuk meminta bantuan ambulance.
Ia harus menghabiskan waktu lebih lama dengan mendekam di tahanan akibat perbuatannya. Semua hanya karena dibutakan oleh cemburu hingga ia nekat menghujani kekasihnya dengan tikaman pisau. Korban ditikam menggunakan pisau yang masih baru namun bergerigi.
“Kita masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kasus ini dengan mengambil keterangan dari saksi -saksi yang pertama kali menemukan korban di bawah Jembatan Pikhe” ungkapnya, Selasa (25/4) kemarin.
Ketika memarkir Motor Yamaha X-Ride miliknya di depan Warung Coto Makassar, Jalan Ermasu Merauke dan masuk ke dalam warung tersebut, namun setelah istrinya datang mengambil motor tersebut, ternyata sudah dibawa kabur pencuri.
Korban bernama Yohana Anike Napo yang awalnya berusaha menangkis beberapa hujaman pisau akhirnya tak berdaya setelah pisau yang dipegang pelaku merobek perutnya.
Kapolsek Abepura, AKP Lintong Simanjuntak, S.H., M.H menjelaskan, pihaknya bersama tim berhasil membekuk dan menangkap seorang pelaku Curanmor yaitu NS (20) yang beralamat di Gang merpati I Yotefa Distrik Abepura.
“Kita akan melihat garis komando yang bertanggungjawab di lapangan siapa, setelah itu kita bisa mengetahui, ini kelalaian atau miss komunikasi yang terjadi ,”ungkapnya, Sabtu (23/4) kemarin.
Mediasi ini juga melibatkan para tokoh yang tujuannya agar persoalan tersebut tak melebar dan bisa segera dituntaskan tanpa memberi efek lain. Salah seorang tokoh masyarakat Tolikara, Isak Giay menuturkan bahwa konflik antar warga tersebut menjadi sejarah di Mamberamo Raya, namun ia meyakini masyarakat tidak menginginkan itu.