BMD Ingatkan Penyelenggara Soal Penempatan DPT
JAYAPURA-Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada serentak 2024 di TPS 29 Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura berlangsung Kamis (5/12). Kegiatan yang digelar di halaman Kantor Distrik Heram itu, berlangsung sejak pukul 07.00 WIT. Meski berlangsung secara tertib, namun partisipasi masyarakat sangat minim.
Dimana dari jumlah DPT termasuk suara cadangan sebanyak 572 DPT, namun pemilih yang datang memberikan hak suara hanya 28 orang. Bahkan untuk tingkat gubernur dari 28 surat suara pakai hanya 26 yang sah, 2 diantaranya tidak sah. Sementara untuk walikota dan wakil walikota semuanya sah.
Adapun Gubernur diungguli paslon nomor urut 2 Mathius D. Fakhiri-Aryoko Rumaropen (Mari-Yo) dengan total 15 suara sementara Paslon Nomor Urut 1 Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai (BTM-TB) hanya 11 suara.
Kemudian untuk Walikota dan Wakil Walikota, urutan pertama dimenangkan oleh paslon nomor urut 4 Abisai Rollo-Rustan Saru dengan total 17 suara, urutan kedua jatuh kepada paslon nomor urut 2 Jhony Banua Rouw-Darwis Massi dengan total 10 suara, kemudian paslon nomor urut 01 Frans Pekeey-Mansur dengan total satu suara. Sementara paslon nomor urut 03 Boy Markus Dawir-Dipo Wibowo sama sekali tidak mendapatkan suara.
Melihat kondisi dimana partisipasi pemilih yang sangat rendah, BMD yang turut hadir menyaksikan PSU tersebut angkat bicara soal masalah partisipasi masyarakat. Ia menilai bahwa persoalan tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi dari penyelenggara, sehingga tidak heran masyarakat tidak mengetahui proses PSU.
Hal lain terjadi akibat penetapan DPT yang tidak tertata secara baik. Bukti nyata pemilih di TPS 29 tersebut notabene orang bukan warga setempat, sehingga tidak heran jika partisipasi mereka sangat rendah.
“Apalagi PSU seperti ini, tidak semua orang libur kerja, kemudian tempat tinggal mereka bukan di sekitar TPS bagaimana mereka tau kalau ada PSU,” ujarnya kepada wartawan.
Mestinya, lanjut mantan anggota DPR Papua itu, untuk pemilih PSU harus dibuatkan undangan khusus, kemudian perlu adanya regulasi bagi pemilih yang bekerja, sehingga dengan begitu mereka bisa memberikan hak suara tanpa adanya beban dengan pekerjaan.
“Sudah jauh jauh hari saya ingatkan KPU soal DPT kita, karena saya lihat DPT ini sebagian besar tidak sesuai dengan tempat tinggal, kalau begini yang rugi kami para calon, karena suara kami hilang,” tandasnya.
Ia berharap dari pengalaman ini menjadi catatan untuk KPU, agar pemilu berikutnya betul betul dipersiapan secara matang, terutama soal DPT. Sehingga partisipasi masyarakat dapat meningkat. “Jangan tempat tinggal lain TPS lain, ini yang buat masyarakat malas ikut pemilu,” imbuhnya.
Selain itu penyelenggara juga harus mengintropeksi diri, sebab tidak akan terjadi PSU jika penyelenggara bekerja secara profesional. “Kami melihat yang datang coblos di pilkada ini sebagian tidak sesuai dengan KTP, banyak yang bawa undangan oranglain lalu tidak dicek dengan keabsahan dengan KTP nya, tapi KPPS kasih mereka ruang untuk coblos ini akan sangat merugikan kami sebagai calon kepala daerah,” bebernya.