JAYAPURA – KPU Kota Jayapura harusnya mengevaluasi moment debat kandidat sesi pertama pada 18 Oktober lalu. Pasalnya ketika itu dengan durasi penyampaian visi misi yang diberi waktu hanya 2 menit dirasa kurang dan tidak mampu mengover semua penyampaian. Nah pada sesi kedua ini ternyata kembali dipangkas dimana empat paslon justru hanya diberi waktu 1 menit untuk menyampaikan visi misi maupun sesi tanya jawab.
Hasilnya bisa ditebak, belum semua tuntas dijawab dan bel menyaut ditambah pembawa acara yang secara tegas mengingatkan jika waktu habis. Pada debat pertama beberapa paslon mengaku jika 2 menit dirasa kurang dan kini justru dipangkas.
“Kasihan para paslon, jauh – jauh dari Papua sampai disini tidak mendapatkan ‘panggung’ yang baik. Baru mulai bicara tapi bel sudah bunyi. Kami yang nonton juga tidak bisa menangkap utuh apa saja yang mau disampaikan,” kata Risma, satu warga kota usai menyaksikan debat tadi malam.
Debat kedua ini digelar di Studio Tv One di Jakarta dan masing – masing tim membawa serta suporternya. “Coba lihat, paslon baru menyapa Assalamualaikum dan memulai menjabarkan visi misi eh malah terputus karena waktu dibatasi,” sindir Risma.
Belum lagi dengan pertanyaan yang disampaikan ke masing – masing paslon terkesan hanya bersifat umum terkait upaya, gagasan dan juga langkah konkrit. Debat kedua mengambil tema “Sinergitas Program Pembangunan Pemerintah Daerah dan Pusat dalam Merawat Kebangsaan dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Tema yang terkesan panjang dan masih normatif.
Ketua KPU Kota Jayapura Marthapina Anggai, mengatakan dari debat tersebut setidaknya masyarakat bisa mendapatkan gambaran soal kandidat atau paslon mana yangdianggap tepat sehingga pada 27 November 2024 semua mendatang dapat memilih pasangan calon pemimpin sesuai hati nurani. Disini KPUÂ melibatkan memilih tiga perumus dan lima panelis untuk mempertajam dan menggali visi-misi dan program kerja calon Wali Kota dan Wakil Walikota Jayapura.
Pertanyaan yang diberikan panelis diawal menyangkut potensi konflik sosial yang terjadi di kota Jayapura dengan munculnya kelompok dengan dikenal sebagai kelompok nusantara.
“Ini juga perlu kami kritisi sebab yang namanya nusantara itu Sabang sampai Merauke termasuk Papua. Bukan karena pendatang akhirnya disebut nusantara sementara Papua dibilang OAP. Kami pikir panelis juga harus jeli menempatkan kalimat yang tepat,” jelas Surya Agung, satu warga kota yang ikut menonton.