”Saya pikir masyarakat tidak bisa melihat sesederhana itu sebab hutan mangrove ini memiliki makna, memiliki nilai dan memiliki pesan yang sangat kuat bagi masyarakat di Engros - Tobati khususnya kaum perempuan. Ini menimbulkan banyak kerugian saya pikir,” kata Yehuda Hamokwarong, salah satu akademisi Uncen, Rabu (11/7).
Gamel bersama sekitar belasan wartawan lainnya meliput kegiatan penghentian aksi penebangan dan penimbunan material pasir di areal hutan bakau Taman Wisata Alam Teluk Youtefa pada pukul 12.10 WIT.
Lalu kepala suku yang dulu melepas ini itupun menurutnya harus mempertanggungjawabkan tandatangannya sebab keputusan itu mengganggu pihaknya (perempuan).
“Ini menyalahi aturan undang – undang nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAE dan BBKSDA sudah melakukan upaya awal secara preemtive maupun preventif terhadap pelaku namun tidak diindahkan dan kini cara terakhir yakni penegakan hukum,” tambahnya.
Aparat gabungan langsung memasuki lokasi dan meminta aktifitas penimbunan dihentikan dan dilakukan penyegelan dilarang melintas. Saat rombongan Dinas Kehutanan, BBKSDA dan Gakkum tiba di lokasi terlihat aktivitas masih sedang berjalan. Ada yang menebang pohon, ada truk yang menimbun menggunakan material karang, dan ada juga yang mengarahkan belasan truk termasuk ada juga oknum aparat keamanan yang berjaga di lokasi.
Aparat gabungan langsung meminta aktifitas penimbunan dihentikan dan dilakukan penyegelan dilarang melintas. Saat rombongan Dinas Kehutanan, BBKSDA dan Gakkum tiba di lokasi terlihat aktivitas masih sedang berjalan.
Ia juga menduga aktifitas penimbunan ini melibatkan oknum aparat keamanan sebab sangat jarang upaya penimbunan di lokasi kawasan konservasi tidak melibatkan petugas keamanan.
Pasalnya meski dipasang dilokasi pinggir hutan bakau ternyata masih saja ada pihak yang dengan leluasa melakukan penimbunan dan menghilangkan kawasan hutan bakau tersebut. Ini terlihat dari aktifitas yang sudah berjalan selama beberapa bulan terakhir hingga pada Senin (10/7) kemarin.
Petronela menjelaskan bahwa sekolah alam ini bisa digunakan tidak saja bagi anak – anak di Kampung Engros Tobati tetapi juga dari luar atau dari Kota Jayapura. “Bisa digunakan untuk anak usia sekolah yang ingin belajar soal banyak hal terlebih menyangkut lingkungan,” kata Petronela saat berdiskusi di Rumah Bakau Jayapura, Selasa (20/6).
Jadi jika ada yang dengan sengaja mencabut plang tersebut maka akan langsung berhadapan dengan hukum. Pasalnya dari penjelasan yang terpampang terlihat bahwa plang ini dipatok oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Papua dan Polda Papua.